KONSEP DASAR
A.
Pengertian
Gagal
jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Brunner
& Suddarth, 2001: 805). Menurut (Mansjoer, 2005: 434) gagal jantung
kongestif adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Sedangkan menurut (Muttaqin, 2009: 196) gagal
jantung kongestif adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan
pengisian vena normal. Pendapat lain dikemukakan oleh (Gray, 2008: 81) gagal
jantung kongestif adalah suatu keadaan dimana jantung gagal mempertahankan
sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup.
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal jantung adalah
suatu keadaan dimana ketidakmampuan jantung untuk memompa darah sehingga
kebutuhan metabolisme jaringan tidak terpenuhi.
B.
Etiologi
Penyebab
gagal jantung kongestif menurut (Brunner & Suddarth, 2001: 806) antara lain
yaitu:
1. Kelainan otot jantung
Kelainan otot jantung
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan
penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi mikoardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis. Infark miokardium biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit
miokardium
Kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
C.
Manifestasi Klinis
Tanda
dan gejala dari gagal jantung kongestif menurut (Brunner & Suddarth, 2001:
806) adalah meningkatnya volume intravaskuler, peningkatan tekanan vena
pulmonalis, peningkatakan tekanan vena sistemik, dan penurunan curah jantung.
Sedangkan
tanda dan gejala dari gagal jantung kongestif menurut (Ruhyanudin, 2007: 91)
adalah:
1. Gagal jantung kiri, meliputi:
dispnea, batuk, mudah lelah, gelisah dan cemas.
2. Gagal jantung kanan, meliputi: edema, pitting
edema, hepatomegali, anoreksia, dan nokturia.
B.
Komplikasi
Komplikasi
gagal jantung kongestif menurut (Brunner & Suddarth, 2001: 813) adalah syok
kardiogenik, episode tromboemboli, efusi perikardium dan temponade perikardium.
C.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pada gagal jantung kongestif menurut (Mansjoer, 2005: 435) sebagai berikut:
1. Meningkatkan oksigenasi dengan
pemberian O2 dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat
atau pembatasan aktivitas.
2. Memperbaiki kontraktilitas otot
jantung.
3. Menurunkan beban jantung.
D.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang untuk gagal jantung kongestif menurut (Muttaqin, 2009: 217-220)
antara lain: ekokardiografi, rontgen dada dan elektrokardiografi.
E.
Konsep Keperawatan
1. Fokus Pengkajian
Pengkajian
pada pasien gagal jantung kongestif menurut (Doenges, 2002) meliputi pertama, aktivitas atau istirahat dengan gejala keletihan atau kelelahan terus
menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada
saat istirahat, dan tandanya
adalah gelisah,
perubahan status mental; letargi,
tanda-tanda vital berubah pada aktivitas.
Kedua, sirkulasi
dengan gejala riwayat hipertensi, anemia, endokarditis, oedema pada kaki, dan tandanya adalah tekanan darah makin rendah, nadi
mungkin sempit, irama jantung distritmia,
bunyi nafas ronchi, warna kebiruan, pucat.
Ketiga, integritas ego dengan gejala ansietas, dan tandanya adalah berbagai manifestasi perilaku. Keempat, eliminasi dengan gejala penurunan berkemih, urine berwarna
gelap, nokturia.
Kelima, makanan atau cairan dengan gejala kehilangan nafsu makan, mual atau muntah, dan tandanya adalah penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen.
Keenam, hygiene
dengan gejala keletihan atau kelemahan selama aktivitas perawatan diri, dan tandanya adalah penampilan menandakan kelalaian
perawatan personal. Ketujuh, neurosensori dengan gejala kelemahan, pening, dan tandanya adalah letargi, kusut pikir, disorientasi.
Kedelapan, nyeri atau kenyamanan dengan gejala nyeri dada, angina akut atau kronik, dan tandanya adalah tidak tenang, gelisah. Kesembilan, pernafasan dengan gejala dispnea saat aktivitas,
dan tandanya adalah pernafasan takipnea, nafas dangkal, batuk kering, sputum mungkin bersemu
darah, bunyi nafas mungkin tidak terdengar, fungsi mental gelisah, letargi, warna kulit pucat dan sianosis.
Kesepuluh, keamanan
dengan gejala perubahan
dalam fungsi mental, kehilangan tonus otot. Kesebelas,
interaksi sosial dengan gejala penurunan keikutsertaan dalam aktivitas
sosial yang biasa dilakukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wilkinson (2007) diagnosa keperawatan pada pasien
gagal jantung antara lain yaitu pertama, intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan suplai oksigen. Kedua, kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya curah jantung. Ketiga, gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan hipoventilasi, dan keempat, ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan disfungsi
neuromuskuler.
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Doenges (2000) dan Wilkinson (2007) fokus
intervensi keperawatan pada pasien gagal jantung adalah diagnosa pertama yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen. Tujuan dan kriteria hasilnya
yaitu klien akan
berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri. Intervensinya antara lain
periksa tanda-tanda
vital dengan rasionalisasi meninjau keadaan umum pasien. Catat respons
kardiopulmonal terhadap aktivitas dengan rasionalisasi penurunan atau ketidakmampuan
miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas dengan rasionalisasi dapat
menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas. Implementasi program rehabilitasi jantung dengan rasionalisasi peningkatan
bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung.
Diagnosa kedua yaitu kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya curah
jantung. Tujuan dan kriteria hasilnya yaitu klien akan mendemonstrasi volume cairan stabil dengan
keseimbangan masukan dan pengeluaran. Intervensinya antara lain pantau pengeluaran urine, catat
jumlah dan warna saat diuresis dengan rasionalisasi pengeluaran urine mungkin sedikit
dan pekat. Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24
jam dengan rasionalisasi terapi diuretik dapat disebabkan
oleh kehilangan cairan tiba-tiba. Pemberian obat sesuai indikasi
(kolaborasi) dengan rasionalisasi untuk menjaga keseimbangan cairan. Konsultasi dengan ahli diet dengan rasionalisasi perlu memberikan diet yang dapat
diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori.
Diagnosa ketiga yaitu gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi. Tujuan dan kriteria hasilnya
yaitu klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan.
Intervensinya antara lain pantau bunyi nafas dengan
rasionalisasi adanya pengumpulan sekret. Ajarkan atau anjurkan klien batuk
efektif, nafas dalam dengan rasionalisasi membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran oksigen. Dorong perubahan posisi dengan
rasionalisasi membantu mencegah atelektasis dan pneumonia. Kolaborasi
dalam pantau atau gambarkan seri GDA (Gas Darah Arteri) dengan
rasionalisasi hipoksia dapat terjadi berat selama edema paru. Berikan obat atau oksigen sesuai indikasi dengan rasionalisasi menunjukkan
adanya perbaikan atau tidak adanya gejala distress pernafasan.
Diagnosa keempat yaitu ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan disfungsi
neuromuskuler. Tujuannya adalah pola nafas pasien efektif, dengan kriteria hasil yaitu kecepatan dan irama respirasi
dalam batas normal, nafas pendek tidak ada, dan tanda-tanda vital berada pada rentang normal (TD: 140 mmHg,
nadi: 120-140x/menit, respirasi: 36-40x/menit, suhu: 36-37°C). Intervensinya antara lain kaji kepatenan jalan nafas dan respirasinya dengan
rasionalisasi mengetahui tingkat keadekuatan. Baringkan klien di tempat rata,
kepala dimiringkan dengan rasionalisasi memperlancar pernafasan. Anjurkan pada keluarga untuk tidak mengenakan pakaian pada klien yang
mengganggu pernafasan dengan rasionalisasi untuk memfasilitasi usaha bernafas
atau ekspansi dada. Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian oksigen dan obat anti kejang dengan rasionalisasi menstabilkan jalan nafas efektif.
No comments:
Post a Comment