Retinoblastoma
1. Pengertian Retinoblastoma
Retinoblastoma, yang muncul dari retina adalah tumor intraocular kongenital ganas yang paling umum terjadi pada masa kanak-kanak (Wong, 2009).
Retinoblastoma merupakan tumor maligna pada retina yang terjadi pada awal kehidupan (6 minggu sampai usia prasekolah) (Muscari, 2005).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang muncul pada retina dan terjadi pada anak-anak (usia 6 minggu sampai usia prasekolah).
2. Klasifikasi
Klasifikasi yang paling sering dipakai adalah klasifikasi Reese Elisworth (Rahman,2008), yaitu: grup 1a, tumor soliter ukuran 4 diameter papil nervus optikus pada atau dibelakang ekuator. Grup 1b, tumor multiple ukuran 4 diameter papil nervus optikus pada atau dibelakang ekuator. Grup 2a, tumor soliter ukuran 4-10 diameter papil nervus optikus pada atau dibelakang ekuator. Grup 2b, tumor multiple ukuran 4-10 diameter papil nervus optikus pada atau dibelakang ekuator. Grup 3a, beberapa lesi pada anterior sampai ekuator. Grup 3b, tumor soliter 10 diameter papil nervus optikus di pasterior sampai ekuaotor. Grup 4a, tumor multiple lebih dari 10 diameter papil nervus optikus. Grup 4b, beberapa lesi dari anterior ke oraserata. Grup 5a, tumor massif setengah atau lebih retina. Grup 5b, vitreous sending
Sedangkan menurut Paduppai (2010), klasifikasi Retinoblastoma Internasional yaitu :
a. Stadium Leukokoria, pada stadium ini pasien tidak merasakan gejala apapun hanya penglihaan yang menurun sampai visus O.
b. Stadium Glaukomatosa, pada stadium ini massa tumor sudah memenuhi seluruh isi bola mata, sehingga gejala yang nampak adalah gejala glaucoma.
c. Stadium Ekstraokuler, pada stadium ini bola mata sudah menonjol (proptosis), akibat desakan massa tumor yang sudah keluar ke ekstra okuler.
d. Stadium metastase, stadium ini sangat buruk oleh karena tumor sudah masuk ke kelenjar limfa pre aurikuler atau sub mandibula.
3. Etiologi
Tumor anak dan bayi ini berasal dari selaput jala yang terletak antara sclera dan retina dan sangat jarang terjadi. Sel-sel selaput jala terbentuk pada awal kehamilan, di ujung penonjolan otak yang membentuk saraf mata dan selaput jala. Adanya penyimpangan di dalam pembelahan sel berdasarkan mutasi berulang dari gen retinoblastoma (gen RB) membuat tumor mulai tumbuh (Jong, 2005).
Sekitar 30 % penderita dengan Retinoblastoma adalah bilateral dan predisposisi keganasan diwariskan secara dominan. Predisposisi genetic juga terdapat pada kira-kira 20% penderita dengan penyakit unilateral. Temuan bahwa retinoblastoma terjadi pada penderita dengan “sindrom-13q” (ditandai oleh lambat tumbuh, retardasi mental dan anomaly fasial) membantu untuk melokalisasi gena retinoblastoma pada lengan panjang kromosom 13 (Nelson, 2000).
Pada penyakit keturunan, sekitar 40% kasus gen retinoblastomanya ada didalam sel bakal- benih (sperma) atau sel telur. Dalam hal ini, kedua mata terkena. Pada bentuk non-keturunan, 60% kasus gennya hanya ditemukan di dalam sel tumor, jadi penyakitnya sporadic (jarang). Disini hanya satu mata yang terkena tumor dan bersifat unifokal (hanya ada satu sarang) (Jong, 2005).
4. Patofisiologi
Retinoblastoma biasanya tumbuh dibagian posterior retina. Tumor ini terdiri dari sel-sel ganas kecil, bulat yang berlekatan erat dengan sitoplasma sedikit. Bentuk roset ada. mungkin menggambarkan usaha yang gagal untuk membentuk sel konus dan batang. Jika timbul dalam lapisan inti interna, tumor itu tumbuh ke dalam ruang vitreus. Pertumbuhan endofitik ini mudah dilihat dengan oftalmoskop. Tumor eksofitik (yang timbul dalam lapisan inti eksterna dan tumbuh kedalam ruang sub-retina, dengan ablasi retina) tersembunyi dan didiagnosis lebih sukar. Fragmen tumor mungkin lepas dari tumor endofitik dan mengambang dalam ruang vitreus untuk “menyemai” bagian–bagian lain retina. Persemaian vitreus berkaitan dengan tumor besar (biasanya diameter lebih dari 5 disk) dan berprognosis buruk. Perluasan retinoblastoma kedalam koroid biasanya terjadi pada tumor yang masif dan mungkin menunjukan peningkatan kemungkinan metastasis hematogen. Perluasan tumor melalui lamina kribosa dan sepanjang saraf mata dapat menyebabkan keterlibatan susunan saraf pusat. Invasi koroid dan saraf mata meningkatkan resiko penyakit metastasis (Nelson, 2000). Sel tumor juga dapat bermigrasi ke jaringan dan system organ yang jauh letaknya (Kowalak, 2011).
1. Manifestasi Klinis
Menurut James dkk (2006), anak dapat datang (pada usia rata rata 8 bulan jika diturunkan dan 25 bulan bila sporadic) dengan:
a. Refleksi pupil putih (leukokoria) karena tumor pucat yang meninggi dikutub posterior mata. Kadang tumor tampak bilateral.
b. Stabismus karena penurunan penglihatan.
c. Kadang mata merah yang nyeri.
Sedangkan menurut Muscari (2005), manifestasi klinis retinoblastoma antara lain:
a. Pupil tampak berwarna putih atau digambarkan sebagai “mata kucing”, karena kehilangan reflex cahaya.
b. Kadang – kadang timbul strabismus.
Menurut Hull dan Johnston (2008), gejala klinis umumnya timbul sebelum usia 2 tahun dengan pupil putih, strabismus, mata merah dan nyeri atau visus buruk.
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan uji diagnostik menurut Muscari (2005) antara lain:
a. Hitung darah lengkap (HDL)
Urinalisis dan kimia darah diprogramkan untuk mengkaji status kesehatan secara umum.
b. Apusan darah perifer
Diambil untuk menentukan jenis sel dan maturitasnya.
c. Sinar X dada
Diambil pada semua anak sebagai dasar atau untuk diagnosis.
d. Ultrasonografi
Sering digunakan sebagai alat untuk skrining.
e. Teknik Pencitraan ( CT Scan, Ultrasonografi, MRI)
Digunakan untuk mendeteksi massa tumor padat.
f. Biopsi
Sangat kritis dalam mementukan klasifikasi dan tahap kanker.
3. Penatalaksanaan
Terapi baku untuk penyakit unilateral adalah enukleasi, meskipun cara lain seperti kemoterapi dan iradiasi cahaya eksternal mungkin lebih sesuai untuk lesi kecil tunggal atau multipel. Jika tumor sedemikian kecilnya sehingga visus yang bermanfaat bisa diselamatkan, iradiasi mungkin lebih dipilih (Nelson, 2000).
Untuk penderita dengan penyakit bilateral, usaha harus dilakukan untuk menyelamatkan penglihatan yang berguna setidak-tidaknya satu mata dengan menggunakan radioterapi dan/atau kemoterapi. Radiasi mungkin diberikan secara bilateral dari sebelah luar karena mata yang tampaknya lebih terlihat mungkin mempunyai respon lebih dramatis dan lebih mungkin terselamatkan. Sebaliknya, jika satu mata demikian berat terlihat sehingga tidak ada penglihatan tersisa yang bermanfaat atau jika nyeri glaucoma terlah berkembang sebagai kompilasi, maka enukleasi terindikasi. Jika enukleasi dilakukan, usaha harus dilaksanakan untuk mereseksi saraf mata sebanyak mungkin (10 mm atau lebih). Terapi radiasi memerlukan sedasi harian atau mungkin anestasi harian (Nelson, 2000).
Kemoterapi tidak menunjukan manfaat yang pasti pada penderita yang mempunyai tumor dalam bola mata. Jika ada penyakit residual mikroskopik atau makroskopik di orbita setelah enukleasi, maka kemoterapi dengan regimen kombinasi (mungkin meliputi siklofosfamid dan doksorubisin) harus dipertimbangkan bersamaan dengan radioterapi. Penyakit metastasis yang luas berespon pada kemoterapi, meskipun kesembuhan tidak mungkin. Kemoterapi harus juga dipertimbangkan pada penderita yang tumornya secara luas melibatkan koroid, sklera atau korpus siliare (Nelson, 2000).
Harus dilakukan pemantauan teratur pada anak yang menderita retinoblastoma dan keturunan berikutnya. Konseling genetik harus ditawarkan dan anak dengan orang tua yang pernah mengalami retinoblastoma harus diawasi sejak bayi (James dkk, 2006).
A. Tinjauan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian data dasar pada pengelihatan menurut Engel (2009)
a. Konjungtiva
1) Periksa warna konjungtiva
2) Periksa warna sclera
b. Pupil dan iris
1) Periksa warna, bentuk, dan ukuran iris dan apakah ada peradangan
2) Periksa ukuran, kesamaan dan respon pupil terhadap cahaya
c. Pengkajian Gerakan Ekstraokuler
1) Uji reflek cahaya kornea
Kaji adanya strabismus dengan menyorotkan cahaya secara langsung ke mata dari jarak ± 40.5cm. Amati tempat refleksi pada masing-masing pupil.
2) Cover Test
Minta anak untuk melihat ke hidung anda, kemudian tutup salah satu mata anak. Amatai apakah mata yang tidak ditutup bergerak. Periksa juga adanya gerakan pada mata yang ditutup
d. Pengkajian Lapang Pandang
Minta anak untuk mengikuti jari atau objek yang bercahaya melalui 6 lapang pandang utama.
Arah lapang pandang utama
e. Pengkajian Penglihatan Warna
Penglihatan warna dapat dikaji dengan menggunakan uji Ishihara, terdiri dari sekumpulan kartu dengan serangkaian gambar atau angka yang tersusun dari bintik-bintik bulat beragam ukuran dan warnanya. Gambar-gambar atau angka-angka ini tidak dapat dilihat mata yang mengalami gangguan penglihatan warna.
f. Pengkajian Ketajaman Penglihatan
Uji ketajaman penglihatan mata pada anak-anak tidak mudah dan dapat dipengaruhi secara langsung oleh anak, perawat, dan lingkungan.
g. Uji Snellen
Gantungkan kartu Snellen di dinding yang berwarna terang dengan posisi yang tepat. Sebaiknya tidak ada cahaya yang menyilaukan pada kartu. Uji kedua mata terlebih dahulu, kemudian mata kanan, lalu mata kiri.
2. Konsep Tumbuh Kembang
a. Pertumbuhan Masa Prasekolah
Pada anak masa prasekolah (3-6 tahun), perkembangan fisik lebih lambat dan relatif menetap. Sistem tubuh harusnya sudah matang dan sudah terlatih dengan toileting (Yupi, 2004). Penambahan berat badan setiap tahunnya berkisar antara 2-3 kg. Tinggi badan dua kali panjang lahir pada usia 4 tahun dan penambahan setiap tahunnya berkisar antara 5-7,5 cm (Wong, 2009). Kecepatan denyut nadi kira-kira 90-100 kali per menit. Kecepatan bernapas berkisar dari 20 sampai 30, tergantung aktivitas dan keadaan emosi (K. Eileen, 2010).
b. Perkembangan Masa Prasekolah
Pendapat dari beberapa ahli tentang perkembangan anak usia 3-6 tahun (prasekolah) yang terdapat dalam Wong (2009), adalah sebagai berikut:
1) Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Tahap falik (3-6 tahun). Selama tahap falik, genital menjadi area tubuh yang menarik dan sensitif. Anak mengetahui perbedaan jenis kelamin dan menjadi ingin tahu tentang perbedaan tersebut.
2) Perkembangan Psikososial (Erikson)
Inisiatif vs rasa bersalah (3-6 tahun). Tahap inisiatif berkaitan dengan tahap falik Freud dan dicirikan dengan perilaku yang instrusif dan penuh semangat, berani berupaya, dan imajinasi yang kuat. Anak-anak mengeksplorasi dunia fisik dengan semua indra dan kekuatan mereka. Mereka membentuk suara hati. Tidak lagi hanya dibimbing oleh pihak luar, terdapat suara dari dalam yang memperingatkan dan mengancam. Anak-anak kadang memiliki tujuan atau melakukan aktifitas yang bertentangan dengan yang dimiliki orang tua atau orang lain, dan dibuat merasa bahwa aktifitas atau imajinasi mereka merupakan hal yang buruk sehingga menimbulkan rasa bersalah.
3) Perkembangan Kognitif (Piaget)
Praoperasional (2-7 tahun). Ciri menonjol tahap praoperasional dalam perkembangan intelektual adalah egosentrisme, hal ini bukan berarti egois atau berpusat pada diri sendiri, tetapi ketidakmampuan untuk menempatkan diri di tempat orang lain.
4) Perkembangan Moral (Kohlberg)
Tahap 1: Intuitive-projective. Masa todler merupakan waktu utama untuk meniru perilaku orang lain. Anak-anak menirukan gerakan dan perilaku keagamaan orang lain tanpa memahami makna atau pentingnya aktifitas tersebut. Selama usia prasekolah anak-anak menyerap beberapa nilai dan keyakinan orang tua mereka. Pada usia anak-anak masih meniru perilaku dan mengikuti keyakinan orang tua sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-hari ukan atas dasar pemahaman mengenai konsep dasarnya.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (Wilkinson & Ahern, 2012),
b. Resiko cedera berhubungan dengan gangguan persepsi sensori (penglihatan) (Wilkinson & Ahern, 2012),
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan (enukleasi) (Wilkinson & Ahern, 2012),
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan penglihatan (Wilkinson & Ahern, 2012),
e. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan medis, kemoterapi (Wilkinson & Ahern, 2012).
4. Intervensi Keperawatan
a. Ansietas pada anak dan keluarga berhubungan dengan krisis situasional (Wilkinson & Ahern, 2012).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan: ansietas anak dan keluarga berkurang serta menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas.
Kriteria Hasil:
1) Ansientas hanya ringan sampai sedang,
2) Mempertahankan performa peran.
Batasan Karakteristik :
1) Penurunan produktifitas,
2) Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa hidup,
3) Gelisah,
4) Kontak mata buruk,
5) Resah,
6) Kesedihan yang mendalam,
7) Perasaan tidak adekuat,
8) Perasaan takut,
9) Wajah tegang,
10) Penurunan lapang pandang,
11) Kesulitan untuk berkonsentrasi,
12) Mudah lupa,
13) Melamun.
Intervensi:
1) Bantu orang tua untuk tidak memperlihatkan kecemasan mereka dihadapan anak-anak.
Rasional: mengurangi tingkat kecemasan/ ketakutan pada anak.
2) Minta orangtua untuk membawa benda-benda dari rumah.
Rasional: menciptakan pengalihan bagi anak.
3) Bermain dengan anak atau bawa anak ke tempat bermain anak dirumah sakit dan libatkan anak dalam permainan.
Rasional: menciptakan pengalihan bagi anak.
4) Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan mereka.
Rasional: untuk mengetahui keinginan anak.
5) Berikan orang tua informasi mengenai penyakit anak dan perubahan perilaku yang diperkirakan terjadi pada anak mereka (untuk mengurangi kecemasan orangtua).
Rasional: mengurangi tingkat kecemasan pada orangtua.
b. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan persepsi sensori: Pengelihatan (Wilkinson & Ahern, 2012).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan: resiko cedera akan menurun.
Kriteria Hasil: Orang tua akan
1) Mengenali dan memantau resiko,
2) Memilih risiko dan kontak sosial lainya
3) Mengenali tanda keanggotaan kelompok dan perilaku sosial beresiko lainya.
Intervensi:
1) Naikkkan pagar tempat tidur bila anak tidak didampingi.
Rasional: memberikan keamanan pada anak.
2) Indentifikasi factor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan.
Rasional: mengetahui tingkat kebutuhan keamanan anak.
3) Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko jatuh.
Rasional: meminimalkan faktor penyebab resiko jatuh.
4) Ajarkan orangtua pentingnya keamanan saat bermain.
Rasional: menambah kewaspadaan pada anak.
c. Ganggguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan (Wilkinson & Ahern, 2012).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan: gangguan citra tubuh berkurang.
Kriteria Hasil:
1) Citra tubuh positif,
2) Tidak mengalami keterlambatan dalam perkembangan anak,
3) Harga diri positif,
4) Peningkatan citra tubuh,
Batasan Karakteristik:
1) Respons verbal perasaan atau persepsi yang mencerminkan perubahan aktual atau persepsi perubahan struktur, penampilan, atau fungsi tubuh,
2) Respons nonverbal terhadap perubahan aktual atau persepsi perubahan struktur, penampilan, atau fungsi tubuh,
Intervensi:
1) Tentukan respons anak terhadap reaksi orangtua.
Rasional: mengetahui perasaan/ pola pikir anak.
2) Tentukan harapan pasien terhadap citra tubuh pasien berdasarkan tahap perkembanganya.
Rasional: untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan.
3) Gunakan menggambar diri sendiri sebagai mekanisme untuk mengevaluasi persepsi citra tubuh anak.
Rasional: mengetahui gambaran anak tentang dirinya.
4) Beri tahu anak mengenai fungsi berbagai bagian tubuh.
Rasional: meningkatkan rasa percaya diri anak.
5) Ajarkan orangtua mengenai pentingnya respon mereka terhadap perubahan tubuh anak dan penyesuaian di masa mendatang.
Rasional: dukungan dari orangtua sangat penting untuk perkembangan anak dimasa mendatang.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan penglihatan (Wilkinson & Ahern, 2012).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan: anak menunjukkan mobilitas.
Kriteria Hasil:
1) Anak menunjukan keseimbangan, koordinasi, pergerakan sendi dan otot,
2) Berjalan dan bergerak dengan mudah.
Batasan Karakteristik:
1) Kesulitan membolak-balik tubuh,
2) Perubahan cara berjalan,
3) Pergerakan menyentak,
4) Melambatnya pergerakan,
5) Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi.
Intervensi:
1) Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan.
Rasional: mengetahui tingkat hambatan mobilitas fisik anak.
2) Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu.
Rasional: mempertahankan mobilitas anak.
3) Berikan penguatan positif selama aktifitas.
Rasional: meningkatkan tingkat kemauan anak dalam beraktifitas.
4) Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki anti slip yang mendukung untuk berjalan.
Rasional: mengurangi resiko cedera.
5) Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan.
Rasional: menentukan program terapi yang cocok bagi anak.
e. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan medis, kemoterapi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan: nyeri berkurang hingga tingkat yang bisa diterima anak
Kriteria Hasil:
1) Anak beristirahat dengan tenang,
2) Anak tidak mengungkapkan keluhan gangguan rasa nyaman.
Batasan Karakteristik:
1) Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat,
2) Posisi untuk menghindari nyeri,
3) Perubahan tonus otot,
4) Perubahan selera makan,
5) Fokus menyempit,
6) Bukti nyeri yang dapat diamati.
Intervensi:
1) Sedapat mungkin, gunakan prosedur yang tidak invasif.
Rasional: untuk meminimalkan rasa nyeri
2) Implementasikan teknik pereda nyeri nonfarmakologik yang tepat.
Rasional: mengurangi rasa nyeri.
3) Berikan analgetik sesuai resep.
Rasional: mengurangi nyeri.
4) Berikan obat-obatan menurut jadwal pemberian preventif.
Rasional: untuk mencegah timbulnya kembali rasa nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Broker, Chris.2009.Ensiklopedia Keperawatan.Alih bahasa Andry H dkk editor bahasa Indonesia Estu Tiar.Jakarta :EGC
Carpenito, Lynda jual.2009.Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek KlinisEdisi 9. Alih bahasa Kusrini Semarwati Kadar editor bahasa Indonesia Eka Anisa, Mardella, Meining Issuryanti.Jakarta : EGC
Christense, Paula J.2009.Proses Keperawatan : Aplikasi Model Konseptual Edisi 4 alih bahasa Yuyun Yuningsih, Yasmin Asih editor bahasa Indonesia Egi Komara Yudha,Nike Budhi Subekti.Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Engel, Joyce. 2009. Pengkajian Pediatrik. Jakarta: EGC
Hull, David & Derek I. Johnston. 2009. Dasar-Dasar Pediatrik. Jakarta: EGC
James, dkk. 2006. Lecture Notes Oftalmologi Edisi 9.Alih bahasa dr. Asri D, Rachmawati. Jakarta: Penerbit Erlangga
Jong, Winde.2005.Kanker, Apakah Itu ? Pengobatan, Harapan Hidup, dan Dukungan Keluarga.Alih bahasa Astoeti Suharto.Jakarta : Arcan
K. Eileen Allen, Lynn. 2010. Profil Perkembangan Anak Prakelahiran Hingga Usia 12 Tahun. Jakarta: PT. Indeks
Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Muscari, Mary E.2005.Keperawatan Pediatrik Edisi 3.Alih bahasa Alfrina.Jakarta : EGC
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 1.Editor Richard E, dkk.Editor Edisi Bahasa Indonesia A. Samik W.Edisi 15. Jakarta: EGC
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 3.Editor Richard E, dkk.Editor Edisi Bahasa Indonesia A. Samik W.Edisi 15. Jakarta: EGC
Paduppai, Suliati. 2010. Characteristic of Retinoblastoma Patiens at Wahidin Sudiro Husodo Hospital 2005-2010. The Indonesian Journal of Medical Science.2.No. 1: Juli 2010: 1-7
Pearce,Evelyn C. 2008. Anatomi dan FIsiologi untuk Paramedic.Jakarta : Gramedia
Rahman, Ardizal. 2008. Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Retinoblastoma.Majalah Kedokteran Andalas.18 Oktober 2008: 57-62
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Suparman, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9.Alih bahasa Esty Wahyuningsih. Jakarta: EGC
Wong, Donna L.2009.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume I.Alih bahasa Agus Sutarna dkk.Jakarta : EGC
1) Naikkkan pagar tempat tidur bila anak tidak didampingi.
Rasional: memberikan keamanan pada anak.
2) Indentifikasi factor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan.
Rasional: mengetahui tingkat kebutuhan keamanan anak.
3) Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko jatuh.
Rasional: meminimalkan faktor penyebab resiko jatuh.
4) Ajarkan orangtua pentingnya keamanan saat bermain.
Rasional: menambah kewaspadaan pada anak.
c. Ganggguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan (Wilkinson & Ahern, 2012).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan: gangguan citra tubuh berkurang.
Kriteria Hasil:
1) Citra tubuh positif,
2) Tidak mengalami keterlambatan dalam perkembangan anak,
3) Harga diri positif,
4) Peningkatan citra tubuh,
Batasan Karakteristik:
1) Respons verbal perasaan atau persepsi yang mencerminkan perubahan aktual atau persepsi perubahan struktur, penampilan, atau fungsi tubuh,
2) Respons nonverbal terhadap perubahan aktual atau persepsi perubahan struktur, penampilan, atau fungsi tubuh,
Intervensi:
1) Tentukan respons anak terhadap reaksi orangtua.
Rasional: mengetahui perasaan/ pola pikir anak.
2) Tentukan harapan pasien terhadap citra tubuh pasien berdasarkan tahap perkembanganya.
Rasional: untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan.
3) Gunakan menggambar diri sendiri sebagai mekanisme untuk mengevaluasi persepsi citra tubuh anak.
Rasional: mengetahui gambaran anak tentang dirinya.
4) Beri tahu anak mengenai fungsi berbagai bagian tubuh.
Rasional: meningkatkan rasa percaya diri anak.
5) Ajarkan orangtua mengenai pentingnya respon mereka terhadap perubahan tubuh anak dan penyesuaian di masa mendatang.
Rasional: dukungan dari orangtua sangat penting untuk perkembangan anak dimasa mendatang.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan penglihatan (Wilkinson & Ahern, 2012).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan: anak menunjukkan mobilitas.
Kriteria Hasil:
1) Anak menunjukan keseimbangan, koordinasi, pergerakan sendi dan otot,
2) Berjalan dan bergerak dengan mudah.
Batasan Karakteristik:
1) Kesulitan membolak-balik tubuh,
2) Perubahan cara berjalan,
3) Pergerakan menyentak,
4) Melambatnya pergerakan,
5) Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi.
Intervensi:
1) Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan.
Rasional: mengetahui tingkat hambatan mobilitas fisik anak.
2) Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu.
Rasional: mempertahankan mobilitas anak.
3) Berikan penguatan positif selama aktifitas.
Rasional: meningkatkan tingkat kemauan anak dalam beraktifitas.
4) Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki anti slip yang mendukung untuk berjalan.
Rasional: mengurangi resiko cedera.
5) Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan.
Rasional: menentukan program terapi yang cocok bagi anak.
e. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan medis, kemoterapi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan: nyeri berkurang hingga tingkat yang bisa diterima anak
Kriteria Hasil:
1) Anak beristirahat dengan tenang,
2) Anak tidak mengungkapkan keluhan gangguan rasa nyaman.
Batasan Karakteristik:
1) Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat,
2) Posisi untuk menghindari nyeri,
3) Perubahan tonus otot,
4) Perubahan selera makan,
5) Fokus menyempit,
6) Bukti nyeri yang dapat diamati.
Intervensi:
1) Sedapat mungkin, gunakan prosedur yang tidak invasif.
Rasional: untuk meminimalkan rasa nyeri
2) Implementasikan teknik pereda nyeri nonfarmakologik yang tepat.
Rasional: mengurangi rasa nyeri.
3) Berikan analgetik sesuai resep.
Rasional: mengurangi nyeri.
4) Berikan obat-obatan menurut jadwal pemberian preventif.
Rasional: untuk mencegah timbulnya kembali rasa nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Broker, Chris.2009.Ensiklopedia Keperawatan.Alih bahasa Andry H dkk editor bahasa Indonesia Estu Tiar.Jakarta :EGC
Carpenito, Lynda jual.2009.Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek KlinisEdisi 9. Alih bahasa Kusrini Semarwati Kadar editor bahasa Indonesia Eka Anisa, Mardella, Meining Issuryanti.Jakarta : EGC
Christense, Paula J.2009.Proses Keperawatan : Aplikasi Model Konseptual Edisi 4 alih bahasa Yuyun Yuningsih, Yasmin Asih editor bahasa Indonesia Egi Komara Yudha,Nike Budhi Subekti.Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Engel, Joyce. 2009. Pengkajian Pediatrik. Jakarta: EGC
Hull, David & Derek I. Johnston. 2009. Dasar-Dasar Pediatrik. Jakarta: EGC
James, dkk. 2006. Lecture Notes Oftalmologi Edisi 9.Alih bahasa dr. Asri D, Rachmawati. Jakarta: Penerbit Erlangga
Jong, Winde.2005.Kanker, Apakah Itu ? Pengobatan, Harapan Hidup, dan Dukungan Keluarga.Alih bahasa Astoeti Suharto.Jakarta : Arcan
K. Eileen Allen, Lynn. 2010. Profil Perkembangan Anak Prakelahiran Hingga Usia 12 Tahun. Jakarta: PT. Indeks
Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Muscari, Mary E.2005.Keperawatan Pediatrik Edisi 3.Alih bahasa Alfrina.Jakarta : EGC
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 1.Editor Richard E, dkk.Editor Edisi Bahasa Indonesia A. Samik W.Edisi 15. Jakarta: EGC
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 3.Editor Richard E, dkk.Editor Edisi Bahasa Indonesia A. Samik W.Edisi 15. Jakarta: EGC
Paduppai, Suliati. 2010. Characteristic of Retinoblastoma Patiens at Wahidin Sudiro Husodo Hospital 2005-2010. The Indonesian Journal of Medical Science.2.No. 1: Juli 2010: 1-7
Pearce,Evelyn C. 2008. Anatomi dan FIsiologi untuk Paramedic.Jakarta : Gramedia
Rahman, Ardizal. 2008. Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Retinoblastoma.Majalah Kedokteran Andalas.18 Oktober 2008: 57-62
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Suparman, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9.Alih bahasa Esty Wahyuningsih. Jakarta: EGC
Wong, Donna L.2009.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume I.Alih bahasa Agus Sutarna dkk.Jakarta : EGC
Best Retinoblastoma Hospital in India - India boasts top-tier medical facilities for retinoblastoma treatment, including Aravind Eye Hospital (Madurai), Tata Memorial Hospital (Mumbai), and All India Institute of Medical Sciences (AIIMS Delhi). These centers excel in pediatric oncology, offering cutting-edge therapies and expert care, making them among the nation's best for combating retinoblastoma. Fore move visit: Medical Tourism Company in India
ReplyDelete