Saturday, 15 September 2018

Makalah Demam berdarah DHF(Dengue Haemorrhagic Fiver)

TINJAUAN PUSTAKA
A.    TINJAUAN TEORI
Pengertian
Demam Dengue (DD) dan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demem akut yang dapat menyebabkan kematian dan disebabkan oleh empat serotipe virus dari Flavivirus, virus RNA dari keluarga Flaviviridae.(Soedarto, 2012)
Demam dengue (dengue fever,DF) adalah suatu sindrom bersifat akut benigna disebabkan oleh arbovirus yang ditandai oleh demam bifasik, nyeri otot/sendi, ruam kulit, sefalgia dan limfadenopati. Infeksi sekunder oleh virus dengue dengan serotipe berbeda merupakan faktor resiko atas timbulnya demam berdarah dengue atau dengue haemorrhagic fever (DHF), di mana penyakit berlangsung berat dengan febris, manifestasi perdarahan, dan dapat terjadi batuk yang dikenal sebagai sindrom rejatan dengue atau dengue shock syndrome (DSS) yaitu lebih disertai dengan kegagalan fungsi sirkulasi, kehilangan protein, dan dapat berakibat fatal.(Widagdo, 2011)
Penyakit Demam Berdarah (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever   ( DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.(Akhsin Zulkoni, 2010)

Etiologi
Menurut FKUI (2005) Virus dengue termasuk dalam kelompok arbovirus B. Dikenal 4 serotipe virus dengue yang saling tidak mempunyai imunitas silang. Sabin adalah orang pertama yang berhasil mengisolasi vieus dengue, yaitu dari darah penderita sewaktu terjadi epidemi demam dengue di Hawaii dengan diberi nama tipe 1, sedangkan virus dari penderita  demam dengue yang berasal dari New Guinea diberi nama tipe2.
Virus dengue tipe 1 dan tipe 2 berhasil diisolasi dengan menyuntik darah penderita secara intrakutis pada anak tikus putih muda. Dari serum penderita yang diserang Philippine haemorrhagic fever yang terjadi di Manila pada tahun 1953 dapat diisolasi tipe virus dengue baru yang diberi nama  virus dengue tipe 3 dan 4.
Menurut Sudoyo Aru dkk, (2009), Virus dengue termasuk genus Flavivirus, keluarga flavivirus. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
Penularan
Penularan Dengue Haemorrhagic Fever menurut Akhsin Zulkoni (2010),  terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti/ Aedes alpopictus dewasa betina yang sebelumnya membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti sering menggigit manusia pada waktu pagi (setelah matahari terbit) dan siang hari (sampai sebelum matahari terbenam). Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun, dan sebagian besar tinggal di lingkungan  lembab, serta daerah pinggiran kumuh. Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit demam berdarah dengue, antara lain faktor host, lingkungan (environment) dan vaktor virusnya sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim); Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi, penduduk).
Menurut Widagdo (2011), Gambaran epidemilogi dari DF tergantung kepada jenis nyamuk yang ada di daerah msing-masing. DHF terjadi bila mana virus dengue dari beberapa tipe ditularkan secara simultan atau berurutan. Infeksi dengue tipe 2 biasanya berlangsung ringan dengan gambaran yang tidak jelas, berupa infeksi saluran nafas atas, atau DF , tetapi dapat juga langsung menimbulkan gambaran DHF dapat terjadi pada infeksi primer dengue.
Manifestasi Klinis
Menurut Akhsin Zulkoni (2010), manifestasi klinis yang terjadi pada penderita Dengue Haemorrhagic Fiver yaitu :
1.         Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38oC-40oC)
2.         Manifestasi perdarahan (hidung, gusi, mimisan, kulit lengan)
3.         Hepatomegali (pembesaran hati)
4.         Syok, tekanan nadi kurang dari 20 mmHg, tekanan sistolik sampai     kurang dari 80 mmHg
5.         Trombositopenia, pada hari ke 3-7 ditemukan trombosit dibawah 100.000/mm3
6.         Gejala klinis lain : lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, kejang, dan sakit kepala.
Manifestasi klinis menurut NANDA (2013) yaitu :
1.         Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.
2.         Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa:
a.     Uji tourniquet positif
b.    Peteke, ekimosis, atau purpura.
c.    Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas suntikan.
d.    Hematemesis atau melena.


3.         Kebocoran plasma yang ditandai dengan :
a.    Peningkatan nilai hematokrit 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin.
b.    Penurunan nilai hematokrit 20% setelah pemberian cairan yang adekuat
4.         Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura
Menurut WHO (2009), Manifestasi klinis dari infeksi virus Dengue termasuk infeksi asimtomatik demam dengue (DF ) dan demam berdarah penyakit berat shock syndrome demam berdarah / dengue (DBD / DSS ) . Biasanya infeksi dengue tidak menunjukkan gejala atau gejala ringan mungkin termasuk dalam bentuk demam dibedakan dengan atau tanpa ruam. Khas DF ditandai dengan demam tinggi, sakit kepala parah, myalgia, arthralgia, retro-orbital nyeri dan ruam makulopapular.Beberapa pasien menunjukkan petechiae , memar atau trombositopenia. Presentasi klinis infeksi dengue akut non - spesifik .Namun 5-10 % pasien berkembang menjadi parah DHF / DSS yang dapat mengakibatkan kematian jika tidak dikelola dengan tepat .
Patofisiologi
Menurut FKUI (2005), Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit yang membedakan DHF dari dengue klasik adalah meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunya volume plasma, serta terjadinya hipotensi, trombositopeni dan diastesis hemorrhagic. Pada kasus berat, renjatan terjadi secara akut dan nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Ada dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat dari kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler melalui kapiler yang rusak, sehingga mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningkatnya nilai hematokrit. Bukti dugaan ini adalah ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa, yaitu rongga peritonium, pleura, dan perikard yang ternyata melebihi pemberian cairan infus, seta terjadinya bendungan pembuluh darah paru. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari awal demam sampai puncaknya pada masa renjatan.Trombositopeni yang hebat, gangguan fungsi trombosit, dan kelainan fungsi koagulasi merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan. Perdarahan kulit umumnya disebabkan oleh faktor kapiler dan trobositopeni, sedangkan perdarahan masif diakibatkan oleh kelainan yang lebih kompleks, yaitu trobositopeni, gangguan faktor pembekuan, dan mungkin juga faktor DIC.
Menurut Widagdo (2011), pada infeksi dengue biasanya tidak dijumpai adanya perubahan yang terkait sebagai penyebab kematian; dalam beberapa keadaan mungkin berhubungan dengan adanya perdarahan di saluran cerna dan intrakranial. Perdarahan ringan dan sedang dapat dilihat di saluran cerna bagian atas, petekie dapat ditemukan di septum ventrikel, perikard, lapisan subserosa organ dalam. Perdarahan fokal dapat terlihat di hati, paru, kelenjar adrenal, dan ruang subarahnoid. Hati membesar disertai dengan degenerasi lemak.
Klasifikasi
Menurut Sodikin (2012), derajat DHF diklasifikasikan dengan 4 derajat, dimana hal ini sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi, terdiri dari :
a.    Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung.
b.    Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
c.    Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepet dan lambat, tekanan nadi menurun, (20 mmHg atau kurang atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.
d.   Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba, dan tekanan darah tidak teratur.
Klasifikasi menurut Taufan (2011) terdiri dari :
1.    Derajat I
Demam, RL (+), trombositopenia, tanpa perdarahan spontan
2.    Derajat II
Disertai perdarahan spontan pada kulit dan di tempat lain
3.    Derajat III
Kegagalan sirkulasi : nadi cpat, dan lemah, hipotensi, gelisah, kulit dingin, dan lembab, sianosis (tanda dari rejatan)

4.    Derajat IV
Rejatan barat, syok.
Komplikasi
Menurut Soedarto (2012), komplikasi yang terjadi pada penderita dengue terutama terjadi pada waktu dilakukan tindakan pengobatan terhadap dengue haemorrhagic fever dan dengue shock syndrom yaitu :
1.    Komplikasi susunan saraf pusat : kejang-kejang kadang terlihat pada fase demam pada bayi. Keadaan ini karena demam tinggi, karena pada pemerikisaan cairan serebrospinal tidak terjadi kelainan.
2.    Ensefalopati, komplikasi neurologik ini akibat pemberian cairan hepotonik yang berlebihan pada waktu dilakukan pengobatan terhadap DBD/DSS, penderita mengalami hiponatriemia.
3.    Infeksi, pneumonia, sepsis/flebitis akibat pencamaran bakteri Gram-negatif pada alat-alat yang digunakan pada waktu pengobatan misal : Tranfusi/pemberian infus cairan.
Menurut Herry Garna (2012), komplikasi dari Dengue Haemorrhagic Fever yaitu:
1.    Jantung
2.    Terkenanya hepar/hati
3.    Ensefalopati
4.    Sistem pernafasan


Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau DBD menurut Soedarto (2012) yaitu :
1.    Trombositopeni (kurang dari 100.000 per mm3) antara hari ke-3 dan ke-8 dari penyakit, sering terjadi sebelum atau bersama waktunya dengan perubahan hematokrit;
2.    Hemokonsentrasi dengan hematokrit yang meningkat lebih dari 20% menunjukkan adanya perembesan plasma karena meningkatnya permeabilitas vaskuler.
3.    Leukopeni dengan Limfositosis relatif terjadi pada akhir fase demam, sebelum terjadinya kemunduran kondisi penderita atau sebelum terjadinya syok.
4.    Albuminuri kadang-kadang ditemukan.
5.    Tinja berdarah sering ditemukan.
6.    Partial thromboplastin time dan prothrombin time memanjang pada 1/3 1/2 penderita DBD
7.    Thrombin time memanjang pada penyakit DBD yang berat
8.    Fungsi trombosit tidak sempurna
9.    Komplemen C3 serum berkurang
10.     Hipoproteinemi
11.     Hiponatremi
12.     Aminotransferasi aspartat serum meningkat.
13.     Asidosis metabolik sering dijumpai pada syok yang berkepanjangan
14.     Nitrogen urea darah (BUN) meningkat pada stadium terminal syok
15.     Efusi pleura pada pemeriksaan sinar-X dad. Luas efusi pleura menunjukan beratnya penyakit.Efusi pleura bilateral sering ditemukan pada syok.
Menurut Banerjee (2008), Trombositopenia ini mungkin karena penurunan produksi di sumsum tulang , tulang sementara penekanan sumsum.Kompleks virus-antibodi kerusakan kekebalan dimediasi platelet atau meningkat konsumsi platelet yang disebabkan oleh sekunder infeksi yang berkaitan dengan pelepasan tingkat tinggi platelet faktor mengaktifkan atau meningkatkan kerekatan platelet ke sel-sel endotel vaskular. Pada DBD , mungkin ada bukti kebocoran plasma sebagai dibuktikan dengan asites dan efusi pleura .
Penatalaksanaan Medis
Dalam pemberian terapi medis untuk klien Dengue Haemorrhagic Fiver menurut Widagdo (2011) yaitu :
1.    Bila tanpa komplikasi cukup terapi suportif, yaitu istirahat selama demam, pemberian antipiretik menghindari agar suhu tidak melebihi 400C (aspirin adalah indikasi kontra karena berpengaruh kepada hemostatis).
2.    Cairan dan elektrolit diberikan untuk mengganti kekurangan akibat febris, muntah, diare, dan kurang asupan.
3.    Terhadap anak dengan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau Dengue Shock Syndrome (DSS) segera dilakukan evaluasi dan monitoring terhadap fungsi sirkulasi dan pernafasan,Hematokrit, dan dehidrasi, minimal dalam waktu 48 jam pertama rawat.
4.    Klien dengan sesak nafas atau sianosis segera diberi oksigen 2 liter per menit.
5.    Pemberian cairan intravena dengan Ringer Laktat segera dilakukan untuk memperbaiki dan mempertahankan kebutuhan cairan yang adekuat.
6.    Bila dengan pemberian cairan Ringer Laktat ternyata Hematokrit masih tinggi maka hal ini merupakan indikasi untuk memberi plasma atau plasma ekspander. Yang perlu diperhatikanpada pemberian cairan Ringer Laktat dalah menghindari terjadinya kelebihan cairan tubuh (overhydration) yang dapat menimbulkan gagal jantung.
7.    Transfusi darah segar dilakukan bila tidak ada lagi hemokonsentrasi (Ht <40%).
8.    Untuk febris diberikan parasetamol atau ibuprofen.
9.    Bila terjadi DIC diberikan pengobatan heparin.
10.               Penggunakan vasopresor, kortikosteroid tidak dianjurkan karena tidak mengurangi angka kematian dan lama penyakit secara bermakna.
11.               Digitalisasi dan diuretika mungkin diperlukan bila terjadi tanda-tanda gagal jantung karena hipervolemia akibat dari reabsorbsi cairan yang ditandai oleh penurunan Ht yang cepat.
Pencegahan
Menurut Akhsin Zulkoni (2010), penyakit DHF dapat dicegah dengan mengendalikan vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa lingkup yang tepat, yaitu dari sisi :
1.    Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), meliputi :
a.         Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
b.         Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sakali.
c.          Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
d.        Mengubur kaleng-kaleng bekas, dan ban bekas disekitar rumsh dan lain-lain.
2.    Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan capung), dan bakteri (Bt.H-14).
3.    Kimiawi
Pengendalian nyamuk secara kimiawi dapat dilakukan dengan : Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
4.    Memberikan bubuk abate(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Menurut Widagdo (2011), Pencegahan dengue lebih ditunjukkan  untuk menghindari gigitan nyamuk antara lain dengan cara : menggunakan insektisida, repelan, kelambu, dan pemasangan kassa nyamuk di rumah. Persediaan air untuk keperluan rumah tangga harus dijaga agar tidak menjadi tempat bertelur nyamuk, atau diberikan abate. Demikian juga dengan genangan air di sekitar rumah harus dihilangkan, dan tempat-tempat yang diduga sebagai habitat nyamuk harus dibersihkan. Upaya penyemprotan nyamuk dapat dilakukan secara masal di suatu wilayah dengan pengasapan (fogging) malathion dimaksudkan untuk membunuh nyamuk secara tepat bila terjadi wabah. Vaksin dengue tipe 1, 2, 3, dan 4 masih dalam penelitian. Vaksinasi demam kuning tidak mempunyai efek terhadap dengue, walaupun vaksinasi ini menimbulkan serokonversi dengue tipe 2.
Dampak Hospitalisasi Pada Anak Usia 3 tahun
Menurut Soetjiningsih (2005), dampak penyakit dan hospitalisasi pada anak usia 3 tahun yaitu :
1.    Reaksi terhadap penyakit
a.    Anak usia prasekolah merasa fenomena nyata yang tidak berhubungan sebagai penyebab penyakit.
b.    Cara berfikir magis menyebabkan mereka memandang penyakit sebagai suatu hukuman. Selain itu, anak usia prasekolah mengalami konflik psikososial dan takut terhadap mutilasi, menyebabkan anak terutama takut terhadap pengukuran suhu rektal dan kateterisasi urine.
2.    Reaksi terhadap hospitalisasi
a.         Mekanisme pertahanan adalah regresi. Mereka akan bereaksi terhadap perpisahan dengan regresi dan menolak untuk bekerja sama.
b.         Merasa kehilangan kendali  karena mereka mengalami kehilangan kekuatan mereka sendiri.
c.         Takut terhadap cedera tubuh dan nyeri, mengarah kepeda rasa takut terhadap mutilasi dan prosedur yang menyakitkan.
d.        Menginterprestasikan hospitalisasi sebagai hukuman dan perpisahan dengan orang tua sebagai kehilangan kasih sayang.
Tumbung kembang usia 3 tahun
Tumbuh kembang usia 3 tahun, menurut Allen dan Marotz (2010) yaitu:
Anak usia 3 tahun dapat menguasai beberapa bahasa yang penting menurutnya dan dapat bergaul di lingkungan sosial. Perkembangan fisilologi ditandai dengan pertambahan berat badan empat kali berat badan lahir, tinggi badan meningkat hampir dua kali lipat tinggi badan bayi, kaki tumbuh lebih cepat daripada tangan, lingkar dada dan kepala sama; ukuran kepala lebih proporsional untuk tubuh, perkembangan organ seksual sesuai dengan perkembangan somatik. Sedangakan perkembangan patofisiologi yaitu perkembangan bahasa muncul secara cepat diantara 2-5 tahun. Bahasa berhubungan dengan perkembangan kognitif dan emosional, sering bermain di sembarang tempat, suka menyuapi, memangku, dan menyelimuti boneka, suka menaruh pakaian kotor di sembarang tempat, suka melompat dari undakan yang terendah mendarat dengan kedua kaki, mengayuh sepeda kecil beroda tiga, senang bermain ayunan, suka membuat coretan atau menggambar dengan krayon, suka mendengarkan dan berkomentar mengenai cerita sesui umurnya.
B.     TINJAUAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Menurut Potter (2005), pengkajian pasien dengan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) yaitu :
1.    Identitas Pasien
     Nama, umur, (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2.    Keluhan Utama
     Alasan/keluhan menonjol pada pasien DHF untuk datang ke Rumah Sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
3.    Riwayat Penyakit Sekarang
     Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan, muntah anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, seta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi, (grade III,IV), melena atau hematemesis.
4.    Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak bisa mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
5.    Riwayat Imunisasi
     Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
6.    Riwayat Gizi
     Status anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga ststus gizinya menjadi kurang.
7.    Kondisi Lingkungan
     Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar) 
8.    Pola Kebiasaan
a.         Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan nafsu makan menurun
b.         Eliminasi Alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami diare konstipasi. Sementara DHF pada grade III-IV bisa terjadi melena.
c.         Eliminasi Urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d.        Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
e.         Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
f.          Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga kesehatan.
9.    Pemeriksaan Fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak adalah sebagai berikut :
a.         Grade I : kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan nadi lemah.
b.         Grade II : kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
c.         Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.
d.        Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernafasan tidak teratur, akstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.
10.     Sistem Integumen menurut Potter (2005), yaitu:
a.    Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab.
b.    Kuku sianosis/tidak.
c.    Kepala dan leher.
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,III,IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan, gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telinga (pada grade II,III,IV).
d.   Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan. (efusi pleura), Rales positif, Ronchi positif yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
e.    Abdomen. Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hematomegali), dan asites.
f.     Ekstremitas. Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.
11.     Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
                                 a.          Hb dan PCV meningkat (20%)
                                b.          Trombositopenia (100.000/ml)
                                 c.          Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)
                                d.          Ig.D. dengue positif.
                                 e.          Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
                                 f.          Urium dan pH darah mungkin meningkat.
                                g.          Asidosis metabolik : pCO235-40 mmHg dan HCO3 rendah.
                                h.          SGOT/SGPT mungkin meningkat.
Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2013), Diagnosa keperawatan dengan Dengue Haemorrhagic Fever yang muncul antara lain:
1.    Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kebocoran plasma darah.
Definisi : Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan.
a.    Batasan Karakteristik :
1)   Tidak ada nadi
2)   Perubahan fungsi motorik
3)   Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, kelembaban, kuku, sensasi, suhu).
4)   Indek ankle-brakhial <0,90
5)   Perubahan tekanan darah diekstremitas
6)   Waktu pengisian kapiler >3 detik
7)   Klaudikasi
8)   Warna tidak kembali ketungkai saat tungkai diturunkan
9)   Kelambatan penyembuhan luka perifer
10)    Penurunan nadi
11)    Edema
12)    Nyeri ektremitas
13)    Pemendekan jarak total yang ditempuh dalam uji berjalan enam menit
14)    Pemendekan jarak bebas nyeri yang ditempuh dalam uji  berjalan enam menit
15)    Perestesia
16)    Warna kulit pucat saat elevasi
b.    Faktor yang berhubungan
1)   Kurang pengetahuan tentang faktor pemberat (mis: merokok, gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asuopan garam, imobilitas)
2)   Kurang pengetahuan tentang proses penyakit (mis: diabetes, hiperlipidemia)
3)   Diabetes militus
4)   Hipertensi
5)   Gaya hidup monoton
6)   Merokok
7)   Kebocoran plasma darah
2.    Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Definisi : Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
a.    Batasan Karakteristik
1)   Konvulsi
2)   Kulit kemerahan
3)   Peningkatan suhu diatas kisaran normal
4)   Kejang
5)   Takikardi
6)   Takipnea
7)   Kulit terasa hangat
b.    Faktor-faktor yang berhubungan
1)   Anastesia
2)   Penurunan respirasi
3)   Dehidrasi
4)   Pemajanan lingkungan yang panas.
5)   Penyakit
6)   Pemakaian pakain yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan
7)   Peningkatan laju metabolisme
8)   Medikasi
9)   Trauma
10)    Aktivitas berlebihan
3.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
a.    Batasan Karakteristik
1)   Kurang makan
2)   Berat badan 20%atau lebih dibawah berat badan ideal.
3)   Kurang informasi
4)   Kurang minat pada makan
5)   Menghindari makanan.
b.    Faktor-faktor yang berhubungan
1)   Faktor biologis
2)   Faktor ekonomi
3)   Ketidak mampuan untuk mengabsorbsi nutrien
4)   Ketidakmampuan untuk mencerna makanan
5)   Nutrisi tidak adekuat.
4.    Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah (trobositopenia).
Definisi : Beresiko mengalami penurunan volume darah yang dapat mengganggu kesehatan.
a.    Faktor resiko :
1)   Koagulopati inheren (misalnya : trombositopenia),
2)   riwayat jatuh.
3)   Aneurisme
4)   Sirkumsisi
5)   Trauma
6)   Efek samping terkait terapi (misalnya : pemberian obat)
5.    Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi.
Definisi: Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi.
a.    Batasan Karakteristik
1)   Prubahan kedalaman pernafasan
2)   Perubahan ekskursi dada
3)   Pernafasan cuping hidung
4)   Pernafasan bibir
5)   Takipneu
6)   Dipneu
7)   Penurunan tekanan ekspirasi
8)   Penggunaan otot aksesorius untu bernafas.
b.    Faktor-faktor yang berhubungan
1)   Ansietas
2)   Posisi tubuh
3)   Deformitus dinding dada
4)   Keletihan
5)   Hiperventilasi/Hipoventilasi
6)   Nyeri
7)   Spasme otot-otot pernafasan.
Intervensi Keperawatan
Menurut NANDA (2013), Intervensi keperawatan dengan Dengue Haemorrhagic Fever yang muncul antara lain:
1.    Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kebocoran plasma darah.
b.    Tujuan dan kriteria hasil
1)   Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam diharapkan perfusi jaringan perifer kembali adekuat.
2)   Kriteria Hasil :
                                                   a)     Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
(1)     Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan.
(2)     Tidak ada ortostatik hipertensi.
(3)     Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 16 mmHg)
                                                  b)     Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan :
(1)     Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.
(2)     Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi.
(3)     Memproses informasi.
(4)     Membuat keputusan dengan benar.
                                                   c)     Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan-gerakan involunter.
c.    Intervensi
1)   Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/ dingin/ tajam/ tumpul.
Rasional : Suhu dingin, warna pucat pada ekstremitas menunjukkan sirkulasi darah kurang adekuat.
2)   Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui penurunan perfusi ke jaringan.
3)   Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi.
Rasional : Untuk membantu memantau pasien agar mendapatkan pertolongan pertolongan dini.
4)   Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
Rasional : Untuk melindungi diri dari penularan penyakit.
5)   Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
Rasional : Mengurangi resiko kebocoran plasma.
6)   Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Untuk pemberian terapy medis.
2.    Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
a.    Tujuan dan Kriteria Hasil
1)   Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan suhu tubuh dalam batas normal.
2)   Kriteria Hasil:
a)    Suhu tubuh dalam rentang normal
b)   Nadi dan RR dalam rentang normal
c)    Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
b.    Intervensi
1)   Monitor suhu sesering mungkin
Rasional: Untuk mengidentifikasi seberapa besar derajat demam pasien.
2)   Monitor tekanan darah,nadi dan pernafasan.
Rasional: Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
3)   Berikan kompres hangat
Rasional: Kompres hangat menyebabkan vasodilatasi sehingga terjadi perpindahan panas secara evoforasi.
4)   Monitor warna dan suhu kulit
Rasional: Untuk mengetahui suhu kulit.
5)   Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan cairan intravena
Rasional: Untuk cairan intravena dapat menyeimbangkan pengeluaran yang adekuat.
3.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
a.    Tujuan dan Kriteria Hasil
1)   Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi kembali terpenuhi.
2)   Kriteria Hasil:
a)    Adanya peningkatan berat bedan sesuai dengan tujuan
b)   Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c)    Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d)   Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
b.    Intervensi
1)   Kaji adanya alergi makanan
Rasional : Menghindarkan makanan yang dapat menimbulkan alergi

2)   Monitor mual dan muntah
Rasional : Dapat mengidentifikasi intervensi yang diperlukan oleh pasien
3)   Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Rasional : Untuk mengetahui intake yang masuk kedalam tubuh.
4)   Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Rasional : Nutrisi parenteral dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
5)   Monitor adanya penurunan berat badan
Rasional : Dengan menimbang berta badan dapat mengetahui apakah ada perubahan dalam pemenuhan nutrisi.
6)   Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Rasional : Meningkatkan pengetahuan untuk keluarga dan pasien tentang nutrisi sehingga memotivasi untuk makan meningkat.
4.    Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah (trobositopenia).
a.    Tujuan dan Kriteria Hasil
1)   Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan tidak terjadi perdarahan , peningkatan trombosit meningkat.
2)   Kriteria Hasil :
a)    Tekanan darah dalam batas normal
b)   Tidak ada distensi abnormal
c)    Hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal.
b.    Intervensi
1)   Monitor ketat tanda-tanda perdarahan
     Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
2)   Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.
3)   Monitor nilai laboratorium
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
4)   Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
Rasional : Mengoptimalkan istirahat pasien.
5)   Kolaborasi dalam pemberian obat dan manfaatnya
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.
5.    Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi.
a.    Tujuan dan Kriteria Hasil
1)   Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas efektif.

2)   Kriteria Hasil:
a)    Mendemonstrasiakan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah)
b)   Menunjukkan jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa tercekik, irama nafas frekuensi pernafasan dalam rentang normal,tidak ada suara nafas abnormal )
c)     Tanda-tanda vital dalam rentang normal(tekanan darah, nadi, pernafasan).
b.    Intervensi
1)   Buka jalan nafas
     Rasional : Untuk mengoptimalkan jalan nafas
2)   Posisikan pasien untuk mengoptimalkan ventilasi
     Rasional : Untuk mengoptimalkan akspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
3)   Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat bantu jalan nafas buatan.
     Rasional : Untuk memberikan pertolongan sedini mungkin.
4)   Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigenasi.
     Rasional : Untuk menfasilitasi dalam pengobatan sesak nafas.
5)   Monitor adanya kecemasan  pasien terhadap oksigenasi.
     Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien. 

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Jual- Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. EGC: Jakarta
FKUI. 2005. Buku Kuliah Kesehatan Anak. Infomedika: Jakarta
http://www. Skripsistikes. Wordpress.com (2008)  diakses 26 Maret 2014
Marotz and Allen. 2010. Profil Perkembangan Anak. PT. Indeks: Jakarta
NANDA NIC-NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Jilid 1. Yogyakarta
Nugroho Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan: Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit Dalaam. Nuha Medika: Yogyakarta
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar  Fundamental Keperawatan: Konsep, proses dan praktek. Edisi 4. Vol. 1. EGC. Jakarta
Sodikin. 2012. Prinsip Perawatan pada Anak. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorrhagic Fever). Sagung Seto. Jakarta
Soetjiningsih. 2005. Tumbuh Kembang Anak. EGC: Jakarta
Widagdo. 2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi pada Anak. Sagung Seto: Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9. EGC. Jakarta
World Health Organization. 2008. http:// who.com/kasus/DBD. diakses 6 April 2014
Zulkoni Akhsin. 2010. Parasitologi. Nuha Medika. Yogyakarta

1 comment:

Makalah Asfiksia

LANDASAN TEORI A.     Pengertian Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terl...