TINJAUAN PUSTAKA
A.
TINJAUAN
TEORI
Pengertian
Demam Dengue (DD) dan Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) adalah penyakit demem akut yang dapat menyebabkan kematian dan disebabkan
oleh empat serotipe virus dari Flavivirus,
virus RNA dari keluarga Flaviviridae.(Soedarto,
2012)
Demam dengue (dengue fever,DF) adalah suatu sindrom
bersifat akut benigna disebabkan oleh arbovirus yang ditandai oleh demam
bifasik, nyeri otot/sendi, ruam kulit, sefalgia dan limfadenopati. Infeksi
sekunder oleh virus dengue dengan serotipe berbeda merupakan faktor resiko atas
timbulnya demam berdarah dengue atau dengue haemorrhagic fever (DHF), di mana
penyakit berlangsung berat dengan febris, manifestasi perdarahan, dan dapat
terjadi batuk yang dikenal sebagai sindrom rejatan dengue atau dengue shock
syndrome (DSS) yaitu lebih disertai dengan kegagalan fungsi sirkulasi,
kehilangan protein, dan dapat berakibat fatal.(Widagdo, 2011)
Penyakit Demam Berdarah (DBD) atau Dengue Haemorrhagic
Fever ( DHF) ialah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus.(Akhsin Zulkoni, 2010)
Etiologi
Menurut FKUI (2005) Virus dengue termasuk dalam
kelompok arbovirus B. Dikenal 4 serotipe virus dengue yang saling tidak
mempunyai imunitas silang. Sabin adalah orang pertama yang berhasil mengisolasi
vieus dengue, yaitu dari darah penderita sewaktu terjadi epidemi demam dengue
di Hawaii dengan diberi nama tipe 1, sedangkan virus dari penderita demam dengue yang berasal dari New Guinea
diberi nama tipe2.
Virus dengue tipe 1 dan tipe 2 berhasil diisolasi
dengan menyuntik darah penderita secara intrakutis pada anak tikus putih muda.
Dari serum penderita yang diserang Philippine haemorrhagic fever yang terjadi
di Manila pada tahun 1953 dapat diisolasi tipe virus dengue baru yang diberi
nama virus dengue tipe 3 dan 4.
Menurut Sudoyo Aru dkk, (2009), Virus
dengue termasuk genus Flavivirus, keluarga flavivirus. Terdapat 4 serotipe
virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk
terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang
tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia.
Penularan
Penularan Dengue Haemorrhagic Fever menurut Akhsin
Zulkoni (2010), terjadi melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti/ Aedes alpopictus dewasa betina yang sebelumnya membawa
virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti
sering menggigit manusia pada waktu pagi (setelah matahari terbit) dan siang
hari (sampai sebelum matahari terbenam). Orang yang beresiko terkena demam
berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun, dan sebagian besar
tinggal di lingkungan lembab, serta
daerah pinggiran kumuh. Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit demam
berdarah dengue, antara lain faktor host, lingkungan (environment) dan vaktor
virusnya sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon
imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan
laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim); Kondisi demografi (kepadatan,
mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi, penduduk).
Menurut Widagdo (2011), Gambaran epidemilogi dari DF
tergantung kepada jenis nyamuk yang ada di daerah msing-masing. DHF terjadi
bila mana virus dengue dari beberapa tipe ditularkan secara simultan atau
berurutan. Infeksi dengue tipe 2 biasanya berlangsung ringan dengan gambaran
yang tidak jelas, berupa infeksi saluran nafas atas, atau DF , tetapi dapat
juga langsung menimbulkan gambaran DHF dapat terjadi pada infeksi primer
dengue.
Manifestasi
Klinis
Menurut Akhsin Zulkoni (2010), manifestasi klinis
yang terjadi pada penderita Dengue Haemorrhagic Fiver yaitu :
1.
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38oC-40oC)
2.
Manifestasi perdarahan (hidung, gusi,
mimisan, kulit lengan)
3.
Hepatomegali (pembesaran hati)
4.
Syok, tekanan nadi kurang dari 20 mmHg,
tekanan sistolik sampai kurang dari
80 mmHg
5.
Trombositopenia, pada hari ke 3-7
ditemukan trombosit dibawah 100.000/mm3
6.
Gejala klinis lain : lemah, mual,
muntah, sakit perut, diare, kejang, dan sakit kepala.
Manifestasi
klinis menurut NANDA (2013) yaitu :
1.
Demam atau riwayat demam akut antara 2-7
hari, biasanya bersifat bifasik.
2.
Manifestasi perdarahan yang biasanya
berupa:
a. Uji
tourniquet positif
b. Peteke,
ekimosis, atau purpura.
c.
Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan
gusi), saluran cerna, tempat bekas suntikan.
d. Hematemesis
atau melena.
3.
Kebocoran plasma yang ditandai dengan :
a.
Peningkatan nilai hematokrit 20% dari nilai baku
sesuai umur dan jenis kelamin.
b. Penurunan
nilai hematokrit 20% setelah pemberian
cairan yang adekuat
4.
Tanda kebocoran plasma seperti :
hipoproteinemi, asites, efusi pleura
Menurut WHO (2009), Manifestasi klinis dari infeksi
virus Dengue termasuk infeksi asimtomatik demam dengue (DF ) dan demam berdarah
penyakit berat shock syndrome demam berdarah / dengue (DBD / DSS ) . Biasanya
infeksi dengue tidak menunjukkan gejala atau gejala ringan mungkin termasuk
dalam bentuk demam dibedakan dengan atau tanpa ruam. Khas DF ditandai dengan
demam tinggi, sakit kepala parah, myalgia, arthralgia, retro-orbital nyeri dan
ruam makulopapular.Beberapa pasien menunjukkan petechiae , memar atau
trombositopenia. Presentasi klinis infeksi dengue akut non - spesifik .Namun
5-10 % pasien berkembang menjadi parah DHF / DSS yang dapat mengakibatkan
kematian jika tidak dikelola dengan tepat .
Patofisiologi
Menurut FKUI (2005), Fenomena patofisiologi utama
yang menentukan berat penyakit yang membedakan DHF dari dengue klasik adalah meningkatnya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunya volume plasma, serta terjadinya
hipotensi, trombositopeni dan diastesis hemorrhagic. Pada kasus berat, renjatan
terjadi secara akut dan nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Ada dugaan bahwa
renjatan terjadi sebagai akibat dari kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler
melalui kapiler yang rusak, sehingga mengakibatkan menurunnya volume plasma dan
meningkatnya nilai hematokrit. Bukti dugaan ini adalah ditemukannya cairan yang
tertimbun dalam rongga serosa, yaitu rongga peritonium, pleura, dan perikard
yang ternyata melebihi pemberian cairan infus, seta terjadinya bendungan
pembuluh darah paru. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari awal
demam sampai puncaknya pada masa renjatan.Trombositopeni yang hebat, gangguan
fungsi trombosit, dan kelainan fungsi koagulasi merupakan penyebab utama
terjadinya perdarahan. Perdarahan kulit umumnya disebabkan oleh faktor kapiler
dan trobositopeni, sedangkan perdarahan masif diakibatkan oleh kelainan yang
lebih kompleks, yaitu trobositopeni, gangguan faktor pembekuan, dan mungkin
juga faktor DIC.
Menurut Widagdo (2011), pada infeksi dengue biasanya
tidak dijumpai adanya perubahan yang terkait sebagai penyebab kematian; dalam
beberapa keadaan mungkin berhubungan dengan adanya perdarahan di saluran cerna
dan intrakranial. Perdarahan ringan dan sedang dapat dilihat di saluran cerna
bagian atas, petekie dapat ditemukan di septum ventrikel, perikard, lapisan
subserosa organ dalam. Perdarahan fokal dapat terlihat di hati, paru, kelenjar
adrenal, dan ruang subarahnoid. Hati membesar disertai dengan degenerasi lemak.
Klasifikasi
Menurut Sodikin (2012), derajat DHF diklasifikasikan
dengan 4 derajat, dimana hal ini sudah ditemukan trombositopenia dan
hemokonsentrasi, terdiri dari :
a.
Derajat I : Demam disertai gejala tidak
khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung.
b.
Derajat II : Seperti derajat I, disertai
perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
c.
Derajat III : Didapatkan kegagalan
sirkulasi, yaitu nadi cepet dan lambat, tekanan nadi menurun, (20 mmHg atau
kurang atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan
anak tampak gelisah.
d.
Derajat IV : Syok berat (profound
shock), nadi tidak dapat diraba, dan tekanan darah tidak teratur.
Klasifikasi menurut
Taufan (2011) terdiri dari :
1.
Derajat I
Demam, RL (+),
trombositopenia, tanpa perdarahan spontan
2. Derajat
II
Disertai perdarahan
spontan pada kulit dan di tempat lain
3.
Derajat III
Kegagalan sirkulasi :
nadi cpat, dan lemah, hipotensi, gelisah, kulit dingin, dan lembab, sianosis
(tanda dari rejatan)
4.
Derajat IV
Rejatan barat, syok.
Komplikasi
Menurut Soedarto (2012), komplikasi yang terjadi
pada penderita dengue terutama terjadi pada waktu dilakukan tindakan pengobatan
terhadap dengue haemorrhagic fever dan dengue shock syndrom yaitu :
1.
Komplikasi susunan saraf pusat :
kejang-kejang kadang terlihat pada fase demam pada bayi. Keadaan ini karena
demam tinggi, karena pada pemerikisaan cairan serebrospinal tidak terjadi
kelainan.
2.
Ensefalopati, komplikasi neurologik ini
akibat pemberian cairan hepotonik yang berlebihan pada waktu dilakukan
pengobatan terhadap DBD/DSS, penderita mengalami hiponatriemia.
3.
Infeksi, pneumonia, sepsis/flebitis
akibat pencamaran bakteri Gram-negatif pada alat-alat yang digunakan pada waktu
pengobatan misal : Tranfusi/pemberian infus cairan.
Menurut Herry Garna
(2012), komplikasi dari Dengue Haemorrhagic Fever yaitu:
1.
Jantung
2.
Terkenanya hepar/hati
3.
Ensefalopati
4.
Sistem pernafasan
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan
laboratorium Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau DBD menurut Soedarto (2012)
yaitu :
1.
Trombositopeni (kurang dari 100.000 per
mm3) antara hari ke-3 dan ke-8 dari penyakit, sering terjadi sebelum
atau bersama waktunya dengan perubahan hematokrit;
2.
Hemokonsentrasi dengan hematokrit yang
meningkat lebih dari 20% menunjukkan adanya perembesan plasma karena
meningkatnya permeabilitas vaskuler.
3.
Leukopeni dengan Limfositosis relatif
terjadi pada akhir fase demam, sebelum terjadinya kemunduran kondisi penderita
atau sebelum terjadinya syok.
4.
Albuminuri kadang-kadang ditemukan.
5.
Tinja berdarah sering ditemukan.
6.
Partial thromboplastin time dan prothrombin
time memanjang pada 1/3 1/2 penderita DBD
7.
Thrombin time memanjang pada penyakit
DBD yang berat
8.
Fungsi trombosit tidak sempurna
9.
Komplemen C3 serum berkurang
10.
Hipoproteinemi
11.
Hiponatremi
12.
Aminotransferasi aspartat serum
meningkat.
13.
Asidosis metabolik sering dijumpai pada
syok yang berkepanjangan
14.
Nitrogen urea darah (BUN) meningkat pada
stadium terminal syok
15.
Efusi pleura pada pemeriksaan sinar-X
dad. Luas efusi pleura menunjukan beratnya penyakit.Efusi pleura bilateral
sering ditemukan pada syok.
Menurut Banerjee (2008), Trombositopenia ini mungkin karena penurunan
produksi di sumsum tulang , tulang sementara penekanan sumsum.Kompleks virus-antibodi
kerusakan kekebalan dimediasi platelet atau meningkat konsumsi platelet yang
disebabkan oleh sekunder infeksi yang berkaitan dengan pelepasan tingkat tinggi
platelet faktor mengaktifkan atau meningkatkan kerekatan platelet ke sel-sel
endotel vaskular. Pada DBD , mungkin ada bukti kebocoran plasma sebagai dibuktikan
dengan asites dan efusi pleura .
Penatalaksanaan Medis
Dalam pemberian terapi medis untuk klien Dengue Haemorrhagic
Fiver menurut Widagdo (2011) yaitu :
1.
Bila tanpa komplikasi cukup terapi
suportif, yaitu istirahat selama demam, pemberian antipiretik menghindari agar
suhu tidak melebihi 400C (aspirin adalah indikasi kontra karena
berpengaruh kepada hemostatis).
2.
Cairan dan elektrolit diberikan untuk
mengganti kekurangan akibat febris, muntah, diare, dan kurang asupan.
3.
Terhadap anak dengan Dengue Haemorrhagic
Fever (DHF) atau Dengue Shock Syndrome (DSS) segera dilakukan evaluasi dan
monitoring terhadap fungsi sirkulasi dan pernafasan,Hematokrit, dan dehidrasi,
minimal dalam waktu 48 jam pertama rawat.
4.
Klien dengan sesak nafas atau sianosis
segera diberi oksigen 2 liter per menit.
5.
Pemberian cairan intravena dengan Ringer
Laktat segera dilakukan untuk memperbaiki dan mempertahankan kebutuhan cairan
yang adekuat.
6.
Bila dengan pemberian cairan Ringer
Laktat ternyata Hematokrit masih tinggi maka hal ini merupakan indikasi untuk
memberi plasma atau plasma ekspander. Yang perlu diperhatikanpada pemberian
cairan Ringer Laktat dalah menghindari terjadinya kelebihan cairan tubuh (overhydration) yang dapat menimbulkan
gagal jantung.
7.
Transfusi darah segar dilakukan bila
tidak ada lagi hemokonsentrasi (Ht <40%).
8.
Untuk febris diberikan parasetamol atau
ibuprofen.
9.
Bila terjadi DIC diberikan pengobatan
heparin.
10.
Penggunakan vasopresor, kortikosteroid
tidak dianjurkan karena tidak mengurangi angka kematian dan lama penyakit
secara bermakna.
11.
Digitalisasi dan diuretika mungkin
diperlukan bila terjadi tanda-tanda gagal jantung karena hipervolemia akibat
dari reabsorbsi cairan yang ditandai oleh penurunan Ht yang cepat.
Pencegahan
Menurut Akhsin Zulkoni (2010), penyakit DHF dapat
dicegah dengan mengendalikan vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti.
Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
lingkup yang tepat, yaitu dari sisi :
1.
Lingkungan
Metode lingkungan untuk
mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN), meliputi :
a.
Menguras bak mandi/penampungan air
sekurang-kurangnya sekali seminggu.
b.
Mengganti/menguras vas bunga dan tempat
minum burung seminggu sakali.
c.
Menutup dengan rapat tempat penampungan
air.
d.
Mengubur kaleng-kaleng bekas, dan ban
bekas disekitar rumsh dan lain-lain.
2.
Biologis
Pengendalian biologis
antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan capung), dan
bakteri (Bt.H-14).
3.
Kimiawi
Pengendalian
nyamuk secara kimiawi dapat dilakukan dengan : Pengasapan/fogging (dengan
menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu.
4.
Memberikan bubuk abate(temephos) pada
tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan
lain-lain.
Menurut
Widagdo (2011), Pencegahan dengue lebih ditunjukkan untuk menghindari gigitan nyamuk antara lain
dengan cara : menggunakan insektisida, repelan, kelambu, dan pemasangan kassa
nyamuk di rumah. Persediaan air untuk keperluan rumah tangga harus dijaga agar
tidak menjadi tempat bertelur nyamuk, atau diberikan abate. Demikian juga
dengan genangan air di sekitar rumah harus dihilangkan, dan tempat-tempat yang
diduga sebagai habitat nyamuk harus dibersihkan. Upaya penyemprotan nyamuk
dapat dilakukan secara masal di suatu wilayah dengan pengasapan (fogging) malathion dimaksudkan untuk
membunuh nyamuk secara tepat bila terjadi wabah. Vaksin dengue tipe 1, 2, 3,
dan 4 masih dalam penelitian. Vaksinasi demam kuning tidak mempunyai efek
terhadap dengue, walaupun vaksinasi ini menimbulkan serokonversi dengue tipe 2.
Dampak
Hospitalisasi Pada Anak Usia 3 tahun
Menurut Soetjiningsih (2005), dampak penyakit dan
hospitalisasi pada anak usia 3 tahun yaitu :
1.
Reaksi terhadap penyakit
a. Anak
usia prasekolah merasa fenomena nyata yang tidak berhubungan sebagai penyebab
penyakit.
b. Cara
berfikir magis menyebabkan mereka memandang penyakit sebagai suatu hukuman.
Selain itu, anak usia prasekolah mengalami konflik psikososial dan takut
terhadap mutilasi, menyebabkan anak terutama takut terhadap pengukuran suhu
rektal dan kateterisasi urine.
2.
Reaksi terhadap hospitalisasi
a.
Mekanisme pertahanan adalah regresi.
Mereka akan bereaksi terhadap perpisahan dengan regresi dan menolak untuk
bekerja sama.
b.
Merasa kehilangan kendali karena mereka mengalami kehilangan kekuatan
mereka sendiri.
c.
Takut terhadap cedera tubuh dan nyeri,
mengarah kepeda rasa takut terhadap mutilasi dan prosedur yang menyakitkan.
d.
Menginterprestasikan hospitalisasi sebagai
hukuman dan perpisahan dengan orang tua sebagai kehilangan kasih sayang.
Tumbung
kembang usia 3 tahun
Tumbuh kembang usia 3
tahun, menurut Allen dan Marotz (2010) yaitu:
Anak usia 3 tahun dapat
menguasai beberapa bahasa yang penting menurutnya dan dapat bergaul di
lingkungan sosial. Perkembangan fisilologi ditandai dengan pertambahan berat
badan empat kali berat badan lahir, tinggi badan meningkat hampir dua kali
lipat tinggi badan bayi, kaki tumbuh lebih cepat daripada tangan, lingkar dada
dan kepala sama; ukuran kepala lebih proporsional untuk tubuh, perkembangan
organ seksual sesuai dengan perkembangan somatik. Sedangakan perkembangan
patofisiologi yaitu perkembangan bahasa muncul secara cepat diantara 2-5 tahun.
Bahasa berhubungan dengan perkembangan kognitif dan emosional, sering bermain
di sembarang tempat, suka menyuapi, memangku, dan menyelimuti boneka, suka
menaruh pakaian kotor di sembarang tempat, suka melompat dari undakan yang
terendah mendarat dengan kedua kaki, mengayuh sepeda kecil beroda tiga, senang
bermain ayunan, suka membuat coretan atau menggambar dengan krayon, suka
mendengarkan dan berkomentar mengenai cerita sesui umurnya.
B.
TINJAUAN
KEPERAWATAN
Pengkajian
Menurut Potter (2005), pengkajian pasien dengan
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) yaitu :
1.
Identitas Pasien
Nama, umur, (pada DHF paling sering
menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat,
pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2.
Keluhan Utama
Alasan/keluhan menonjol pada pasien DHF
untuk datang ke Rumah Sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
3.
Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak
yang disertai menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Turunnya panas
terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang
disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan, muntah anoreksia,
diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan
pergerakan bola mata terasa pegal, seta adanya manifestasi perdarahan pada
kulit, gusi, (grade III,IV), melena atau hematemesis.
4.
Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Penyakit apa saja yang
pernah diderita. Pada DHF, anak bisa mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe
virus yang lain.
5.
Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik,
maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
6.
Riwayat Gizi
Status anak yang menderita DHF dapat
bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko,
apabila terdapat faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering
mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak
dapat mengalami penurunan berat badan sehingga ststus gizinya menjadi kurang.
7.
Kondisi Lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat
penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang menggenang dan
gantungan baju dikamar)
8.
Pola Kebiasaan
a.
Nutrisi dan metabolisme: frekuensi,
jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan nafsu makan menurun
b.
Eliminasi Alvi (buang air besar).
Kadang-kadang anak mengalami diare konstipasi. Sementara DHF pada grade III-IV
bisa terjadi melena.
c.
Eliminasi Urine (buang air kecil) perlu
dikaji apakah sering kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV
sering terjadi hematuria.
d.
Tidur dan istirahat. Anak sering
mengalami kurang tidur karena mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga
kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
e.
Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan
tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
f.
Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga
yang sakit serta upaya untuk menjaga kesehatan.
9.
Pemeriksaan Fisik, meliputi inspeksi,
palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak adalah sebagai berikut :
a.
Grade I : kesadaran compos mentis,
keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan nadi lemah.
b.
Grade II : kesadaran compos mentis,
keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan
telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
c.
Grade III : kesadaran apatis, somnolen,
keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.
d.
Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda
vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernafasan tidak teratur,
akstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.
10.
Sistem Integumen menurut Potter (2005),
yaitu:
a. Adanya
petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan
lembab.
b. Kuku
sianosis/tidak.
c. Kepala
dan leher.
Kepala terasa nyeri,
muka tampak kemerahan karena demam (flusy),
mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade
II,III,IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan,
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan
terjadi perdarahan telinga (pada grade II,III,IV).
d. Dada
Bentuk simetris dan
kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat adanya cairan yang
tertimbun pada paru sebelah kanan. (efusi pleura), Rales positif, Ronchi
positif yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
e. Abdomen.
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hematomegali), dan asites.
f. Ekstremitas.
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.
11.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah
klien DHF akan dijumpai :
a.
Hb dan PCV meningkat (20%)
b.
Trombositopenia (100.000/ml)
c.
Leukopenia (mungkin normal atau
lekositosis)
d.
Ig.D. dengue positif.
e.
Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan
: hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
f.
Urium dan pH darah mungkin meningkat.
g.
Asidosis metabolik : pCO235-40 mmHg dan HCO3
rendah.
h.
SGOT/SGPT mungkin meningkat.
Diagnosa
Keperawatan
Menurut NANDA (2013),
Diagnosa keperawatan dengan Dengue Haemorrhagic Fever yang muncul antara lain:
1. Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kebocoran plasma darah.
Definisi : Penurunan
sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan.
a. Batasan
Karakteristik :
1) Tidak
ada nadi
2) Perubahan
fungsi motorik
3) Perubahan
karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, kelembaban, kuku, sensasi,
suhu).
4) Indek
ankle-brakhial <0,90
5) Perubahan
tekanan darah diekstremitas
6) Waktu
pengisian kapiler >3 detik
7) Klaudikasi
8) Warna
tidak kembali ketungkai saat tungkai diturunkan
9) Kelambatan
penyembuhan luka perifer
10) Penurunan
nadi
11) Edema
12) Nyeri
ektremitas
13) Pemendekan
jarak total yang ditempuh dalam uji berjalan enam menit
14) Pemendekan
jarak bebas nyeri yang ditempuh dalam uji
berjalan enam menit
15) Perestesia
16) Warna
kulit pucat saat elevasi
b. Faktor
yang berhubungan
1) Kurang
pengetahuan tentang faktor pemberat (mis: merokok, gaya hidup monoton, trauma,
obesitas, asuopan garam, imobilitas)
2) Kurang
pengetahuan tentang proses penyakit (mis: diabetes, hiperlipidemia)
3) Diabetes
militus
4) Hipertensi
5) Gaya
hidup monoton
6) Merokok
7) Kebocoran
plasma darah
2. Hipertermia
berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Definisi : Peningkatan
suhu tubuh diatas kisaran normal.
a. Batasan
Karakteristik
1) Konvulsi
2) Kulit
kemerahan
3) Peningkatan
suhu diatas kisaran normal
4) Kejang
5) Takikardi
6) Takipnea
7) Kulit
terasa hangat
b.
Faktor-faktor yang berhubungan
1) Anastesia
2) Penurunan
respirasi
3) Dehidrasi
4) Pemajanan
lingkungan yang panas.
5) Penyakit
6) Pemakaian
pakain yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan
7) Peningkatan
laju metabolisme
8) Medikasi
9) Trauma
10) Aktivitas
berlebihan
3. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang
tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
Definisi : Asupan
nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
a. Batasan
Karakteristik
1)
Kurang makan
2)
Berat badan 20%atau lebih dibawah berat
badan ideal.
3)
Kurang informasi
4)
Kurang minat pada makan
5)
Menghindari makanan.
b.
Faktor-faktor yang berhubungan
1)
Faktor biologis
2)
Faktor ekonomi
3)
Ketidak mampuan untuk mengabsorbsi
nutrien
4)
Ketidakmampuan untuk mencerna makanan
5)
Nutrisi tidak adekuat.
4. Resiko
perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah
(trobositopenia).
Definisi : Beresiko
mengalami penurunan volume darah yang dapat mengganggu kesehatan.
a. Faktor
resiko :
1)
Koagulopati inheren (misalnya :
trombositopenia),
2)
riwayat jatuh.
3)
Aneurisme
4)
Sirkumsisi
5)
Trauma
6)
Efek samping terkait terapi (misalnya :
pemberian obat)
5. Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernafasan, nyeri, hipoventilasi.
Definisi: Inspirasi
dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi.
a. Batasan
Karakteristik
1) Prubahan
kedalaman pernafasan
2) Perubahan
ekskursi dada
3) Pernafasan
cuping hidung
4) Pernafasan
bibir
5) Takipneu
6) Dipneu
7) Penurunan
tekanan ekspirasi
8) Penggunaan
otot aksesorius untu bernafas.
b. Faktor-faktor
yang berhubungan
1)
Ansietas
2)
Posisi tubuh
3)
Deformitus dinding dada
4)
Keletihan
5)
Hiperventilasi/Hipoventilasi
6)
Nyeri
7)
Spasme otot-otot pernafasan.
Intervensi Keperawatan
Menurut
NANDA (2013), Intervensi keperawatan dengan Dengue Haemorrhagic Fever yang
muncul antara lain:
1.
Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan kebocoran plasma darah.
b. Tujuan
dan kriteria hasil
1) Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam diharapkan perfusi jaringan
perifer kembali adekuat.
2) Kriteria
Hasil :
a) Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang ditandai dengan :
(1) Tekanan
systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan.
(2) Tidak
ada ortostatik hipertensi.
(3) Tidak
ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 16 mmHg)
b) Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang ditandai dengan :
(1) Berkomunikasi
dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.
(2) Menunjukkan
perhatian, konsentrasi dan orientasi.
(3) Memproses
informasi.
(4) Membuat
keputusan dengan benar.
c) Menunjukkan
fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran membaik, tidak ada
gerakan-gerakan involunter.
c. Intervensi
1) Monitor
adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/ dingin/ tajam/ tumpul.
Rasional : Suhu dingin,
warna pucat pada ekstremitas menunjukkan sirkulasi darah kurang adekuat.
2) Monitor
tanda-tanda vital
Rasional : Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui penurunan perfusi ke jaringan.
3) Instruksikan
keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi.
Rasional : Untuk
membantu memantau pasien agar mendapatkan pertolongan pertolongan dini.
4) Gunakan
sarung tangan untuk proteksi.
Rasional : Untuk
melindungi diri dari penularan penyakit.
5) Batasi
gerakan pada kepala, leher dan punggung.
Rasional : Mengurangi
resiko kebocoran plasma.
6) Kolaborasi
pemberian analgetik
Rasional : Untuk
pemberian terapy medis.
2.
Hipertermia berhubungan dengan proses
infeksi virus dengue.
a. Tujuan
dan Kriteria Hasil
1) Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan suhu tubuh
dalam batas normal.
2) Kriteria
Hasil:
a) Suhu
tubuh dalam rentang normal
b) Nadi
dan RR dalam rentang normal
c) Tidak
ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
b. Intervensi
1)
Monitor suhu sesering mungkin
Rasional:
Untuk mengidentifikasi seberapa besar derajat demam pasien.
2) Monitor
tekanan darah,nadi dan pernafasan.
Rasional: Untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
3) Berikan
kompres hangat
Rasional: Kompres
hangat menyebabkan vasodilatasi sehingga terjadi perpindahan panas secara
evoforasi.
4) Monitor
warna dan suhu kulit
Rasional: Untuk
mengetahui suhu kulit.
5) Kolaborasi
dengan dokter dalam memberikan cairan intravena
Rasional: Untuk cairan
intravena dapat menyeimbangkan pengeluaran yang adekuat.
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun.
a. Tujuan
dan Kriteria Hasil
1) Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan kebutuhan
nutrisi kembali terpenuhi.
2) Kriteria
Hasil:
a) Adanya
peningkatan berat bedan sesuai dengan tujuan
b) Berat
badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c) Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d) Tidak
ada tanda-tanda malnutrisi
b. Intervensi
1) Kaji
adanya alergi makanan
Rasional :
Menghindarkan makanan yang dapat menimbulkan alergi
2) Monitor
mual dan muntah
Rasional : Dapat
mengidentifikasi intervensi yang diperlukan oleh pasien
3) Monitor
jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Rasional : Untuk
mengetahui intake yang masuk kedalam tubuh.
4) Berikan
makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Rasional : Nutrisi
parenteral dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
5) Monitor
adanya penurunan berat badan
Rasional : Dengan
menimbang berta badan dapat mengetahui apakah ada perubahan dalam pemenuhan
nutrisi.
6) Berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi
Rasional : Meningkatkan
pengetahuan untuk keluarga dan pasien tentang nutrisi sehingga memotivasi untuk
makan meningkat.
4.
Resiko perdarahan berhubungan dengan
penurunan faktor-faktor pembekuan darah (trobositopenia).
a. Tujuan
dan Kriteria Hasil
1)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam diharapkan tidak terjadi perdarahan , peningkatan
trombosit meningkat.
2)
Kriteria Hasil :
a) Tekanan
darah dalam batas normal
b) Tidak
ada distensi abnormal
c) Hemoglobin
dan hematokrit dalam batas normal.
b. Intervensi
1) Monitor
ketat tanda-tanda perdarahan
Rasional : Membantu pasien mendapatkan
penanganan sedini mungkin.
2)
Lindungi pasien dari trauma yang dapat
menyebabkan perdarahan
Rasional
: Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.
3) Monitor
nilai laboratorium
Rasional : Penurunan
trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
4) Anjurkan
pasien untuk banyak istirahat
Rasional :
Mengoptimalkan istirahat pasien.
5) Kolaborasi
dalam pemberian obat dan manfaatnya
Rasional : Memotivasi
pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.
5.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi.
a. Tujuan
dan Kriteria Hasil
1) Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas
efektif.
2) Kriteria
Hasil:
a) Mendemonstrasiakan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah)
b) Menunjukkan
jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa tercekik, irama nafas frekuensi
pernafasan dalam rentang normal,tidak ada suara nafas abnormal )
c) Tanda-tanda vital dalam rentang normal(tekanan
darah, nadi, pernafasan).
b. Intervensi
1)
Buka jalan nafas
Rasional : Untuk mengoptimalkan jalan nafas
2)
Posisikan pasien untuk mengoptimalkan
ventilasi
Rasional : Untuk mengoptimalkan akspansi
paru dan menurunkan upaya pernafasan.
3)
Identifikasi pasien perlunya pemasangan
alat bantu jalan nafas buatan.
Rasional : Untuk memberikan pertolongan
sedini mungkin.
4)
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
terapi oksigenasi.
Rasional : Untuk menfasilitasi dalam
pengobatan sesak nafas.
5)
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat
kecemasan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
Lynda Jual- Moyet. 2008. Buku Saku
Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. EGC: Jakarta
FKUI. 2005. Buku Kuliah Kesehatan Anak. Infomedika: Jakarta
http://www.
Skripsistikes. Wordpress.com (2008)
diakses 26 Maret 2014
Marotz and Allen. 2010. Profil Perkembangan Anak. PT. Indeks:
Jakarta
NANDA
NIC-NOC. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Jilid 1. Yogyakarta
Nugroho
Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan:
Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit Dalaam. Nuha Medika: Yogyakarta
Potter
dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, proses
dan praktek. Edisi 4. Vol. 1. EGC. Jakarta
Sodikin. 2012. Prinsip Perawatan pada Anak. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Soedarto.
2012. Demam Berdarah Dengue (Dengue
Haemorrhagic Fever). Sagung Seto. Jakarta
Soetjiningsih. 2005. Tumbuh Kembang Anak. EGC: Jakarta
Widagdo.
2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit
Infeksi pada Anak. Sagung Seto: Jakarta
Wilkinson,
Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Edisi 9. EGC. Jakarta
World
Health Organization. 2008. http://
who.com/kasus/DBD. diakses 6 April 2014
Zulkoni Akhsin. 2010. Parasitologi. Nuha Medika. Yogyakarta
Ditunggu makalah selanjutnya
ReplyDelete