Sunday, 9 September 2018

Makalah stroke non hemoragik


TINJAUAN PUSTAKA
A.    Tinjauan teori
1.      Pengertian
       Stroke adalah suatu kondisi dimana terjadi gangguan pada aktivitas suplai darah ke otak. Ketika aliran darah menuju otak terganggu, maka oksigen dan nutrisi tidak dapat dikirim ke otak. Kondisi ini akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak hingga membuat mati. Matinya sel-sel otak kadang menyebabkan pembuluh darah otak pecah, sehingga mengakibatkan perdarahan pada bagian otak (Koni, 2009)
       Stroke adalah penyebab kematian ketiga pada orang dewasa di Amerika Serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke adalah lebih dari 200.000. Insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per tahun. Dua pertiga kasus stroke terjadi pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Berdasarkan data dari seluruh dunia, penyakit stroke adalah penyebab kematian tersering pertama dan kedua  dan menempati urutan kelima dan keenam sebagai penyebab kecacatan (Price, 2006)
       Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, sembuh dengan cacat atau kematian akibat gangguan aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun  non perdarahan. Stroke adalah kerusakan (infark) dari sebagian otak karena kekurangan aliran darah ke otak (Junaidi, 2004)
       Menurut Corwin (2009), Stroke non hemoragik adalah terjadinya penyumbatan arteri akibat thrombus (bekuan darah di arteri serebri) atau embolus (bekuan darah yang berjalan ke otak dari tempat lain di tubuh). Sedangkan menurut Batticaca (2008) Stroke iskemik atau stroke non hemoragik adalah infark atau kematian jaringan yang serangannya terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya timbul setelah beraktifitas fisik atau karena psikologis (mental) yang disebabkan karena thrombosis maupun emboli pada pembuluh darah di otak.
2.      Etiologi
       Penyebab tersering stroke adalah penyakit degeneratif arteri, baik aterosklerosis pada pembuluh darah besar (dengan tromboemboli) maupun penyumbatan pembuluh darah kecil (lipohialinosis). Kemungkinan berkembangnya penyakit degenerative yang signifikan meningkat pada beberapa faktor resiko vaskuler. Faktor resiko vaskuler diantaranya adalah : umur, riwayat penyakit vaskuler dalam keluarga, HT, DM, alkohol, kontrasepsi oral, fibrinogen plasm. (Ginsberg, 2008)
       Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu kejadian di bawah ini diantaranya :
a.       Trombus Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehinnga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya (Muttaqin, 2008)
b.      Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Emboli menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis (Muttaqin, 2008)
c.       Iskemia
Penurunan aliran darah ke area otak (Smeltzer, 2005)
3.      Klasifikasi Stroke Non Hemoragik
       Pengklasifikasian stroke iskemik atau stroke non hemoragik menurut Saputra (2009) adalah:
a.       TIA (Transient Ischemic Attack) : stroke yang berlangsung hanya beberapa menit, dapat terjadi beberapa kali dalam sehari
b.      Gangguan neurologik iskemik reversible : berlangsung lebih lama dengan kesembuhan yang cepat dengan gangguan minimal tetapi tetap atau menetap
c.       Stroke in evolution : dengan bertambahnya gangguan neurologik yang terjadi berangsur-angsur dan bisa bertambah buruk
d.      Stroke lengkap : gangguan neurologik menetap, adanya infark, selalu bersifat mendadak yang biasanya terjadi pada penderita hipertensi

4.      Manifestasi Klinis Stroke Non Hemoragik
       Manifestasi klinis Stroke Non Hemoragik menurut Misbach (2011) antara lain :
a.       Hipertensi
b.      Gangguan motorik (kelemahan otot, hemiparese)
c.       Gangguan sensorik
d.      Gangguan visual
e.       Gangguan keseimbangan
f.       Nyeri kepala (migran, vertigo)
g.      Muntah
h.      Disatria (kesulitan berbicara)
i.        Perubahan mendadak status mental (apatis, somnolen, delirium, suppor, koma)
Beberapa tanda dan gejala dari stroke non hemoragik adalah sebagai berikut :
a.       Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic Attack) (Saputra, 2009)
1)      Berlangsung hanya beberapa menit, sembuh sempurna.
2)      Dapat terjadi berulang-ulang, kadang-kadang beberapa kali dalam sehari.
3)      Tidak terdapat gangguan neurologic yang menetap
b.      Iskemik pada Hemisfer Serebri (Ischemia Related to Cerebral Hemisphere)(Saputra, 2009)
1)      Kelemahan wajah bagian bawah, jari-jari tangan, lengan atau tungkai kontralateral dan sepintas, nyeri pegal atau tertusuk-tusuk pada bagian-bagian tubuh kontralateral terhadap tempat iskemia
2)      Iskemia retina sepintas menyebabkan kebutaan monokuler
3)      Gangguan lapang penglihatan sering terdapat tetapi mungkin tidak disadari oleh penderita : disfusia akibat gangguan ekspresi ringan sampai mutisme afonik dapat terjadi.
c.       Iskemia pada batang otak (Ischemia Related to Brain Stem)(Saputra, 2009)
1)        Vertigo, tinnitus, diplopia, disartria, disfonia, iskemia arteri vertebralis atau basilaris
2)        Pentingnya Transient Ischemic Attack adalah bahwa keadaan itu merupakan tanda bahaya adanya penyakit serebrovaskuler yang serius dan bahaya yang potensial untuk terjadinya infark serebral
d.      Gangguan Neurologik Iskemik Reversibel (Reversible Ischemic Neurologic Deficit) (Saputra, 2009)
Gangguan yang berlangsung lebih lama dengan kesembuhan yang cepat dan gangguan yang minimal tapi jelas dan menetap
e.       Stroke in Evolution(Saputra, 2009)
Gangguan neurologik tambahan yang terjadi secara berangsur-angsur dibandingkan dengan pada waktu permulaan, gangguan yang ada bertambah buruk atau terbentuknya kelainan-kelainan yang baru
f.       Stroke lengkap (Saputra, 2009)
1)      Gangguan neurologik menetap
2)      Menunjukkan adanya infark pada jaringan otak
3)      Perdarahan mungkin mirip dengan infark tetapi bila penderita dapat bertahan hidup pada serangan awal, infark yang sebenarnya mungkin lebih kecil daripada yang disangka
4)      Stroke akibat emboli dan yang disebabkan oleh aterosklerosis dan thrombosis tidak dapat dibedakan dari gangguan neurologik yang terjadi : emboli seringkali timbul lebih akut
5)      Perdarahan serebral selalu bersifat mendadak, penderita mungkin diketahui menderita Hipertensi : rupture pembuluh darah.
5.      Patofisiologi Stroke Non Hemoragik
       Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari pembuluh darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak.Saat terbentuknya plak fibrosis (ateroma) di lokasi yang terbatas seperti di tempat percabangan arteri. Trombosit selanjutnya melekat pada permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk trombus (Sudoyo, 2007).
       Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan pengurangan aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan mengalami kekurangan nurisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis lalu asidosis akan mengakibatkan natrium, klorida, dan air masuk ke dalam sel otak dan kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema setempat. Kemudian kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas sehingga terjadi perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh mengalami defisit neurologis lalu mati (Esther, 2010).
       Ketidakefektifan perfusi jaringan yang disebabkan oleh trombus dan emboli akan menyebabkan iskemia pada jaringan yang tidak dialiri oleh darah, jika hal ini berlanjut terus-menerus maka jaringan tesebut akan mengalami infark. Dan kemudian akan mengganggu sistem persyarafan yang ada di tubuh seperti : penurunan kontrol volunter yang akan menyebabkan hemiplagia atau hemiparese sehingga tubuh akan mengalami hambatan mobilitas, defisit perawatan diri karena tidak bisa menggerakkan tubuh untuk merawat diri sendiri, pasien tidak mampu untuk makan sehingga nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Defisit neurologis juga akan menyebabkan gangguan pencernaan sehingga mengalami disfungsi kandung kemih dan saluran pencernaan lalu akan mengalami gangguan eliminasi. Karena ada penurunan kontrol volunter maka kemampuan batuk juga akan berkurang dan mengakibatkan penumpukan sekret sehingga  pasien akan mengalami gangguan jalan nafas dan pasien kemungkinan tidak mampu menggerakkan otot-otot untuk bicara sehingga pasien mengalami gangguan komunikasi verbal berupa disfungsi bahasa dan komunikasi.

1.      Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik pada pasien stroke non hemoragik meliputi :
a.       Serebral Angiografi
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri (Batticaca, 2008)
b.      Computerized Tomografi Scanning(CT-Scan)
Mengetahui adanya tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli serebral, dan tekanan intrakranial/TIK (Misbach, 2011)
c.       Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena. (MAV) (Misbach, 2011)
d.      Ultrasonografi Doppler (USG Doppler)
Mengidentifikasi penyakit arteriovena {masalah system arteri karotis(aliran darah atau timbulnua plak)} dan arteriosklerosi (Batticaca, 2008)
e.       Elektroensefalogram (electroencephalogram-EEG)
Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik (Batticaca, 2008)
f.       Sinar tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis ineterna terdapat pada thrombosis serebral, klasifikasi persial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid (Batticaca, 2008)
Pemeriksaan laboratorium pada pasien stroke non hemoragik meliputi :
a.       Lumbal Pungsi
Pemeriksaan cairan merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna cairan masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama (Muttaqin, 2008)
b.      Pemeriksaan darah rutin (Muttaqin, 2008)
c.       Pemeriksaan kimia darah
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali (Muttaqin, 2008)
d.      Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri (Ariani, 2012)
2.      Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Sudoyo (2006) meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cidera, embolisme.
a.       Hipoksia serebral : otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirim ke jaringan
b.      Penurunan aliran darah serebral : aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan integritas pembuluh darah serebral
c.       Luasnya area cidera : embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau vibrasi atrium atau dapat berasal dari katub jantung prostetik.
d.      Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal.
3.      Penatalaksanaan Medis
       Terapi pada penderita stroke non hemoragik bertujuan untuk meningkatkan perfusi darah ke otak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih aktif dan mencegah cedera sekunder lain, beberapa terapinya adalah :
1.      Terapi trombolitik : menggunakan recombinant tissue plasminogen activator (rTPA) yang berfungsi memperbaiki aliran darah dengan menguraikan bekuan darah, tetapi terapi ini harus dimulai dalam waktu 3 jam sejak manifestasi klinis stroke timbul dan hanya dilakukan setelah kemungkinan perdarahan atau penyebab lain disingkirkan (Esther, 2010). Beberapa contoh obat sebagai terapi trombolitik dalah streptokinase dan urokinase.
2.      Terapi antikoagulan : terapi ini diberikan bila penderita terdapat resiko tinggi kekambuhan emboli, infark miokard yang baru terjadi, atau fibrilasi atrial (Esther, 2010). Antikoagulan dikelompokkan menjadi 3 yaitu heparin, antikoagulan oral: kumara (antagonis vit.K) dan warfarin, serta antikoagulan bekerja mengikat ion kalsium.
3.      Terapi antitrombosit : seperti aspirin, dipiridamol, atau klopidogrel dapat diberikan untuk mengurangi pembentukan trombus dan memperpanjang waktu pembekuan (Esther, 2010). Obat-obatan yang termasuk dalam terapi antitrombosit antara lain, asam asetil silisilat,sulfinpirazon, dipiridamol, dan dekstran.
4.      Terapi suportif : yang berfungsi untuk mencegah perluasan stroke dengan tindakannya meliputi penatalaksanaan jalan nafas dan oksigenasi, pemantauan dan pengendalian tekanan darah untuk mencegah perdarahan lebih lanjut, pengendalian hiperglikemi pada pasien diabetes sangat penting karena kadar glukosa yang menyimpang akan memperluas daerah infark (Esther, 2010)

A.    Tinjauan Keperawatan
1.         Pengkajian
       Menurut Kozier (2010) pengkajian meliputi beberapa hal yang berkesinambungan yakni pengumpulan data, pengaturan data, validasi data serta pencatatan data (Wilkinson, 2012)
Anamnesa pemeriksaan stroke meliputi :
a.         Identitas pasien : nama, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, nomor registrasi, diagnosa medis (Jonathan, 2007)
b.        Identitas penanggung jawab : nama, umur, alamat, pendidikan, hubungan dengan pasien (Jonathan, 2007)
c.         Keluhan utama : pasien biasanya mengalami nyeri kepala disertai gangguan bicara, kelemahan anggota gerak baik sebagian maupun seluruh bagian tubuh, tubuh tiba-tiba lemas tanpa diketahui penyebabnya (Muttaqin, 2008)
d.        Riwayat penyakit dahulu : pada pasien stroke biasanya ditemukan riwayat hipertensi, diabetes melitus, sering merokok (Jonathan, 2007)
e.         Riwayat kesehatan keluarga : kemungkinan adanya riwayat stroke dalam keluarga (Jonathan, 2007)
Sedangkan dalam pola pengkajian fungsional Gordonmeliputi :
a.         Persepsi kesehatan : keinginan untuk sembuh pada penderita stroke biasanya lebih tinggi namun kadang tidak diketahui karena gangguan verbal yang dialami penderita pada hiplogosus maupun karena perubahan status kesadarannya (Kozier, Berman, Shirlee, 2010)
b.        Pola nutrisi : penderita stroke mengalami penurunan nafsu makan, status gizi dan berat badan karena gangguan pada glosofaringeus sehingga reflek menelan berkurang (Kozier, Berman, Shirlee, 2010)
c.         Pola eliminasi : penderita stroke akan mengalami gangguan eliminasi baik urine maupun fekal karena mengalami penurunan pengontrolan spinter ani dan uretra, pasien biasanya mengalami konstipasi dan keinginan kencing yang tidak terkendali (Kozier, Berman, Shirlee, 2010)
d.        Pola aktifitas dan latihan : penderita stroke tidak akan mampu melakukan aktifitas dan perawatan diri secara mandiri karena kelemahan anggota gerak adalah tanda yang pasti ada pada penderita stroke. Kekuatan otot berkurang, mengalami gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan (vestibularis) beserta penurunan kesadaran pasien bisa sampai pada keadaan koma (Kozier, Berman, Shirlee, 2010)
e.         Pola tidur dan istirahat : penderita stroke lebih banyak tidur dan istirahat karena semua sistem tubuhnya akan mengalami penurunan kerja dan penurunan kesadaran sehinnga lebih banyak diam (Kozier, Berman, Shirlee, 2010)
f.         Pola persepsi dan kognitif : penderita stroke akan mengalami gangguan pada semua pola pengecapan (fasialis), peraba, pendengaran (koklearis), penglihatan (optikus, okulomotorius, troklearis), penciuman (olfaktorius), sehingga pasien akan terlihat sangat tertekan dengan keadaannya (Kozier, Berman, Shirlee, 2010)
g.        Pola persepsi dan konsep diri : gambaran diri penderita stroke biasanya tidak menyukai tubuhnya yang tidak bisa digerakkan, merasa harga dirinya rendah karena merepotkan keluarganya, keinginan untuk sembuhnya lebih tinggi karena sakitnya terhitung parah namun juga biasanya akan lebih stress karena tidak bisa bergerak maupun berbicara agar keluarga mengerti keadaan yang dialaminya, cara mengetahuinya yaitu melalui ekspresi wajahnya atau dengan isyarat lain (Kozier, Berman, Shirlee, 2010)
h.        Pola peran dan hubungan : hubungan penderita stroke dengan orang-orang disekitar apalagi dengan keluarga lebih baik karena pasien sangat membutuhkan suport penuh dari orang-orang disekitarnya demi kesembuhannya (Kozier, Berman, Shirlee 2010)
i.          Pola seksualitas dan reproduksi :  penderita stroke akan mengalami gangguan pola seksulitasnya karena kelemahan yang dialami (Kozier,Berman, Shirlee, 2010)
j.          Pola koping terhadap stress : peningkatan stressor secara drastis akan dialami penderita stroke karena merasa tertekan dengan keadaan yang dialaminya (Kozier, Berman, Shirlee,2010)
k.        Pola nilai dan keyakinan : penderita stroke akan mengalami gangguan dalam beribadah karena kelemahan anggota tubuhnya (Kozier, Berman, Shirlee, 2010)
Dan untuk pemeriksaan fisik pada seseorang yang mengalami stroke non hemoragik meliputi :
a.         Pemeriksaan keadaan umum, tanda-tanda vital, dan penampilan tubuh (Misbach, 2011)
b.        Tingkat kesadaran (Glascow Coma Scale/GCS) untuk mengamati pembukaan mata, kemampuan berbicara, dan tanggap motorik/gerakan (Ariani, 2012)
c.         Pemeriksaan fisik head to toe (Muttaqin, 2008)
d.        Pemeriksaan 12 saraf cranial yang meliputi (Muttaqin, 2008):
1)      Nervus Olfactori (N.I)
Fungsi: saraf sensorik, untuk penciuman
2)      Nervus Optikus (N.II)
Fungsi: saraf sensorik, untuk penglihatan         
3)      Nervus Okulomotoris (N.III)
Fungsi: saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata keatas, konstriksi pupil, dan sebagian gerakan ekstraokuker
4)      Nervus Trochlearis (N.IV)
Fungsi: saraf motorik, untuk gerakan mata ke bawah dan ke dalam
5)      Nervus Trigeminus (N.V)
Fungsi:  saraf motorik, gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan reflex kedip
6)      Nervus Abdusen (N.VI)
Fungsi: saraf motorik, untuk deviasi mata lateral
7)      Nervus Fasialis (N.VII)
Fungsi: saraf motorik, untuk ekspresi wajah
8)      Nervus Verstibulocochlearis (N.VIII)
Fungsi: saraf sensorik, untuk pendengaran dan keseimbangan
9)      Nervus Glosofaringeus (N.IX)
Fungsi: saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa
10)  Nervus Vagus (N.X)
Fungsi: saraf sensorik dan motorik, reflex muntah dan menelan
11)  Nervus Asesoris (N.XI)
Fungsi: saraf motorik, untuk menggerakkan bahu
12)  Nervus Hipoglosus (X.II)
Fungsi: saraf motorik, untuk gerakan lidah
                                                         
2.      Analisa Data
Beberapa data yang dapat menjadi penunjang dalam pengkajian dari keadaan pasien stroke non hemoragik diantaranya adalah :
a.       Data objektif : perubahan status mental, perubahan perilaku, perubahan respon motorik, perubahan reaksi pupil, kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis, ketidaknormalan dalam berbicara.
Masalah keperawatan : ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. Etiologi gangguan aliran darah ke otak (spasme arteri)(Wilkinson, 2012, Muttaqin, 2008, NANDA, 2008)
b.      Data objektif ditemukan adanya suara nafas tambahan, perubahan irama dan frekuensi pernafasan, batuk tidak efektif, sianosis, kesulitan berbicara, penurunan suara nafas, gelisah, seputum berlebih, mata terbelalak.
Masalah keperawatan : ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Etiologi : disfungsi neuromuscular (Wilkinson, 2012)
c.       Data objektif ditemukan ketidakmampuan pasien dalam : akses kamar mandi, mengeringkan badan, membersihkan tubuh, mengambil dan memakai pakaian, mengancingkan baju, melepas pakaian, mengunyah makanan, membuka wadah makan,  mengambil minuman, memegang alat makan, menelan makanan, hygiene eliminasi yang tepat, menyiram kloset, memanipulasi pakaian untuk eliminasi.
Masalah keperawatan : defisit perawatan diri berupa mandi/hygiene, berpakaian/berhias diri, makan/minum, dan eliminasi. Etiologi : gangguan neuromuskular
d.      Data objektif : kesulitan membolak balik posisi tubuh, dispnea saat beraktifitas, keterbatasan rentang gerak sendi, melambatnya pergerakan, gerakan tidak terkoordinasi.
Masalah keperawatan :gangguan mobilitas fisik di tempat tidur. Etiologi :kerusakanneuromuscular (Muttaqin, 2008, NANDA, 2008)
e.       Data objektif yang ditemukan : menolak untuk makan, nyeri abdomen, bising usus hiperaktif, membran mukosa pucat, rongga mulut terluka, kelemahan otot yang berfungsi mengunyah dan menelan.
Masalah keperawatan : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Etiologi kesulitan mengunyah dan menelan
f.        Data objektif : kesulitan mengungkapkan pikiran secara verbal, disorientasi tiga lingkup, tidak dapat berbicara, verbalisasi yang tidak sesuai, pelo, gagap.
Masalah keperawatan : hambatan komunikasi verbal. Etiologi : perubahan pada sistem saraf pusat (Muttaqin, 2008)
g.      Data objektif : distensi abdomen, bising usus hipoaktif atau hiperaktif, perubahan pola defekasi, tidak mampu mengeluarkan feses, anoreksia.
Masalah keperawatan : Konstipasi. Etiologi :kurangnya cairan dan serat dalam tubuh (Tarwoto, dkk. 2007)

3.      Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
Diagnosis keperawatan merupakan sebuah label singkat yang menggambarkan kondisi pasien yang di observasi di lapangan, kondisi ini dapat berupa masalah aktual ataupun potensial atau diagnosis sejahtera (Wilkinson, 2012).
a.       Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan gangguan aliran darah ke otak (spasme arteri) (Wilkinson, 2007. Muttaqin, 2008. NANDA, 2008)
Tujuan : Menunjukkan status sirkulasi, kognisi, neurologis, dan perfusi jaringan serebral yang normal.
Kriteria hasil :
1)      Tidak ada keluhan pusing
2)      GCS 4,5,6
3)      Menunjukkan fungsi otonom yang utuh
4)      Menunjukkan fungsi sensorimotor kranial yang utuh
5)      TTV normal : tekanan darah = 120/80 mmHg, nadi = 60-100x/menit, pernafasan = 12-20x/menit, suhu = 360C-380C (Potter, 2006)
Intervensi :
1)      Pantau tanda-tanda vital
2)      Pantau tingkat kesadaran dan orientasi dengan GCS
3)      Minimalkan stimulus lingkungan
4)      Pantau reflek batuk
5)      Lakukan pemeriksaan saraf kranial
6)      Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskuler sesuai program
b.      Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan disfungsi neuromuscular (Wilkinson, 2012)
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali normal
Kriteria Hasil :
1)      Pasien mampu batuk efektif
2)      Mempunyai jalan nafas yang paten
3)      Mengeluarkan sekret secara efektif
Intervensi :
1)      Kaji pola nafas pasien
2)      Beri bantuan O2 dan nebulizer
3)      Beri posisi fowler atau semi fowler
4)      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat
c.       Defisit perawatan diri : mandi/hygiene, berpakaian/berhias diri, makan/minum, dan eliminasi berhubungan dengan gangguan neuromuscular (Wilkinson, 2012)
Tujuan : Pasien mampu beraktifitas di tempat tidur tanpa bantuan orang lain
Kriteria Hasil :
1)      Mampu melakukan perawatan tubuh secara mandiri
2)      Berpakaian dan menyisir rambut secara mandiri
3)      Menunjukkan rambut yang rapi dan bersih
4)      Mampu menggunakan alat bantu untuk makan
5)      Mampu mengenali dan berespon terhadap keinginan berkemih dan defekasi
Intervensi :
1)      Dukung kemandirian dalam melakukan madi dan hygiene, beri bantuan bila perlu
2)      Tingkatkan kemandirian seoptimal mungkin sesuai kemampuan pasien
3)      Pantau peningkatan kemampuan pasien dalam beraktifitas
4)      Sediakan alat bantu untuk makan dan minum
5)      Alihkan tirah baring tiap 4 jam sekali
6)      Hindari penggunaan kateter
7)      Kolaborasi dengan tenaga medis lain dalam perencanaan aktifitas perawatan pasien
d.      Gangguan mobilitas fisik di tempat tidur berhubungan dengan kerusakanneuromuscular (Muttaqin, 2008)
Tujuan : Pasien mampu beraktifitas di tempat tidur tanpa bantuan orang lain
Kriteria Hasil :
1)      Pasien mampu berbalik sendiri di tempat tidur atau dengan bantuan bila perlu
2)      Mampu melakukan rentang pergerakan penuh seluruh sendi
Intervensi :
1)      Lakukan pengkajian mobilitas dengan ROM dan uji kekuatan otot
2)      Latih rentang gerak sendi
3)      Beri penguatan positif selama aktifitas
4)      Kolaborasi dengan ahli terapi fisik dalam penyusunan rencana untuk mempertahankan dan meningkatkan mobilitas di tempat tidur
e.       Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan mengunyah dan menelan (Wilkinson, 2012)
Tujuan : Menunjukkan status gizi yang baik
Kriteria Hasil :
1)      Berat badan stabil atau bertambah
2)      Tekstur kulit baik
Intervensi :
1)      Pantau input dan output pasien
2)      Berikan pasien minuman dan kudapan yang bergizi
3)      Tawarkan hygiene mulut sebelum makan
4)      Berikan makanan sesuai pilihan pasien
5)      Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi dalam pemberian nutrisi yang sesuai
f.       Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan pada sistem saraf pusat (Muttaqin, 2008, NANDA, 2008)
Tujuan : Pasien mampu berkomunikasi dengan baik secara verbal
Kriteria Hasil :
1)      Pasien mampu mengunakan bahasa isyarat atau verbal
2)      Pasien mampu mengenali pesan yang diterima
3)      Mengkomunikasikan kepuasan dengan cara komunikasi alternatif
Intervensi :
1)      Kaji kemampuan pasien untuk berbicara, mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain
2)       Jelaskan kepada keluarga mengapa pasien tidak bisa berbicara dan memahami pembicaraan
3)      Berikan penguatan positif atas usaha pasien untuk berkomunikasi
4)      Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan terapi wicara
g.      Konstipasi berhubungan dengan kurangnya serat dan cairan dalam tubuh (Tarwoto, Wartonah, Eross, 2007)
Tujuan : Pasien mampu defekasi sekali dalam sehari
Kriteria hasil :
1)      Konstipasi menurun dan pasien dapat defekasi minimal sehari sekali
2)      Tidak menunjukkan output berlebih
3)      Tidak teraba massa pada abdomen
Intervensi :
1)      Kaji warna, frekuensi, bau, konsistensi feses
2)      Jelaskan kepada keluarga penyebab terjadinya konstipasi
3)      Anjurkan klien untuk makan makanan yang berserat dan banyak minum air putih
4)      Berikan huknah gliserin
5)      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi obat suposutoria
h.      Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif, kerusakan komunikasi (Tarwoto, Wartonah, Eros, 2007)
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam tidak terjadi gangguan eliminasi urin.
Kriteria hasil :
1)      Pola BAK normal
2)      Pasien dapat berkomunikasi sebelum BAK
3)      Kulit bersih dan kering
4)      Terhindar dari infeksi saluran infeksi
Intervensi :
1)      Kaji kembali tipe inkontinensia dan polanya
2)      Buat jadwal untuk BAK
3)      Palpasi bladder terhadap terhadap nyeri distensi
4)      Berikan minum yang cukup 1500-2000ml jika tidak ada kontraindikasi
5)      Lakukan perawatan kateter setiap hari

1 comment:

Makalah Asfiksia

LANDASAN TEORI A.     Pengertian Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terl...