TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori
1.
Pengertian
Stroke adalah suatu kondisi dimana
terjadi gangguan pada aktivitas suplai darah ke otak. Ketika aliran darah
menuju otak terganggu, maka oksigen dan nutrisi tidak dapat dikirim ke otak.
Kondisi ini akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak hingga membuat mati. Matinya
sel-sel otak kadang menyebabkan pembuluh darah otak pecah, sehingga
mengakibatkan perdarahan pada bagian otak (Koni, 2009)
Stroke adalah penyebab kematian ketiga
pada orang dewasa di Amerika Serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke
adalah lebih dari 200.000. Insiden
stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per tahun. Dua pertiga kasus
stroke terjadi pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Berdasarkan data
dari seluruh dunia, penyakit stroke adalah penyebab kematian tersering pertama
dan kedua dan menempati urutan kelima
dan keenam sebagai penyebab kecacatan (Price, 2006)
Stroke adalah gangguan fungsional otak
fokal maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang
terkena, sembuh dengan cacat atau kematian akibat gangguan aliran darah ke otak
karena perdarahan ataupun non
perdarahan. Stroke adalah kerusakan (infark) dari sebagian otak karena
kekurangan aliran darah ke otak (Junaidi, 2004)
Menurut Corwin (2009), Stroke
non hemoragik adalah terjadinya penyumbatan
arteri akibat thrombus (bekuan darah di arteri serebri) atau embolus (bekuan
darah yang berjalan ke otak dari tempat lain di tubuh). Sedangkan menurut
Batticaca (2008) Stroke iskemik atau stroke non hemoragik adalah infark atau
kematian jaringan yang serangannya terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya
timbul setelah beraktifitas fisik atau karena psikologis (mental) yang
disebabkan karena thrombosis maupun emboli pada pembuluh darah di otak.
2.
Etiologi
Penyebab tersering stroke adalah
penyakit degeneratif arteri, baik aterosklerosis pada pembuluh darah besar
(dengan tromboemboli) maupun penyumbatan pembuluh darah kecil (lipohialinosis). Kemungkinan
berkembangnya penyakit degenerative yang signifikan meningkat pada beberapa faktor
resiko vaskuler. Faktor resiko vaskuler diantaranya adalah : umur, riwayat
penyakit vaskuler dalam keluarga, HT, DM, alkohol, kontrasepsi oral, fibrinogen
plasm. (Ginsberg, 2008)
Stroke
biasanya diakibatkan dari salah satu kejadian di bawah ini diantaranya :
a.
Trombus Serebral
Trombosis ini terjadi
pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehinnga menyebabkan iskemi jaringan
otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya (Muttaqin, 2008)
b.
Emboli
Emboli serebri
merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara.
Emboli menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis (Muttaqin, 2008)
c.
Iskemia
Penurunan aliran darah ke area otak (Smeltzer, 2005)
3.
Klasifikasi
Stroke Non Hemoragik
Pengklasifikasian
stroke iskemik atau stroke non hemoragik
menurut Saputra (2009) adalah:
a.
TIA (Transient Ischemic Attack) : stroke yang berlangsung hanya beberapa
menit, dapat terjadi beberapa kali dalam sehari
b.
Gangguan neurologik iskemik reversible : berlangsung lebih lama
dengan kesembuhan yang cepat dengan gangguan minimal tetapi tetap atau menetap
c.
Stroke in evolution : dengan
bertambahnya gangguan neurologik yang terjadi berangsur-angsur dan bisa
bertambah buruk
d.
Stroke lengkap : gangguan
neurologik menetap, adanya infark, selalu bersifat mendadak yang biasanya terjadi
pada penderita hipertensi
4.
Manifestasi
Klinis Stroke Non Hemoragik
Manifestasi
klinis Stroke Non Hemoragik menurut Misbach (2011) antara lain :
a.
Hipertensi
b.
Gangguan motorik
(kelemahan otot, hemiparese)
c.
Gangguan sensorik
d.
Gangguan visual
e.
Gangguan keseimbangan
f.
Nyeri kepala (migran,
vertigo)
g.
Muntah
h.
Disatria (kesulitan
berbicara)
i.
Perubahan mendadak
status mental (apatis, somnolen, delirium, suppor, koma)
Beberapa tanda dan
gejala dari stroke non hemoragik adalah sebagai berikut :
a.
Serangan iskemik
sepintas (Transient Ischemic Attack)
(Saputra, 2009)
1)
Berlangsung hanya
beberapa menit, sembuh sempurna.
2)
Dapat terjadi
berulang-ulang, kadang-kadang beberapa kali dalam sehari.
3)
Tidak terdapat gangguan
neurologic yang menetap
b.
Iskemik pada Hemisfer
Serebri (Ischemia Related to Cerebral
Hemisphere)(Saputra, 2009)
1)
Kelemahan wajah bagian
bawah, jari-jari tangan, lengan atau tungkai kontralateral dan sepintas, nyeri
pegal atau tertusuk-tusuk pada bagian-bagian tubuh kontralateral terhadap
tempat iskemia
2)
Iskemia retina sepintas
menyebabkan kebutaan monokuler
3)
Gangguan lapang
penglihatan sering terdapat tetapi mungkin tidak disadari oleh penderita :
disfusia akibat gangguan ekspresi ringan sampai mutisme afonik dapat terjadi.
c.
Iskemia pada batang
otak (Ischemia Related to Brain Stem)(Saputra,
2009)
1)
Vertigo, tinnitus,
diplopia, disartria, disfonia, iskemia arteri vertebralis atau basilaris
2)
Pentingnya Transient
Ischemic Attack adalah bahwa keadaan itu merupakan tanda bahaya adanya penyakit
serebrovaskuler yang serius dan bahaya yang potensial untuk terjadinya infark
serebral
d.
Gangguan Neurologik
Iskemik Reversibel (Reversible Ischemic
Neurologic Deficit) (Saputra, 2009)
Gangguan yang
berlangsung lebih lama dengan kesembuhan yang cepat dan gangguan yang minimal
tapi jelas dan menetap
e.
Stroke
in Evolution(Saputra, 2009)
Gangguan neurologik
tambahan yang terjadi secara berangsur-angsur dibandingkan dengan pada waktu
permulaan, gangguan yang ada bertambah buruk atau terbentuknya
kelainan-kelainan yang baru
f.
Stroke lengkap
(Saputra, 2009)
1)
Gangguan neurologik
menetap
2)
Menunjukkan adanya
infark pada jaringan otak
3)
Perdarahan mungkin
mirip dengan infark tetapi bila penderita dapat bertahan hidup pada serangan
awal, infark yang sebenarnya mungkin lebih kecil daripada yang disangka
4)
Stroke akibat emboli
dan yang disebabkan oleh aterosklerosis dan thrombosis tidak dapat dibedakan
dari gangguan neurologik yang terjadi : emboli seringkali timbul lebih akut
5)
Perdarahan serebral
selalu bersifat mendadak, penderita mungkin diketahui menderita Hipertensi : rupture pembuluh darah.
5.
Patofisiologi
Stroke Non Hemoragik
Stroke
non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis yang memberi
vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari pembuluh darah diluar otak yang
tersangkut di arteri otak.Saat terbentuknya plak fibrosis (ateroma) di lokasi
yang terbatas seperti di tempat percabangan arteri. Trombosit selanjutnya
melekat pada permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara
perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk trombus (Sudoyo,
2007).
Trombus dan emboli di dalam pembuluh
darah akan terlepas dan terbawa hingga terperangkap dalam pembuluh darah
distal, lalu menyebabkan pengurangan aliran darah yang menuju ke otak sehingga
sel otak akan mengalami kekurangan nurisi dan juga oksigen, sel otak yang
mengalami kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis lalu
asidosis akan mengakibatkan natrium, klorida, dan air masuk ke dalam sel otak
dan kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema setempat. Kemudian
kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas sehingga terjadi
perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh mengalami defisit neurologis
lalu mati (Esther, 2010).
Ketidakefektifan perfusi jaringan yang
disebabkan oleh trombus dan emboli akan menyebabkan iskemia pada jaringan yang
tidak dialiri oleh darah, jika hal ini berlanjut terus-menerus maka jaringan
tesebut akan mengalami infark. Dan kemudian akan mengganggu sistem persyarafan yang
ada di tubuh seperti : penurunan kontrol volunter yang akan menyebabkan
hemiplagia atau hemiparese sehingga tubuh akan mengalami hambatan mobilitas,
defisit perawatan diri karena tidak bisa menggerakkan tubuh untuk merawat diri
sendiri, pasien tidak mampu untuk makan sehingga nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Defisit neurologis juga akan menyebabkan gangguan pencernaan sehingga
mengalami disfungsi kandung kemih dan saluran pencernaan lalu akan mengalami
gangguan eliminasi. Karena ada penurunan kontrol volunter maka kemampuan batuk
juga akan berkurang dan mengakibatkan penumpukan sekret sehingga pasien akan mengalami gangguan jalan nafas
dan pasien kemungkinan tidak mampu menggerakkan otot-otot untuk bicara sehingga
pasien mengalami gangguan komunikasi verbal berupa disfungsi bahasa dan
komunikasi.
1.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik
pada pasien stroke non hemoragik
meliputi :
a.
Serebral
Angiografi
Membantu
menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan
arteri (Batticaca, 2008)
b.
Computerized
Tomografi Scanning(CT-Scan)
Mengetahui adanya
tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli serebral, dan tekanan
intrakranial/TIK (Misbach, 2011)
c.
Magnetic
Resonance Imaging (MRI)
Menunjukkan daerah
infark, perdarahan, malformasi arteriovena.
(MAV) (Misbach, 2011)
d.
Ultrasonografi
Doppler (USG Doppler)
Mengidentifikasi
penyakit arteriovena {masalah system arteri karotis(aliran darah atau timbulnua
plak)} dan arteriosklerosi (Batticaca, 2008)
e.
Elektroensefalogram
(electroencephalogram-EEG)
Mengidentifikasi
masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
(Batticaca, 2008)
f.
Sinar tengkorak
Menggambarkan perubahan
kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas,
klasifikasi karotis ineterna terdapat pada thrombosis serebral, klasifikasi
persial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid (Batticaca, 2008)
Pemeriksaan laboratorium pada pasien stroke non hemoragik meliputi :
a.
Lumbal Pungsi
Pemeriksaan cairan
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna cairan masih normal (xantokrom)
sewaktu hari-hari pertama (Muttaqin, 2008)
b.
Pemeriksaan darah rutin
(Muttaqin, 2008)
c.
Pemeriksaan kimia darah
Pada stroke akut dapat
terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250mg di dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali (Muttaqin, 2008)
d.
Pemeriksaan darah
lengkap
Untuk mencari kelainan
pada darah itu sendiri (Ariani, 2012)
2.
Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Sudoyo (2006) meliputi
hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cidera,
embolisme.
a.
Hipoksia
serebral : otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirim ke jaringan
b.
Penurunan aliran darah
serebral : aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung
dan integritas pembuluh darah serebral
c.
Luasnya area cidera :
embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau vibrasi atrium
atau dapat berasal dari katub jantung prostetik.
d.
Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah
serebral. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombus lokal.
3.
Penatalaksanaan
Medis
Terapi pada
penderita stroke non hemoragik bertujuan untuk meningkatkan perfusi darah ke
otak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah trombosis lanjutan, melindungi
jaringan otak yang masih aktif dan mencegah cedera sekunder lain, beberapa
terapinya adalah :
1.
Terapi trombolitik :
menggunakan recombinant tissue
plasminogen activator (rTPA) yang berfungsi memperbaiki aliran darah dengan
menguraikan bekuan darah, tetapi terapi ini harus dimulai dalam waktu 3 jam
sejak manifestasi klinis stroke timbul dan hanya dilakukan setelah kemungkinan
perdarahan atau penyebab lain disingkirkan (Esther, 2010). Beberapa contoh obat
sebagai terapi trombolitik dalah streptokinase dan urokinase.
2.
Terapi antikoagulan : terapi ini diberikan bila
penderita terdapat resiko tinggi kekambuhan emboli, infark miokard yang baru
terjadi, atau fibrilasi atrial (Esther, 2010). Antikoagulan dikelompokkan
menjadi 3 yaitu heparin, antikoagulan oral: kumara (antagonis vit.K) dan
warfarin, serta antikoagulan bekerja mengikat ion kalsium.
3.
Terapi antitrombosit :
seperti aspirin, dipiridamol, atau klopidogrel dapat diberikan untuk mengurangi
pembentukan trombus dan memperpanjang waktu pembekuan (Esther, 2010).
Obat-obatan yang termasuk dalam terapi antitrombosit antara lain, asam asetil
silisilat,sulfinpirazon, dipiridamol, dan dekstran.
4.
Terapi suportif : yang
berfungsi untuk mencegah perluasan stroke dengan tindakannya meliputi penatalaksanaan
jalan nafas dan oksigenasi, pemantauan dan pengendalian tekanan darah untuk
mencegah perdarahan lebih lanjut, pengendalian hiperglikemi pada pasien
diabetes sangat penting karena kadar glukosa yang menyimpang akan memperluas
daerah infark (Esther, 2010)
A. Tinjauan Keperawatan
1.
Pengkajian
Menurut
Kozier (2010) pengkajian meliputi beberapa hal yang berkesinambungan yakni
pengumpulan data, pengaturan data, validasi data serta pencatatan data
(Wilkinson, 2012)
Anamnesa pemeriksaan stroke meliputi :
a.
Identitas pasien :
nama, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, nomor registrasi, diagnosa medis
(Jonathan, 2007)
b.
Identitas penanggung
jawab : nama, umur, alamat, pendidikan, hubungan dengan pasien (Jonathan, 2007)
c.
Keluhan utama : pasien
biasanya mengalami nyeri kepala disertai gangguan bicara, kelemahan anggota
gerak baik sebagian maupun seluruh bagian tubuh, tubuh tiba-tiba lemas tanpa
diketahui penyebabnya (Muttaqin, 2008)
d.
Riwayat penyakit dahulu
: pada pasien stroke biasanya ditemukan riwayat hipertensi, diabetes melitus,
sering merokok (Jonathan, 2007)
e.
Riwayat kesehatan
keluarga : kemungkinan adanya riwayat stroke dalam keluarga (Jonathan, 2007)
Sedangkan dalam pola pengkajian
fungsional Gordonmeliputi :
a.
Persepsi kesehatan :
keinginan untuk sembuh pada penderita stroke biasanya lebih tinggi namun kadang
tidak diketahui karena gangguan verbal yang dialami penderita pada hiplogosus
maupun karena perubahan status kesadarannya (Kozier, Berman, Shirlee, 2010)
b.
Pola nutrisi :
penderita stroke mengalami penurunan nafsu makan, status gizi dan berat badan
karena gangguan pada glosofaringeus sehingga reflek menelan berkurang (Kozier,
Berman, Shirlee, 2010)
c.
Pola eliminasi :
penderita stroke akan mengalami gangguan eliminasi baik urine maupun fekal
karena mengalami penurunan pengontrolan spinter ani dan uretra, pasien biasanya
mengalami konstipasi dan keinginan kencing yang tidak terkendali (Kozier,
Berman, Shirlee, 2010)
d.
Pola aktifitas dan
latihan : penderita stroke tidak akan mampu melakukan aktifitas dan perawatan
diri secara mandiri karena kelemahan anggota gerak adalah tanda yang pasti ada
pada penderita stroke. Kekuatan otot berkurang, mengalami gangguan koordinasi,
gangguan keseimbangan (vestibularis) beserta penurunan kesadaran pasien bisa
sampai pada keadaan koma (Kozier, Berman, Shirlee, 2010)
e.
Pola tidur dan
istirahat : penderita stroke lebih banyak tidur dan istirahat karena semua
sistem tubuhnya akan mengalami penurunan kerja dan penurunan kesadaran sehinnga
lebih banyak diam (Kozier, Berman, Shirlee, 2010)
f.
Pola persepsi dan
kognitif : penderita stroke akan mengalami gangguan pada semua pola pengecapan
(fasialis), peraba, pendengaran (koklearis), penglihatan (optikus,
okulomotorius, troklearis), penciuman (olfaktorius), sehingga pasien akan
terlihat sangat tertekan dengan keadaannya (Kozier, Berman, Shirlee, 2010)
g.
Pola persepsi dan
konsep diri : gambaran diri penderita stroke biasanya tidak menyukai tubuhnya
yang tidak bisa digerakkan, merasa harga dirinya rendah karena merepotkan
keluarganya, keinginan untuk sembuhnya lebih tinggi karena sakitnya terhitung
parah namun juga biasanya akan lebih stress karena tidak bisa bergerak maupun
berbicara agar keluarga mengerti keadaan yang dialaminya, cara mengetahuinya
yaitu melalui ekspresi wajahnya atau dengan isyarat lain (Kozier, Berman,
Shirlee, 2010)
h.
Pola peran dan hubungan
: hubungan penderita stroke dengan orang-orang disekitar apalagi dengan
keluarga lebih baik karena pasien sangat membutuhkan suport penuh dari
orang-orang disekitarnya demi kesembuhannya (Kozier, Berman, Shirlee 2010)
i.
Pola seksualitas dan
reproduksi : penderita stroke akan
mengalami gangguan pola seksulitasnya karena kelemahan yang dialami
(Kozier,Berman, Shirlee, 2010)
j.
Pola koping terhadap
stress : peningkatan stressor secara drastis akan dialami penderita stroke
karena merasa tertekan dengan keadaan yang dialaminya (Kozier, Berman,
Shirlee,2010)
k.
Pola nilai dan
keyakinan : penderita stroke akan mengalami gangguan dalam beribadah karena
kelemahan anggota tubuhnya (Kozier, Berman, Shirlee, 2010)
Dan untuk pemeriksaan fisik pada
seseorang yang mengalami stroke non
hemoragik meliputi :
a.
Pemeriksaan keadaan
umum, tanda-tanda vital, dan penampilan tubuh (Misbach, 2011)
b.
Tingkat kesadaran (Glascow Coma Scale/GCS) untuk mengamati
pembukaan mata, kemampuan berbicara, dan tanggap motorik/gerakan (Ariani, 2012)
c.
Pemeriksaan fisik head
to toe (Muttaqin, 2008)
d.
Pemeriksaan 12 saraf
cranial yang meliputi (Muttaqin, 2008):
1)
Nervus
Olfactori (N.I)
Fungsi: saraf sensorik,
untuk penciuman
2)
Nervus
Optikus (N.II)
Fungsi: saraf sensorik,
untuk penglihatan
3)
Nervus
Okulomotoris (N.III)
Fungsi: saraf motorik,
untuk mengangkat kelopak mata keatas, konstriksi pupil, dan sebagian gerakan
ekstraokuker
4)
Nervus
Trochlearis (N.IV)
Fungsi: saraf motorik,
untuk gerakan mata ke bawah dan ke dalam
5)
Nervus
Trigeminus (N.V)
Fungsi: saraf motorik, gerakan mengunyah, sensasi
wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan reflex kedip
6)
Nervus
Abdusen (N.VI)
Fungsi: saraf motorik,
untuk deviasi mata lateral
7)
Nervus
Fasialis (N.VII)
Fungsi: saraf motorik,
untuk ekspresi wajah
8)
Nervus
Verstibulocochlearis (N.VIII)
Fungsi: saraf sensorik,
untuk pendengaran dan keseimbangan
9)
Nervus
Glosofaringeus (N.IX)
Fungsi: saraf sensorik
dan motorik, untuk sensasi rasa
10) Nervus Vagus (N.X)
Fungsi: saraf sensorik
dan motorik, reflex muntah dan menelan
11) Nervus Asesoris (N.XI)
Fungsi: saraf motorik,
untuk menggerakkan bahu
12) Nervus Hipoglosus
(X.II)
Fungsi: saraf motorik,
untuk gerakan lidah
2. Analisa Data
Beberapa
data yang dapat menjadi penunjang dalam pengkajian dari keadaan pasien stroke non hemoragik diantaranya adalah
:
a.
Data objektif :
perubahan status mental, perubahan perilaku, perubahan respon motorik,
perubahan reaksi pupil, kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis,
ketidaknormalan dalam berbicara.
Masalah keperawatan :
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. Etiologi gangguan aliran darah ke otak (spasme arteri)(Wilkinson,
2012, Muttaqin, 2008, NANDA, 2008)
b.
Data objektif ditemukan
adanya suara nafas tambahan, perubahan irama dan frekuensi pernafasan, batuk
tidak efektif, sianosis, kesulitan berbicara, penurunan suara nafas, gelisah,
seputum berlebih, mata terbelalak.
Masalah keperawatan :
ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Etiologi : disfungsi neuromuscular
(Wilkinson, 2012)
c.
Data objektif ditemukan
ketidakmampuan pasien dalam : akses kamar mandi, mengeringkan badan,
membersihkan tubuh, mengambil dan memakai pakaian, mengancingkan baju, melepas
pakaian, mengunyah makanan, membuka wadah makan, mengambil minuman, memegang alat makan,
menelan makanan, hygiene eliminasi yang tepat, menyiram kloset, memanipulasi
pakaian untuk eliminasi.
Masalah keperawatan :
defisit perawatan diri berupa mandi/hygiene, berpakaian/berhias diri,
makan/minum, dan eliminasi. Etiologi : gangguan neuromuskular
d.
Data objektif :
kesulitan membolak balik posisi tubuh, dispnea saat beraktifitas, keterbatasan
rentang gerak sendi, melambatnya pergerakan, gerakan tidak terkoordinasi.
Masalah keperawatan :gangguan mobilitas fisik di
tempat tidur. Etiologi :kerusakanneuromuscular
(Muttaqin, 2008, NANDA, 2008)
e.
Data objektif yang
ditemukan : menolak untuk makan, nyeri abdomen, bising usus hiperaktif, membran
mukosa pucat, rongga mulut terluka, kelemahan otot yang berfungsi mengunyah dan
menelan.
Masalah keperawatan :
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Etiologi kesulitan mengunyah dan menelan
f.
Data objektif : kesulitan mengungkapkan
pikiran secara verbal, disorientasi tiga lingkup, tidak dapat berbicara,
verbalisasi yang tidak sesuai, pelo, gagap.
Masalah keperawatan :
hambatan komunikasi verbal. Etiologi : perubahan pada sistem saraf pusat
(Muttaqin, 2008)
g.
Data objektif :
distensi abdomen, bising usus hipoaktif atau hiperaktif, perubahan pola
defekasi, tidak mampu mengeluarkan feses, anoreksia.
Masalah keperawatan :
Konstipasi. Etiologi :kurangnya cairan dan serat dalam tubuh (Tarwoto, dkk.
2007)
3. Diagnosa Keperawatan
dan Intervensi
Diagnosis keperawatan
merupakan sebuah label singkat yang menggambarkan kondisi pasien yang di
observasi di lapangan, kondisi ini dapat berupa masalah aktual ataupun potensial
atau diagnosis sejahtera (Wilkinson, 2012).
a.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral berhubungan gangguan aliran darah ke otak (spasme arteri) (Wilkinson,
2007. Muttaqin, 2008. NANDA, 2008)
Tujuan : Menunjukkan
status sirkulasi, kognisi, neurologis, dan perfusi jaringan serebral yang
normal.
Kriteria hasil :
1)
Tidak ada keluhan
pusing
2)
GCS 4,5,6
3)
Menunjukkan fungsi
otonom yang utuh
4)
Menunjukkan fungsi
sensorimotor kranial yang utuh
5)
TTV normal : tekanan
darah = 120/80 mmHg, nadi = 60-100x/menit, pernafasan = 12-20x/menit, suhu = 360C-380C
(Potter, 2006)
Intervensi :
1)
Pantau tanda-tanda
vital
2)
Pantau tingkat
kesadaran dan orientasi dengan GCS
3)
Minimalkan stimulus
lingkungan
4)
Pantau reflek batuk
5)
Lakukan pemeriksaan
saraf kranial
6)
Berikan obat-obatan
untuk meningkatkan volume intravaskuler sesuai program
b.
Ketidak efektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan disfungsi neuromuscular (Wilkinson,
2012)
Tujuan : Bersihan jalan
nafas kembali normal
Kriteria Hasil :
1)
Pasien mampu batuk
efektif
2)
Mempunyai jalan nafas
yang paten
3)
Mengeluarkan sekret
secara efektif
Intervensi :
1)
Kaji pola nafas pasien
2)
Beri bantuan O2
dan nebulizer
3)
Beri posisi fowler atau
semi fowler
4)
Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian terapi obat
c.
Defisit perawatan diri
: mandi/hygiene, berpakaian/berhias diri, makan/minum, dan eliminasi
berhubungan dengan gangguan neuromuscular (Wilkinson, 2012)
Tujuan : Pasien mampu
beraktifitas di tempat tidur tanpa bantuan orang lain
Kriteria Hasil :
1)
Mampu melakukan
perawatan tubuh secara mandiri
2)
Berpakaian dan menyisir
rambut secara mandiri
3)
Menunjukkan rambut yang
rapi dan bersih
4)
Mampu menggunakan alat
bantu untuk makan
5)
Mampu mengenali dan
berespon terhadap keinginan berkemih dan defekasi
Intervensi :
1)
Dukung kemandirian
dalam melakukan madi dan hygiene, beri bantuan bila perlu
2)
Tingkatkan kemandirian
seoptimal mungkin sesuai kemampuan pasien
3)
Pantau peningkatan
kemampuan pasien dalam beraktifitas
4)
Sediakan alat bantu
untuk makan dan minum
5)
Alihkan tirah baring
tiap 4 jam sekali
6)
Hindari penggunaan
kateter
7)
Kolaborasi dengan tenaga
medis lain dalam perencanaan aktifitas perawatan pasien
d.
Gangguan
mobilitas fisik di tempat tidur berhubungan dengan kerusakanneuromuscular
(Muttaqin, 2008)
Tujuan : Pasien mampu
beraktifitas di tempat tidur tanpa bantuan orang lain
Kriteria Hasil :
1)
Pasien mampu berbalik
sendiri di tempat tidur atau dengan bantuan bila perlu
2)
Mampu melakukan rentang
pergerakan penuh seluruh sendi
Intervensi :
1)
Lakukan pengkajian
mobilitas dengan ROM dan uji kekuatan otot
2)
Latih rentang gerak
sendi
3)
Beri penguatan positif
selama aktifitas
4)
Kolaborasi dengan ahli
terapi fisik dalam penyusunan rencana untuk mempertahankan dan meningkatkan
mobilitas di tempat tidur
e.
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan mengunyah dan menelan (Wilkinson,
2012)
Tujuan : Menunjukkan
status gizi yang baik
Kriteria Hasil :
1)
Berat badan stabil atau
bertambah
2)
Tekstur kulit baik
Intervensi :
1)
Pantau input dan output
pasien
2)
Berikan pasien minuman
dan kudapan yang bergizi
3)
Tawarkan hygiene mulut
sebelum makan
4)
Berikan makanan sesuai
pilihan pasien
5)
Kolaborasi dengan
dokter dan ahli gizi dalam pemberian nutrisi yang sesuai
f.
Hambatan komunikasi
verbal berhubungan dengan perubahan pada sistem saraf pusat (Muttaqin, 2008, NANDA, 2008)
Tujuan : Pasien mampu
berkomunikasi dengan baik secara verbal
Kriteria Hasil :
1)
Pasien mampu mengunakan
bahasa isyarat atau verbal
2)
Pasien mampu mengenali
pesan yang diterima
3)
Mengkomunikasikan
kepuasan dengan cara komunikasi alternatif
Intervensi :
1)
Kaji kemampuan pasien
untuk berbicara, mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain
2)
Jelaskan kepada keluarga mengapa pasien tidak
bisa berbicara dan memahami pembicaraan
3)
Berikan penguatan
positif atas usaha pasien untuk berkomunikasi
4)
Kolaborasi dengan
dokter tentang kebutuhan terapi wicara
g.
Konstipasi berhubungan
dengan kurangnya serat dan cairan dalam tubuh (Tarwoto, Wartonah, Eross,
2007)
Tujuan : Pasien mampu
defekasi sekali dalam sehari
Kriteria hasil :
1)
Konstipasi menurun dan
pasien dapat defekasi minimal sehari sekali
2)
Tidak menunjukkan
output berlebih
3)
Tidak teraba massa pada
abdomen
Intervensi :
1)
Kaji warna, frekuensi,
bau, konsistensi feses
2)
Jelaskan kepada
keluarga penyebab terjadinya konstipasi
3)
Anjurkan klien untuk
makan makanan yang berserat dan banyak minum air putih
4)
Berikan huknah gliserin
5)
Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian terapi obat suposutoria
h.
Gangguan eliminasi urin
berhubungan dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif, kerusakan komunikasi
(Tarwoto, Wartonah, Eros, 2007)
Tujuan : Setelah
dilakukan perawatan selama 2x24 jam tidak terjadi gangguan eliminasi urin.
Kriteria hasil :
1)
Pola BAK normal
2)
Pasien dapat
berkomunikasi sebelum BAK
3)
Kulit bersih dan kering
4)
Terhindar dari infeksi
saluran infeksi
Intervensi :
1)
Kaji kembali tipe
inkontinensia dan polanya
2)
Buat jadwal untuk BAK
3)
Palpasi bladder
terhadap terhadap nyeri distensi
4)
Berikan minum yang
cukup 1500-2000ml jika tidak ada kontraindikasi
5)
Lakukan perawatan
kateter setiap hari
Ditunggu makalah lainya
ReplyDelete