TINJAUAN
PUSTAKA
A.
TINJAUAN
TEORI
1. Pengertian
Nefrotik sindrom adalah kumpulan gejala
yang disebabkan oleh adanya injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan
karakterristik; proteinuria, hipoproteinuria, hypoalbuminemia, hiperlipidemia dan
edema (Suriadi dan Rita yuliani, 2006).
Sindroma nefrotik adalah penyakit dengan
gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperkolestrolemia. (Rosepno
Hassan, 2005)
Sindroma nefrotik merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningktan membran
glomerular, sehingga terjadi injuri glomerular yang sering terjadi pada
anak-anak , yang ditandai denagan adanya : proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan terdapatnya edema.
2. Etiologi
Menurut Arif Mansyoer
(2007) dan Wiguno Prodjosujdadi (2007 ) penyabab sindroma nefrotik adalah :
a. Glomerulonefritis
keleianan minimal (sebagian besar)
b. Glomerulonefritis
membranoproliferatif
c. Glomerulonefritis
pascastreptopkok
d. Gromerulonefritis
primer
e. Glumerulonefritis
sekunder
f. Infeksi
Disebabkan HIV,
Hepatitis B dan C, sifilis,malaria, skistosoma, tuberculosis, lepra
g. Keganasan
Adenokarsinoma paru,
payudara, kolon, limfom Hodgkin, myeloma multiple, dan karsinoma ginjal
h. Penyakit
jaringan penghubung
Lupus eritematosus
sistemik, arttritis rheumatoid, MCTD (mixed connectif tissue desease)
i.
Efek obat dan toksin
Obat anti inflamasi non
steroid, preparat emas, penisilamin, probenesid, air raksa, kaptopril dan
heroin
j.
Penyebab lain yang
meliputi : diabetes militus, amiloidosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf kronik,
dan sengatan lebah
3. Manifestasi
klinis
Menurut Hockenberry
(2009) manifestasi dari sindroma nefrotik adalah sebagai berikut :
a. Kenaikan
berat badan
b. Wajah
tampak sembab (edema facialis)
c. Pembengkakan
abdomen (asites)
d. Efusi
pleura
e. Pembengkakan
labia atau skrotum
f. Edema
pada mukosa intestinal yang dapat menyebabkan : diare, anoreksia, absorbs
intestinal buruk
g. Pembengkakan
pergelangan tungkai
h. Iritabilitas,
mudah letih, Letargik
i.
Tekanan darah normal
atau sedikit menurun
j.
Rentan terhadap infeksi
k. Perubahan
urin
4. Patofisiologi
Menurut Suriadi &
Rita (2006), patofiologi sindroma nefrotik adalah :
Meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein
plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin, tekanan osmotic plasma
menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke dalam intertisial.
Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravascular berkurang,
sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi.
Menurunya aliran darah
ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin
angiotensin dan peningkatan sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi
aldosteron yang kemudian menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi
natrium dan air, akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi
lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma.
Adanya hiperlipidemia
juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh
karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria).
Menurunya respon imun
karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia,
hyperlipidemia, atau defisiensi seng.
1.
Pemeriksaan penunjang
Menurut
Mohammad Sjaifullah
Noer dkk (2011)
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah sebagai berikut
:
a.
Urinalisis dan bila
perlu biakan urin
b.
Protein urin
kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio/kreatinin pada urin pertama
pada pagi hari
c.
Pemeriksaan darah
1)
Darah tepi (hemoglobin,
leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit, LED)
2)
Kadar albumin dan
kolestrol plasma
3)
Kadar ureum meningkat, kreatinin
meningkat, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz
4)
Titer ASO dan kadar
komplenen C3 bila terdapat hemturia mikroskopis persisten
5)
Bila curiga lupus
eritomatosus sistemik pemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan kadar komplemen
C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti dsDNA
2. Komplikasi
Menuru Wiguno
Prodjosujdadi komplikasi dari sindroma nefrotik yaitu :
a. Keseimbangan
nitrogen
Menurunya proteinuria
menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negatif. Penurunan massa otot sering
ditemukan tetepi gejala ini tertutup oleh gejala edema anasarka dan baru tampak
setelah edema menghilang. Kehilangan massa otot sebesar 10-20% dari massa tubuh
(learn body mass) tidak jarang dijumpai pada sindroma nefrotik.
b. Hiperlipidemia
dan Lipiduria
Kadar kolestrol umumnya
meningkat sedangkan trigliserid bervariasi dari normal sampai meningkat sedikit
meninggi. Peningkatan kadar kolestrol disebabkan meningkatnya LDL (low density lipoprotein ), lipoprotein
pertama pengangkut kolestrol, kadar trigliserit yang tinggi dikaitkan dengan
peningkatan VLDL (very low density
lippprotein). Hiperlipidemia pada sindroma nefrotik dihubungkan dengan
peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati, dan menurunya katabolisme.
Hiperlipidemia dapat ditemukan pada sindroma nefrotik dengan kadar albumin mendekati normal dan
sebaliknya pada pasien dengan hipoalbuminemia kadar kolestrol dapat normal.
Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau
viskositis yang menurun. Lipiduria sering ditemukan pada sindroma nefrotik dan
ditandai dengan akumulasi lipid pada debris
sel dan cast seperti badan lemak berbentuk oval (oval fat bodies).
c. Hiperkoagulasi
Pada sindroma nefrotik
pada kecendrungan terjadinya vena renalis cukup tinggi, sedangkan sindroma
nefrotik pada GNLM dan GNMP frekuensinya kecil. Emboli paru dan thrombosis vena
dalam sering dijumpai pada sindroma nefrotik. Mekanisme hiperkoagulasi pada
sindroma nefrotik cukup komplek meliputi peningkatan fibrinogen, hiperagregasi
trombosit dan penurunan fibrinolisis. Gangguan koagulasi yang terjadi
disebabkan peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan protein
melalui urin.
d. Metabolism
kalsium dan tulang
Vitamin D merupakan
unsure terpenting dalam metabolisme kalsium dan tulang pada manusia. Vit D yang
terikat oleh protein akan diekskresikan melalui urin sehingga menyebabkan
penurunan kadar plasma. Kadar plasma yang mengalami penurunan sedangkan vit D
bebas tidak mengalami gangguan. Pada sindroma nefrotik juga terjadi kehilangan hormone
tiroid yang terikat protein meleui urin dan penurunan kadar tiroksin plasma.
Tiroksin yang bebas dan hormone yang menstimulasi tiroksin tetap normal
sehingga secara klinis tidak menimbulkan gangguan.
e. Infeksi
Infeksi pada sindroma
nefrotik terjadi akibat defek imunitas humoral, selular, dan gangguan sistem
komplemen. Penurunan IgG,IgA, dan gamma globulin sering ditemukan pada pasien
sindroma nefrotik oleh karena sintesis yang menurun atau katabolisme yang
meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang melalui urin.
f. Gangguan
fungsi ginjal
Terjadinya edema
intrarenal yang menyebabkan kompresi pada tubulis ginjal sehingga dapat
menyebabkan gagal ginjal akut.
A.
TINJAUAN
KEPERAWATAN
1. pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses
sistematis dari pengumpulan, verifikasi, komunikasi dan data tentang pasien.
Pengkajian ini didapat dari dua tipe yaitu data subyektif dan persepsi tentang
masalah kesehatan mereka dan data obyektif yaitu pengamatan/pengukuran yang
dibuat oleh pengumpulan data. (Potter, 2005)
a.
Identitas
atau Biografi
Informasi
biografi atau indentitas pasien yang mencangkup tentang nama, usia, alamat dan
lain-lain serta mencangkup identitas penanggung jawab, yang selanjutnya adalah
alasan masuk yang dimaksud disini yaitu alasan masuk yang dialami penderita
nefrotik sindrom.
b.
Riwayat
Kesehatan
Adalah data
yang dikumpulkan dari data tentang tingkat kesadaran klien (saat ini dan masa
lalu). Riwayat keluarga, perubahan dalam pola kehidupan, riwayat sosial budaya,
kesehatan spiritual dan reaksi mental serta emosi terhadap penyakit.
1)
Keluhan
Utama
Pasien
mengeluh nyeri perut, bengkak pada muka, ekstremitas atas dan bawah, lemah, rasa ngantuk yang berlebihan, mudah
lelah.
2)
Riwayat
Kesehatan Sekarang
Perawat
dapat menentukan kapan gejala timbul, apakah gejala timbul secara mendadak dan
bertahap dan apakah gejala selalu timbul atau hilang dan timbul lagi.
Memberikan
data tentang perawatan kesehatan klien. Perawat mengkaji apakah klien pernah
dirawat di RS atau pernah menjalani operasi, apakah pasien mempunyai riwayat
alergi (obat makanan), serat mengidentifikasi kebiasaan dan gaya pola hidup
pasien, misal pengguna alkohol, kafein, obat-obatan yang beresiko terhadap
organ penting dalam tubuh.
3)
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Riwayat
adanya penyakit nefrotik sindrom pada anggota keluarga yang lain sangat
menentukan, karena penyakit nefrotik sindrom adalah penyakit yang bisa
diturunkan
Pola-pola
fungsional kesehatan menurut Gordon.
a.
Pola
Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Menggambarkan
pola pemahaman klien tentang kesehatan dan kesejahteraan dan bagaimana
kesehatan mereka diatur.
b.
Pola
Nutrisi Dan Metabolik
Menggambarkan
konsumsi relatif terhadap kebutuhan metabolik dan suplai gizi, meliputi pola
konsumsi makanan dan cairan, keadaan kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa,
suhu tubuh tinggi dan berat badan.
Pasen
dengan sindrom nefrotik mengalami gangguan nutrisi karena mengalami anoreksia
dan mual muntah, rambut mudah rontok, dan mukosa bibir lembab. (Mohammad Syaifullah Noer dkk, 2011)
c.
Pola
Eliminasi
Menggambarkan
pola fungsional ekskresi (usus besar, kandung kemih dan kulit) termasuk pola
individu sehari-hari, perubahan atau gangguan dan metode yang digunakan untuk
mengendalikan exskresi.
Mengalami
perubahan warna urin dari bening menjadi agak keruh, mengalami poliuri.
mengalami diare karena hiperperistaltik usus.
Perubahan
warna urin agak keruh, poliuri, dan diare.
d.
Pola
Istirahat dan Tidur
Menggambar
pola istirahat, tidur dan rekreasi dari setiap bantuan untuk merubah pola
tersebut.
Pasien
dengan sindroma nefrotik selama sakit sering tidur dibandingkan saat tidak
sakit, hal tersebut disebabkan karena penderita mnegalami letargi. istirahat
penderita mengalami gangguan karena kelelahan maka dari itu diperlukan bantuan
setiap kali melakukan aktifitas
e.
Pola
Aktivitas dan Latihan
Menggambarkan
pola olahraga, aktivitas, pengisian waktu senggang, dan rekreasi termasuk
aktivitas kehidupan sehari-hari, tipe dan kualitas olahraga dan faktor-faktor.
Aktifitas pasien dengan sindrom nefrotik mengalami gangguan karena disebabkan
adanya oedema pada ekstremitas atas dan bawah. (Arif Mansyur, 2007:526)
f.
Pola
Persepsi dan Kognitif
Menggambarkan
persepsi sensori dan pola kognitif meliputi keedukuatan bentuk sensori
(penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecap, dan penghidung), pelaporan
mengenai persepsi nyeri dan kemampuan fungsi kognitif.
g.
Pola
Persepsi dan Konsep Diri
Menggambarkan
bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri, kemampuan mereka, gambaran diri
dan perasaan.
h.
Pola Peran
dan Hubungan
Menggambarkan
pola berkaitan dengan hubungan meliputi persepsi terhadap peran utama dan
tanggung jawab dalam situasi kehidupan sehari-hari.
i.
Pola
Mekanisme Koping Terhadap Stres
Menggambarkan
pola koping umum dan keefektifan ketrampilan koping dan mentoleransi stres.
j.
Pola
Reproduksi dan Seksualitas
Menggambarkan
pola kepuasan, ketidakpuasan dalam seksualitas, termasuk status reproduksi
wanita.
k.
Pola Nilai
dan Kepercayaan
Menggambarkan
pola nilai, tujuan dan kepercayaan (termasuk kepercayaan spiritual) yang
mengarahkan pilihan dan terpenuhinya gaya hidup.
2.
Konsep
tumbuh kembang
Konsep
tumbang anak usia sekolah menurut William
(2007).
a.
Perkembangan
kognitif anak (Piaget)
Anak usia 9 tahun Fase
Operasional Konkrit (7-11 tahun), pada fase ini, Pengalaman dan kemampuan yang
diperoleh pada fase sebelumnya menjadi mantap. Ia mulai belajar untuk
menyesuaikan diri dengan teman-temannya dan belajar menerima pendapat yang
berbeda dari pendapatnya sendiri.
b. Perkembangan
psikosexsual anak (Sigmund freud)
Anak
usia 9 tahun pada Fase Falik antara umur 3-12 tahun. Fase ini dibagi 2 yaitu
fase oediopal antara 3-6 tahun dan fase laten antara 6-12 tahun. Fase oediopal
dengan pengenalan akan bagian tubuhnya umur 3 tahun. Disini anak mulai belajar
menyesuaiakan diri dengan hukum masyarakat. Perasaan seksual yang negative ini
kemudia menyebabkan dia menjauhi orang tua dengan jenis kelamin yang sama.
Disinilah proses identifikasi seksual. Anak pada fase praoediopal biasanya
senang bermain dengan anak yang jenis kelaminnya berbeda, sedangkan anak pasca
oediopal lebih suka berkelompok dengan anak sejenis.
c. Perkembangan
psikososial anak (Erik Erikson)
Anak usia 9 tahun menurut
Erikson, pada fase Berkarya vs rasa rendah diri. Masa usia 6-12 tahun adalah
masa anak mulai memasuki sekolah yang lebih formal. Ia sekarang berusaha
merebut perhatian dan penghargaan atas karyanya. Ia belajar untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan padanya, rasa tanggung jawab mulai timbul, dan ia mulai
senang untuk belajar bersama.
d. Perkembangan
moral anak (Kolhlberg)
Keenam tahapan
perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan:
1) Pra
Konvensional
Tingkat pra-konvensional
dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga
dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam
tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan
konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal
dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.
2)
Konvensional
Tingkat konvensional
umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai
moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan
harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat
dalam perkembangan moral.
3)
Pasca Konvensional
Tingkatan
pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap
lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah
entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif
seseorang harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat hakekat diri mendahului
orang lain ini membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan
perilaku pra-konvensional.
3. Diagnose
keperawatan dan intervensi
a. Diagnosa
keperawatan
1) Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ke
tiga (Sujono,2011)
2) Resti
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema (Kathleen, 2008)
3) Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelelahan (Nanda, 2007)
4) Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, kelebihan beban
cairan, kelebihan cairan.(Wong,2004)
b. Intervensi
1) Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ke
tiga (Sujono,2011)
Batasan karakteristik
mayor : Edema, (perifer,sakral), kulit menegang, mengkilap. Sedangkan batasan
karakteristik minor : asupan lebih banyak daripada keluaran, sesak nafas,
peningkatan berat badan (Carpenito, 2007)
Tijuan : Pasien tidak menunjukan
bukti-bukti akumulasi cairan (pasien mendapatkan cairan yang tepat)
Kriteria hasil: BB
stabil, tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada edema
Intervensi :
(a) Kaji
masukan yang relative terhadap keluaran secara akurat.
Rasional : perlu untuk
menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko
kelebihan cairan.
(b) Timbang
berat badan setiap hari
Rasional : mengkaji
retensi cairan
(c) Kaji
perubahan edema : ukiur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau edema sekitar
mata.
Rasional : untuk
mengkaji asites dan merupakan sisi umum edema
(d) Atur
masukan cairan dengan cermat
Rasional : agar tidak
mendapatkan lebih dari jumlah yang dibutuhkan
(e) Pantau
infuse intravena
Rasional : untuk mempertahankan masukan yang diresepkan
(f) Berikan
kortikosteroid sesuai ketentuan.
Rasional : untuk
menurunkan ekskresi proteinuria
(g)
Berikan deuretik bila
diresepkan
Rasional : untuk
menghilangkan penghilangan sementara dari edema
2) Resiko
tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema
Batasan karakteristik mayor : gangguan
jaringan epidermis dan dermis. Dan batasan karakteri minornya adalah
:pencukuran kulit, lesi, eritema, pruritis (Carpenito, 2007)
Tujuan : Kulit anak tidak menunjukan
adanya kerusakan integritas : kemerahan atau iritasi
Kriteria hasil : Tidak ada kemerahan,
lecet dan tidak terjadi tenderness bila disentuh .
Intervensi :
(a) Berikan
perawatan kulit
Rasional : memberikan kenyamanan pada
anak dan mencegah kerusakan kulit
(a) Hindari
pakaian ketat
Rasional : dapat mengakibatkan area yang
menonjol tertekan
(b) Bersihkan
dan bedaki area kulit beberapa kali sehari
Rasional : untuk mencegah terjadinya
iritasi pada kulit karena gesekan dengan alat tenun
(c) Topang
area edema seperti skrotum, labia
Rasional : untuk menghilangkan area
tekanan
(d) Ubah
posisi dengan sering
Rasional
: untuk mencegah terjadinya dekubitus
(e) Gunakan
penghilang tekanan atau matras atau tempat tidur penurun tekanan sesuai
kebutuhan
Rasional : untuk mencegah terjadinya
decubitus.
3) Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelelahan (wong, 2004)
Tujuan : anak dapat melakukan aktifitas
sesuai dengan kemampuan dan mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat
Batasan karakteristik mayor : kelemahan,
pusing, dispnea.
Batasan karakteristik minor : pusing,
dipsnea, keletihan, frekuensi akibat aktivitas.
Kriteria hasil
Klien mampu melakukan aktivitas dan
latihan secara mandiri
Intervensi
(a) Pertahankan
tirah baring awal bila terjadi edema hebat
Rasional : Tirah baring yang sesuai gaya
gravitasi dapat menurunkan edema
(b) Seimbangkan
istirahat dan aktivitas bila ambulasi
Rasional : Ambulasi menyebabkan
kelelehan
(c) Rencanakan
dan berikan aktivitas tenang
Rasional : Aktivitas yang tenang
mengurangi penggunaan energi yang dapat menyebabkan kelelahan
(d) Instruksiksn
istirahat bila anak mulai merasa lelah
Rasional : Mengadekuatkan fase istirahat
anak
(e) Berikan
periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : Anak dapat menikmati masa
istirahatnya
4) Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, kelebihan
beban cairan, kelebihan cairan.
Tujuan : Tidak menunjukan adanya
bukti infeksi
Kriteria hasil : Hasil laboratorium
normal, tanda-tanda vital stabil, tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi
(a) Lindungi
anak dari kontak individu terinfeksi
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organism
infektif
(b) Gunakan
teknik mencuci tangan yang baik
Rasional : untuk
memutus mata rantai penyebaran infeksi
(c) Jaga
agar anak tetap hangat dan kering
Rasional : karena
kerentanan terhadap infeksi pernafasan
(d) Pantau
suhu
Rasional : indikasi
awal adanya tanda infeksi
(e) Ajari
orang tua tentang tanda dan gejala infeksi
Rasional : memberi
pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi
No comments:
Post a Comment