Monday, 17 September 2018

Makalah Presentasi Bokong Sectio caesaria


TINJAUAN PUSTAKA

A.      Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus. (Harrry Oxorn, 2010)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim.(Mansjoer, 2007)
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gram.(Mitayani, 2009)
Presentasi Bokong merupakan letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang terendah sehingga kepala berada di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri (William, 2006).
Presentasi Bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian terendahnya bokong, kaki atau kombinasi keduanya dengan insidensi 3-4% dari seluruh kehamilan tunggal pada umur kehamilan cukup bulan atau ≥ 37 minggu.(Sarwono, 2008)
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sectio caesaria dengan indikasi presentasi bokong adalah tindakan pembedahan dari dinding abdomen sampai dinding uterus guna mengeluarkan hasil konsepsi dimana posisi bokong janin berada dirongga panggul.

B.       Etiologi
Faktor – faktor etiologi presentasi bokong meliputi :
1.      Prematuritas
2.      Air ketuban yang berlebihan
3.      Kehamilan ganda
4.      Placenta previa
5.      Panggul sempit
6.      Janin besar
Setiap keadaan yang mempengaruhi masuknya kepala janin ke dalam kepala panggul mempunyai peranan dalam etiologi presentasi bokong. Banyak yang tidak diketahui sebabnya dan setelah mengesampingkan kemungkinan – kemungkinan lain maka sebab malposisi tersebut baru dinyatakan hanya karena kebetulan saja. Beberapa ibu melahirkan bayinya semuanya dengan presentasi bokong, menunjukan bahwa bentuk panggulnya adalah lebih cocok untuk presentasi bokong dari pada presentasi kepala. Implantasi placenta difundus uteri atau dicornu uteri cenderung untuk mempermudah terjadinya presentasi bokong. (Harrry Oxorn, 2010)

C.    Klasifikasi Presentasi Bokong
1.       Presentasi bokong murni (frank breech presentation)
Bagian terbawah adalah bokong saja, sendi paha dan sendi lutut dalam keadaan ekstensi
Presentasi bokong murni adalah yang tersering pada presentasi bokong
2.       Presentasi Bokong Kaki (Complete breech presentation)
Bagian Terbawah adalah bokong, dengan kaki disampingnya, sendi paha dan sendi lutut dalam keadaan ekstensi
Terbagi lagi menjadi 2:
a.       Presentasi bokong kaki sempurna : bagian terbawah ada bokong dan dua kaki
b.       Presentasi bokong kaki tidak sempurna : bagian terbawah ada bokong dan satu kaki.
3.       Presentasi lutut
      Bagian terbawah adalah lutut. Terbagi lagi menjadi 2:
a.       Presentasi lutut sempurna : bagian terbawah adalah kedua lutut
b.      Presentasi lutut tidak sempurna : bagian terbawah hanya ada satu lutut
4.      Presentasi Kaki
 Bagian terbawah adalah kaki
      Terbagi lagi menjadi 2:
a.       Presentasi kaki sempurna : bagian terbawah adalah kedua kaki
b.      Presentasi kaki tidak sempurna : bagian terbawah hanya ada satu kaki
(Mansjoer, 2007)

D.    Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesaria (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.


A.    Indikasi sectio caesaria
Menurut Harry Oxorn (2010) indikasi sectio caesaria dibagi menjadi dua factor :
1.      Faktor Janin
a.       Bayi terlalu besar
Berat bayi sekitar 4000 gram atau lebih, menyebabkan bayi sulit keluar jalan lahir.
b.      Kelainan letak bayi
Ada dua kelainan letak janin dalam rahim yaitu letak sunsang dan lintang.
c.       Janin abnormal
Janin abnormal misalnya kerusakan genetik dan hidrosephalus.
d.      Faktor plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu dan janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi bila itu plasenta previa dan solutio plasenta.
e.       Kelainan tali pusat
Ada dua kelainan tali pusat yang biasa terjadi yaitu, prolaps tali pusat dan terlilit tali pusat.
f.       Multiple pregnancy
Tidak selamanya  bayi kembar dilaksanakan secara operasi. Persalinan kembar memiliki resiko terjadinya komplikasi misalnya lahir premature sering terjadi preeklamsia pada ibu. Bayi kembar dapat juga terjadi sungsang atau letak lintang. Oleh karena itu pada persalinan kembar dianjurkan di rumah sakit, kemungkinan dilakukan tindakan opersai.
2.      Faktor Ibu
a.       Usia
Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini seseorang memiliki penyakit yang berisiko misalnya hipertensi, jantung, kencing manis dan eklamsia.
b.      Tulang panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin.
c.       Persalinan sebelumnya dengan operasi
d.      Faktor hambatan jalan lahir
Gangguan jalan lahir terjadi adanya tumor atau myoma.Keadaan ini menyebabkan persalinan terhambat atau tidak maju adalh distosia.

B.     Jenis - jenis sectio caesaria
Menurut Harry Oxorn (2010) tipe-tipe sectio caesaria yaitu :
1.      Segmen bawah (insisi melintang)
Insisi melintang segmen bawah ini merupakan prosedur pilihan. Abdomen di buka dan uterus di singkapkan. Lipatan vesicouterina peritoneum (bladder flap) yang terletak dekat sambungan segmen atas dan bawah uterus di tentukan dan di sayat melingtang, lipatan ini di lepaskan dari segmen bawah dan bersama-sama kandung kemih di dorong ke bawah serta di tarik agar tidak menutupi lapangan pandangan.
Pada segmen bawah uterus dibuat insisi melintang yang kecil, luka insisi ini dilebarkan ke samping dengan jari-jari tangan dan berhenti di dekat daerah pembuluh-pembuluh darah uterus.
2.      Segmen bawah (insisi membujur)
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama sepertipada insisi melintang. Insisi  membujur di buat dengan skapel dan di lebarkan dengan gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi. Insisi membujur mempunyai keuntungan yaitu kalau perlu luka insisi bisa di lebarkan ke atas. Pelebaran ini di perlukan bila kalau bayinya besar, pembentukan segmen bawah jelek, ada malposisi janin seperti letak lintang atau kalau ada anomali janin seperti kehamilan kembar yang menyatu.
3.      Sectio caesaria klasik
Insisi longitudinal di garis tengah di buat dengan scalpel ke dalam dinding anterior uterus dan di lebarkan ke atas serta ke bawah dengan gunting berujung tumpul. Di perlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering di lahirkan dengan bokong dahulu.



4.      Sectio caesaria exstraperitoneal
Pembedahan extraperitonel di kerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal.

C.      Komplikasi Sectio Caesaria
Menurut Saleha (2009) komplikasi tindakan sectio caesaria yaitu
1.         Komplikasi sectio caesaria
a.       Pada ibu: infeksi puerperal, perdarahan, luka pada kandung kemih, embolisme paru-paru, rupture uteri.
b.      Pada janin: terjadi kematian perinatal
2.         Komplikasi pada masa nifas
a.          Infeksi nifas
b.         Perdarahan dalam masa nifas
c.          Infeksi saluran kemih
d.         Patologi menyusui

D.    Pemeriksaan penunjang
1.      Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2.       Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3.      Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4.       Urinalisis : Menentukam kadar Albumin dan Glukosa
(Mansjoer, 2007)

E.     Penatalaksanaan  Medis dan Keperawatan
1.      Analgesi
Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin.
a.       Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis meperidin yang diberikan adalah 50 mg.
b.       Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg meperidin.
c.       Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.
2.      Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.
3.      Terapi cairan dan Diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.
4.      Vesika Urinarius dan Usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
5.      Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
6.      Perawatan Luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
7.      Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi, hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.
8.      Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
9.      Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain. (Sugeng jitowiyono, 2012)

F.     Adaptasi Fisiologi dan Psikologi Post Sectio Caesaria
Adaptasi fisiologi menurut Bobak (2005) adaptasi fisiologi dibagi menjadi beberapa sistem diantaranya yaitu :
1.      Perubahan sistem reproduksi
Selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan seluruh alat genital ini disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya, perubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut:
a)      Uterus
Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara umbilicus dan simfisis, atau sedikit lebih tinggi. Dua hari kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut, sehingga dalam dua minggu telah turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak dapat diraba lagi dari luar. Involusio uteri melibatkn pengorganisasian dan pengguguran desidua serta peggelupasan situs plasenta, sebagaimana diperlihatkan dengan pengurangan dalam ukuran, berat serta oleh warna dan banyak lokhea.
Banyaknya lokhea dan kecepatan involusi tidak akan terpengaruh oleh pemberian sejumlah preparat metergin dan lainnya dalam proses persalinan. Involusi tersebut dapat dipercepat prosesnya bila ibu menyusui bayinya.
Proses kembalinya uterus kekeadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uteri (Saleha, 2009).
b)      Lokhea
Lokhea adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri dan vagina selama masa nifas. Menurut Saleha, (2009), lokhea terbagi menjadi empat jenis yaitu: lokhia rubra, sangulenta, serosa dan alba.
1)      Lokhea rubra (cruenta) berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, set-set desi dua, verniks caseosa, lanugo, dan mekoneum, selama dua hari pascapersalinan. Inilah lokhia yang akan keluar selama dua sampai tiga hari postpartum.
2)      Lokhea sangulenta berwarna merah kuning berisi darah dan lender yang keluar pada hari ketiga sampai ketujuh pasca persalinan.
3)      Lokhea serosa, dimulai dengan versi yang lebih pucat dari lokia rubra. Lokhea ini berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ketujuh sampai hari keempat belas pascapersalinan.
4)      Lokhea alba adalah lokhea yang terakhir. Dimulai dari hari ke empat belas kemudian makin lama makin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya. Berbentuk seperti cairan putih berbentuk krim serta terdiri atas leukosit dan sel-sel desidua.
c)      Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya thrombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrum 2,5 mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehngga tidak ada pembentukan jaringan perut pada bekas implantasi plasenta (Saleha, 2009).
d)     Serviks
Segera setelah berakhirnya kala TU , servik menjadi sangat lembek, kendur, dan terkulai. Servik tersebut dapat melepuh dan lecet, terutama dibagian anterior. Servik akan terlihat padat yang mencerminkan vaskularisasinya yang tinggi, lubang servik lambat laun mengecil, beberapa hari setelah persalinan diri retak karena robekan dalam persalinan. Rongga leher servik bagian luar akan membentuk seperti keadaan sebelum hamil pada empat mingggu postpartum (Saleha, 2009).
e)      Vagina
Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerpurium merupakan suatu saluran yang luas berdinding tipis. Secara berangsur-angsur luasnya berkurang, tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran seorang nulipara. Rugae timbul kembali pada minggu ketiga. Hymen tampak sebagai tonjolan jaringan yang kecil, yang dalam proses pembentukan berubah menjadi karunkulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara (Saleha, 2009).
f)       Payudara
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Selama Sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika hormone yang dihasilkan plasenta tidak adalagi untuk menghambatnya kelenjar pituitary akan mengeluarkan prolaktin (hormone laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara mulai dapat dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak berisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak, dan rasa sakit. Selsel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi mengisap putting, reflek saraf merangsang lobus posterior pituitary untuk mensekresi hormone oksitosin.
Oksitosin merangsang reflek let down (mengalirkan), sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada putting. Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan dipompa sel-sel acini terangsang untuk menghasilkan ASI lebih banyak. Reflek ini dapat berlanjut sampai waktu yang cukup lama (Saleha, 2009).
2.      Sistem pencernaan
Pada ibu nifas terutama yang partus lama dan terlantar mudah terjadi ileus paralitikus, yaitu adanya obstruksi usus akibat tidak adanya peristaltik usus. Penyebabnya adalah penekanan buah dada dalam kehamilan dan partus lama, sehingga membatasi gerak peristaltic usus, serta bias juga terjadi karena pengaruh psikis takut BAB karena luka (Saleha, 2009).
3.      Sistem perkemihan
Pelfis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama kehamilan kembali normal pada akhir minggu keempat setelh melahirkan. Dieresis yang normal dimulai segera setelah bersalin sampai hari kelima setelah persalinan. Jumlah urin yang keluar dapat melebihi tiga ribu ml per hari. Hal ini diperkirakan merupakan salah satu cara untuk menghilangkan peningkatan cairan ekstraseluler yang merupakan bagian normal dari kehamilan, selain itu juga didapati adanya keringat yang banyak pada beberapa hari pertama setelah persalinan.
Disamping itu, kandung kemih pada puerperium mempunyai kapasitas yang meningkat secara relatif. Oleh karena itu, distensi yang berlebihan, urine residual yang berlebihan, dan pengosongan yang tidak sempurna, harus diwaspadai secara seksama. Ureter dan pelvis renalis yang mengalami distensi akan kembali normal pada dua sampai delapan minggu setelah persalinan (Saleha, 2009).
4.      Sistem muskuloskeletal
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara terbalik pada masa pasca partum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilisasi sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi lengkap pada minggu keenam sampai kedelapan setelah wanita melahirkan. Akan tetapi, walaupun semua sendi lain kembali ke keadaan normal sebelum hamil, kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan. Wanita yang jadi ibu akan memerlukan sepatu yang ukurannya lebih besar (Bobak, 2005).
5.      Sistem endokrin
Selama periode pascapatum, terjadi perubahan hormon yang besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormone-hormon yang diproduksi oleh organ tersebut.
Penurunan hormon human placental lactogen (hPL), estrogen, dan kortisol serta plasental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada puerperium (Bobak, 2005).
Kadar estrogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu pascapartum, penurunan kadar estrogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstraselular berlebih yang terakumulasi selama masa kehamilan. (Bobak, 2005)
Oksitosin disekrkresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahap ketiga persalinan, hormone oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali kebentuk normal (Saleha, 2009)
6.      Perubahan TTV menurut Bobak, (2005)
Temperatur selama 24 jam pertama dapat meningkat sampai 38 derajat Celsius sebagai akibat efek dehidrasi persalinan. Setelah 24 jam wanita harus tidak demam. Pernapasan harus berada dalam rentan normal sebelum melahirkan.
Denyut nadi dan curah jantung tetap tinggi selama jam pertama setelah bayi lahir. Kemudian mulai menurun dengan frekuensi yang tidak diketahui. Pada minggu kedelapan sampai kesepuluh setelah melahirkan, denyut nadi kembali kefrekuensi sebelum hamil.
Tekanan darah sedikit berubah atau menetap. Hipotensi ortostatik, yang diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera setelah berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama. Hal ini merupakan akibat pembengkakan limpa yang terjadi setelah wanita melahirkan.
7.      Sistem kardiovaskuler, menurut Bobak (2005)
Volume darah perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran ekstravaskuler. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil.
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama tiga puluh sampai enam puluh menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai inimeningkat pada semua jenis kelahiran atau semua pemakaian konduksi anesthesia.
Adaptasi psikologi pada masa nifas menurut Saleha (2009)
Periode masa nifas merupakan waktu dimana ibu mengalami strespasca persalinan, terutama pada ibu primipara. Periode ini diekspresikan oleh Reva Rubin yang terjadi pada tiga tahap berikut ini:
a.       Taking in period
Terjadi pada satu sampai dua hari setelah persalinan, ibu sangat pasif dan sangat tergantung pada orang lain, fokus perhatian terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami, serta kebutuhan tidur dan nafsu makan meningkat.
b.      Taking hold period
Berlangsung tiga sampai empat hari post partum, ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ibu menjadi sangat sensitif, sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu.
c.       Letting go period
Dialami setelah ibu dan bayi tiba dirumah. Ibu mulai secara penuh menerima tanggung jawab sebagai “seorang ibu” dan menyadari atau merasa kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya.

G.    Pengkajian keperawatan
Fokus pengkajian pada ibu post sectio caesaria yaitu :
1.      Sirkulasi
Hipotensi, nadi melambat (50-70 x/menit), TD bervariasi, edema pada ekstremitas bawah, kehilangan darah 600-800 ml.
2.      Integritas ego
Menunjukkan tanda kegagalan dan atau refleksi negative pada kemampuan sebagai wanita reaksi emosional yang bevariasi, ekspresi meminta maaf untuk perilaku intrapartum yang tidak terkontrol, rasa takut mengenai kondisi bayi baru lahir dan perawatan segera pada neonatal. Dapat menunjukkan liabilitas emosional dan kegembiraan sampai ketakutan, marah, atau menarik diri. Ibu atau pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran. Mungin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
3.      Eliminasi
Terpasang kateter menetap, bising usus tidak ada atau jelas.
4.      Makanan/cairan
Abdomen lunak, tidak ada distensi pada awal post SC, nyeri epigastrik, merasa haus, lapar, mukosa mulut kering.
5.      Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat Anestesi spinal epidural.
6.      Nyeri
Mengeluh ketidaknyamanan atau nyeri dari berbagai sumber : trauma bedah atau insisi bedah, nyeri abdomen karena kontraksi uterus, distensi kandung kemih, nyeri karena pembengkakan payudara.
7.      Keamanan
Kemungkinan terpajang infeksi karena daya tahan tubuh yang rendah, immobilitas, trauma jaringan. Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh. Jalur parental bila di gunakan: paten, bebas eritema, bengakak dan nyeri tekan.
8.      Seksualitas
Riwayat CPD, kehamilan multipel, uterus sangat distensi, riwayat kehamilan SC sebelumnya, fundus dengan kontraksi kuat dan terletak di umbilicus. Aliran lochea sedang, bebas dari bekuan yang berlebihan, merah gelap, hanya beberapa bekuan kecil, perineum utuh, striae pada abdomen, paha dan payudara, payudara lunak dengan puting tegang.
9.      Aktivitas
Tampak berenergi, kelelahan atau keletihan, mengantuk
10.  Pemeriksaan diagnostic
Jumlah darah lengkap, Hb, PCV, Urinalisa bila di perlukan.

H.      DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera (NANDA, 2011)
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan nyeri berkurang bahkan hilang dibuktikan dengan pasien mengatakan nyeri berkurang, wajah rileks.
Intervensi :
a.    Kaji karakteristik dan skala nyeri
Rasional : mengkaji skala nyeri pada pasien dapat menentukan tingkat permasalahan.
b.    Monitor keadaan umum dan vital sign.
Rasional : memonitor vital sign dan KU dapat mengetahui perkembangan pasien.
c.    Anjurkan teknik relaksasi bila nyeri muncul
     Rasional : diharapkan dapat member rasa nyaman pada pasien.
d.   Berikan posisi yang nyaman
Rasional : diharapkan dapat mengurangi nyeri pada pasien
e.    Ciptakan lingkungan yang nyaman
     Rasional : diharapkan dapat member rasa nyaman pada pasien
f.     Kolaborasi pemberian analgesik
Rasional : analgesik diharapkan dapat mengurangi rasa nyeri.
2.      Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.(NANDA, 2011)
Tujuan : Resiko infeksi dapat dicegah.
Kriteria Hasil : luka bersih, kering, tidak ada pus dan klien tidak demam atau tidak muncul tanda – tanda infeksi.
Intervensi:
a.    Kaji peningkatan suhu, nadi, respirasi sebagai tanda infeksi
Rasional : suhu lebih dari 38°C menandakan adanya infeksi.
b.    Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Rasional : untuk mengidentifikasi tindakan yang dapat memperberat terjadinya infeksi.
c.    Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik.
Rasional : mencegah infeksi dan penyebaran ke jaringan sekitarnya.
d.   Anjurkan makan tinggi kalori dan tinggi protein.
Rasional : protein membantu dalam pertumbuhan jaringan dan penyembuhan, kalori perlu untuk penghematan protein.
e.    Anjurkan pada pasien untuk menjaga area insisi operasi ketika bergerak.
Rasional : mencegah terjadinya infeksi pada luka post sectio caesaria.
f.     Kolaborasi pemberian antibiotik
     Rasional : antibiotik diberikan untuk menncegah infeksi.
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. (NANDA, 2011)
Tujuan : Aktivitas kembali sesuai dengan kemampuan pasien
Kriteria Hasil : Pasien dapat beraktivitas seperti biasa.
Intervensi :
a.    Kaji kemampuan aktivitas pasien.
                 Rasional : dapat mengetahui kemampuan dalam aktivitas.
b.    Bantu dan motivasi untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
Rasional : dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena kebutuhan klien terpenuhi.
c.    Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan aktivitas pasien.
Rasional : untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada pasien dalam keluhan kelemahan, keletihan yang berkenaan dengan aktivitas.
d.   Tingkatkan aktivitas secara bertahap.
Rasional : dapat meningkatkan proses penyembuhan.
e.    Berikan posisi yang nyaman
Rasionai : dapat mengurangi rasa nyeri pada pasien
f.     Kolaborasi dengan fisioterapi dalam latihan ambulasi.
Rasional : diharapkan dapat mengurangi resiko pada pasien.
4.      Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang informasi.(Carpenito, 2007)
Tujuan : pasien dapat mendemonstrasikan dan mengungkapkan pemahaman diri post partum.
Kriteria Hasil : pasien memahami cara – cara penanganan diri dan bayi, dan pasien mampu mendemonstrasikan.
Intervensi :
a.    Kaji tingkat pengetahuan pasien.
                 Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan pasien.
b.      Beri informasi tentang perawatan payudara.
Rasional : dapat mengetahui tentang perawatan payudara.
c.    Ajarkan pasien perawatan payudara yang benar
Rasional : diharapkan pasien mengetahui dan bisa melakukan perawatan payudara.
d.   Dorong pasien untuk melakukan sendiri.
Rasionl : diharapkan pasien berani untuk merawat payudara dan  bayinya dengan mandiri.
e.    Jelaskan pentingnya ASI bagi bayi.
Rasional : dapat mengetahui manfaat ASI untuk bayinya.
5.      Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal.(NANDA, 2011)
Tujuan ; Konstipasi tidak terjadi
Kriteria Hasil : klien bisa flatus dan mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya atau optimal.
Intervensi :                                         
a.    Palpasi abdomen, perhatikan distensi/ketidaknyamanan.
                 Rasional :  mengetahui perkembangan masalah pasien
b.    Beri cairan per oral 6-8 gelas per hari.
Rasional : untuk merangsang eliminasi BAB
c.    Observasi penyebab gangguan eliminasi BAB.
Rasional : untuk mengetahui apakah penyebab gangguan dalam BAB
d.   Kolaborasi pemberian obat supositoria
Rasioanal : untuk melunakkan feces
e.    Kolaborasi pemberian diit tinggi serat
Rasional : cairan dan makanan serat dapat merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi

No comments:

Post a Comment

Makalah Asfiksia

LANDASAN TEORI A.     Pengertian Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terl...