Saturday 15 September 2018

Makalah Obstruksi Ileus


TINJAUAN PUSTAKA
A.    Tinjauan teori
1.      Obstruksi ileus
Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui saluran pencernaan. (Brunner & Suddarth, 2002).
Ileus adalah suatu kondisi kelumpuhan saluran gastrointesinal tanpa disertai adanya obstruksi mekanik paa instenial. Pada kondisi klinik sering disebut dengan ileus paralitik. (Mansjoer, 2011).
Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah penyumbatan pada usus yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan di sepanjang usus dan memungkinkan untuk dilakukan tindakan laparotomi.
Bedah laparotomi merupakan tindakan operasi pada abdomen. (Sjamsuhidayat dan Jong, 2005).Bedah laparotomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan di daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan dengan arah sayatan ( Brunner & Sudarth, 2002).
2.      Jenis laparotomi
a.       Medium untuk operasi perut luas
b.      Paramedium (kanan) untuk massa appendiks
c.       Pararectal
d.      Mc. Burney untuk apendiktomy
e.       Fannenstiel untuk operasi kandung kemih atau uterus
f.       Subskotal kanan untuk kolesistektomi.
Menurut Yunichrist, 2009, Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain :
a.       Midline incision
Metode insisi ini paling sering digunakan, karena sedikit pendarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat dibuka dan ditutup, serta tidak memotong ligamen saraf. Namun demikian, kerugian insisi jenis adalah bisa terjadi hernia cikatrialis. Indikasinya pada ekslplorasi gaster, penkreas dan hepar.
b.      Paramedian
Yaitu, sedikit ke tepi dari garis tengah (±2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi atas 2, yaitu paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis lambung, eksplorasi pankreas, serta plenoktomi. Keuntungan paramedian antara lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah  ke arah atas dan bawah.
c.       Transverse upper abdomen incision
Yaitu : insisi bagian atas, misalnya pada pembedahan colesistomy dan splenektomy.
d.      Transverse lower abdomen incision
Yaitu : insisi melintang di bagian bawah ±4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya pada operasi apendiktomy
MenurutSjamsuhidayat dan Jong, 2005, Adapun jenis laparotomi menurut indikasiadalah :
a.       Gastrektomi
Pembedahan pada tukak peptik perforasi atau pendarahan untuk mengurangi sekresi asam lambung
b.      Hernitomi
Pembedahan pada pasien hernia. Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan
c.       Appendiktomi
Pembedahan untuk pasien apendisitis akibat peradangan baik akut maupun kronik. Tehknik apendiktomi dengan Mc. Burney secara terbuka.
d.      Kolostomi
Kolostomi merupakan anus kolokytaneostomi  yang dibuat sementara atau menetap.
3.      Etiologi
Faktor prediposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen, tetapi ada factor prediposisi lain yang mendukung peningkatan resiko terjadinya ileus, diantaranya (Brunner & Sudarth, 2002) :
a.       Sepsis
b.      Obat – obatan ( missal : antacid, amitriptyline)
c.       Gangguan elektrolit dan metabolic ( misalnya hypokalemia, hipomagnesmia, hipermatremia, anemia)
d.      Infark miokard
e.       Pneumonia
f.       Trauma ( missal : patah tulang iga, cidera spina)
g.      Inflamasi intra abdomen dan peritonitis
4.      Patofisiologi
Menurut Smeltzer, 2002, kondisi obstruksi mekanik pada usus halus akan meningkatkan dilatasi usus proksimal serta memberikan maniffestasi akumulasi sekresi dan udara pada saluran gastrointestinal, dilatasi usus ini merangsang aktivitas sel-sel sekretorik untuk menghasulkan lebih banyak akumulasi cairan. Kondisi ini akan meningkatkan gerak peristaltic bak diatas dan dibawah lesi obstruksi. Respon muntah merupakan kondisi awal terjadi jika tinkat obstruksi pada bagian proksimal.Kondisi peningkatan distensi usus halus menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal.Hal ini dapat menyebabkan kompresi mukosa limfatik menjadi limfadema pada dinding usus. Ketika tekanan hidrostaltik intralumen tinggi, maka akan meningkatkan tekanan hidrostaltik kapiler dan akan menghasilkan peningkatan ruang ketiga, air, elektroliot, dan protein masuk ke dalam lumen instenial. Kehilangan cairan dan kondisi dehidrasi yang terjadi kemudian bisa bertambah berat dan berkontribusi terhadap resiko kematian.Secara umum, semakin proksimal kondisi obstruksi, semakin sedikit distensi dan semakin cepat terjadinya muntah.Sebaliknya, pada pasien dengan obstruksi usus halus distal, ditandai distensi abdomen lebih berat dan mungkin terjadi muntah.Nyeri abdomen merupakan tanda penting obstruksi distal.Hipotensi dan takikardia menunukan penurunan cairan.Pada tahap awal, biasanya bising usus tinggi dan berlanjut kondisi diam menunjjukan perforasi atau peritonitis.Inasi bakteri dengan mudah memberkan pengaruh pada kondisi obstruksi usus halus bagian proksimal.Perubahan mikrovaskuler dalam dinding usus memungkinkan translokasi ke kelenjar getah bening mesenterika. Kondisi ini akan menyebabkan kondisi sepsis yang berat.


1.      Indikasi
a.       Truma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen adalah kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau tajam (Ignativicus &Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis, yaitu :
1)      Trauma tembus
Trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium yang disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak.
2)      Trauma tumpul
Trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium) yang dapat disebabkan oleh benturan, ledakan, pukulan, dll.
b.      Sumbatan pada usus halus dan besar (obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan yang menghambat aliran normal sepanjang jalan usus.
c.       Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong tak berfungsi pada bagian inferior dan sekum. Penyebabnya yang paling sering dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
1)      Tumor abdomen
2)      Pancreatitis
3)      Abscesses
4)      Internal bleeding
A.    Tinjauan proses keperawatan
1.      Pengkajian
Menurut Nanda(2012 – 2014) fase pengkajian memounyai komponen utama yaitu mengumpulkan data, memvalidasi data, mengorganisasikan data, dan menuliskan data.
a.       Data dasar
        Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, dan melalui pemeriksaan penunjang.
1)      Data pasien
Identitas nama pasien, penderita obstruksi ileus dilakukan laparotomi biasanya berumur 15-30 tahun, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor registrasi, diagnosa medic.
2)      Data penanggung jawab
Identitas nama penanggung jawab, umur, pekerjaan, alamat, hub. Dengan pasien.
3)      Riwayat kesehatan sekarang yang ditemukan ketika pengkajian. Keluhan utama yang biasa terjadi pada pasien obstruksi ileus yaitu nyeri pada bagian abdomen, keluhan pasien post laparotomi pun mengeluh nyeri pada bagian luka operasi, nyeri bertambah saat bergerak, nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala lebih dari 5 (0-10).
4)      Riwayat kesehatan dahulu pasienmempunyai riwayat pernah dioperasi pada bagian abdomen. Klien post laparotomi mempunyai riwayat penyakit pada sistem pencernaan.
5)      Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit obstruksi ileus, karena bukan merupakan penyakit keturunan
b.      Pola fungsional Gordon
1)      Pola persepsi kesehatan :pada pasien obstruksi ileus denganpost laparotomimenganggap sehat itu penting, pasien harus berobat demi mencapai mencapai kesembuhan, sebelum dirawat dirumah sakit pasien periksa di pelayan kesehatan.
2)      Pola nutrisi dan metabolik :pada pasien obstruksi ileus dengan post laparotomi satu porsi makan tidak habis, nafsu makan menurun, mual muntah, penurunan berat badan.
3)      Pola eliminasi : pada pasien obstrukis ileus dengan post laparotomi pola ini umumnya tidak mengalami gangguan.
4)      Pola aktivitas dan latihan : pada pasien obstruksi ileus dengan post laparotomi mudah lelah, lemas saat melakukan aktivitas, mengalami gangguan melakukan aktivitas mandiri
5)      Pola tidur dan istirahat : pada pasien obstruksi ileus dengan post laparotomi tidur mengalami gangguan karena adanya nyeri yang dirasakan
6)      Pola sensori dankognitif :pada pasien obstrukisi ileus dengan post laparotomi panca indra tidak mengalami gangguan, merasa nyeri, mengetahui tentang penyakitnya.
7)      Pola persepsi dan konsep diri :pada pasien obstruksi ileus dengan  post laparotomi memiliki perasaan percaya diri, tidak cemas dengan luka operasinya.
8)      Pola reproduksi seksualitas : pada pasien obstruksi ileus dengan post laparotomi pola ini umumnya tidak mengalami gangguan.
9)      Pola mekanisme koping :pada pasien obstruksi ileus dengan post laparotomi emosi stabil, tidak takut akan penyakitnya.
10)  Pola sistem kepercayaan : pada pasien obstruksi ileus dengan post laparotomi perubahan dalam diri melakukan ibadah, agama yang dianut
11)  Pola hubungan dengan sesama :pada pasien obstruksi ileus dengan post laparotomi pada umumnya tidak mengalami gangguan.
c.       Pemeriksaan fisik
1)      Keadaan umum
Penderita obstruksi ileus mengalami nyeri abdomen dari ringan hingga berat dengan skala 0-10, perubahan tanda vital (peningkatan suhu, takikardi)
Pasien post laparotomiakan mengalami badan yang lemas, tanda-tanda vital tidak stabil, kadang kesadarannya mengalami penurunan.
2)      Kepala          : rambut hitam, lembab, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi dikepala..
3)      Mata             : Mata simetris, pupil isokor, reaksi pupil terhadap cahaya baik, konjungtiva merah muda, sklera putih, pengelihatan baik visus 5/5
4)      Hidung         : Simetris, tidak ada secret dalam hidung, tidak ada lesi, fungsi penciuman baik
5)      Mulut           : mukosa pucat, tidak ada stomatitis,gigi lengkap, tidak ada karies gigi.
Telinga         : Daun telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada serumen dalam telinga, tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka, fungsi pendengaran baik
6)      Leher            : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada gangguan menelan.
7)      Dada
Inspeksi        : tidak menggunakan otot bantu nafas
Palpasi          : pengembangan paru sama, tidak ada nyeri tekan
Perkusi         : sonor
Auskultasi    : tidak ada suara tambahan, vesikuler
8)      Jantung
Inspeksi        :  ictus cordis tidak tampak
Palpasi          :  ictus cordis tidak teraba
Perkusi         :  redup
Auskultasi    :  s1 s2 teratur, tunggal
9)      Abdomen
Inspeksi        : terdapat luka post operasi di bagian perut bagian bawah, kondisi luka bersih.
Auskultasi    : peristaltik usus menurun
Palpasi          : terdapat nyeri tekan pada perutbagian bawah
Perkusi         :tympani, pada bagian luka tidak dilakukan perkusi
10)  Ekstremitas
Ekstremitas atas       : terpasang infus, tidak terjadi gangguan fungsi gerak padaekstremitas atas
Ekstremitas bawah : kaki kanan dan kiri sama, tidak ada kelainan bentuk, akral hangat, gerak terbatas
11)  Genetalia
Tidak mengalami gangguan
B.     Analisa data
Tabel 2. 1
Data
Problem
Etiologi
DO :
Pasien tampak meringis menahan nyeri, ada luka post operasi di perut bagian bawah, seperti ditusuk-tusuk, skala 6-10, saat bergerak semakin dirasakan, vital sign tidak stabil

DO : berat badan menurun, makanan tidak habis, mukosa bibir pucat, muntah, rambut rontok

DO : hanya terbaring di tempat tidur, pergerakan lamban, aktivitas dibantu keluarga, tida mampu alih baring, kelemahan otot, mudah lelah, lemas saat melakukan aktivitas
Nyeri













Perubahan nutrisi






Kerusakan mobilitas fisik








Insisi pembedahan












Mual muntah







Nyeri pasca operasi






 
C.    Diagnosa keperawatan
1.   Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi pembedahan
2.   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
3.   Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pasca operasi
D.    Intervensi keperawatan
1.   Diagnosa nyeri akut berhubungan denganadanyainsisi pembedahan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatannyeri pasien berkurang
Kriteria hasil :
a.       Skala nyeri berkurang (0-10) menjadi 4
b.      Pasien tampak rileks
c.       Pasien mampu mengulangi tehnik relaksasi,
d.      Pasien menggunakan analgetik dan non analgetik dengantepat
Intervensi :
a.       Kaji skala nyeri
b.      Ajarkan relaksasi
c.       Kompres hangat/dingin
d.      Kolaborasi dalam pemberian analgetik
e.       Obs. Vital sign
f.       Beri informasi tentang nyeri
g.      Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi ketidaknyamanan
h.      Pantau kepuasan pasien terhadap management nyeri.
i.        Kaji pengaruh nyeri terhadap pola tidur
j.        Kaji respon terhadap tindakan penurunan nyeri
Rasional :
a.       Untuk menentukan implementasi keperawatan
b.      Untuk menurunkan stimulus nyeri
c.       Analgetik dapat menurunkan itensitas nyeri
d.      Untuk mengetahui kondisi tubuh pasien
e.       Pengetahuan yang akan dirasakan akan mengurangi nyeri dan pemahaman tentang penanganan dalam asuhan keperawatan
f.       Lingkungan tenang akan mengurangi stimulus nyeri
g.      Mengetahui seberapas besar pengaruh nyeri terhadap pola tidur
h.      Mengetahui respon dan kepuasan pasien terhadap nyeri
2.   Diagnosa Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan  kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
a.       Nafsu makan meningkat
b.      Mual berkurang
c.       Tidak muntah
d.      Mempertahankan berat badan
Intervensi :
a.       Beri penkes nutrisi untuk penyembuhan luka
b.      Kaji penyebab mual muntah
c.       Pantau cairan
d.      Bantu perawatan diri untuk makan
e.       Kolaborasi untuk diit tinggi kalori dan protein
f.       Kolaborasi dalam pemberian obat anti mual
g.      Kaji kesulitan menelan.
Rasional :
a.       Agar pasien/keluarga mengerti asupan nutrisi apa yang harus terpenuhi untuk mempercepat kesembuhan pasien
b.      Mengetahui kondisi pasien
c.       Mengetahui keseimbangan cairan pasien
d.      Agar nutrisi pasien tetap terpenuhi
e.       Diit tinggi kalori dan protein mempercepat kesembuhan pasien
f.       Anti mual dapat mengurangi mual pasien
g.      Mengetahui kondisi pasien saat menelan
3.   Diagnosa  Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pasca operasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatanmampu beraktivitas seperti biasa
Kriteria hasil :
a.       Tidak mengalami kelemahan otot
b.      Pergerakan sendi aktif
c.       Pasien mampu alih baring
d.      Dapat dilakukan dirumah
Intervensi :
a.       Ajarkan gerakan ROM
b.      Libatkan keluarga dalam latihan gerakan ROM
c.       Motivasi klien dalam setiap latihan gerakan sendi
d.      Anjurkan perubahan posisi
e.       Perawatan tirah baring
f.       Memfasilitasi pergerakan dalam kegiatan sehari-hari
Rasional :
a.       Agar tidak terjadi kelemahan otot
b.      Keluarga mengerti dan mampu membantu latihan saat dirumah sakit dan setelah pulang dari rumah sakit
c.       Pasien termotivasi dalam latihan gerakan
d.      Perubahan posisi untuk mencegah terjadinya penyakit lain
e.       Agar aktivitas pasien tetap terpenuhi
E.     Implementasi keperawatan
Kegiatan atau serangkaian tindakan yang dilakukan perawat untuk membantu klien dari masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya telah disusun pada rencana keperawatan. (Nursalam, 2011)
F.     Evaluasi
     Evaluasi terdiri dari 2 jenis, yaitu : evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan sampai tujuan tercapai.Sedangkan evaluasi sumatif bisa disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir.Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan dan menjadi metode dalam memonitor kualitas dan efisien tindakan yang dilakukan. Bentuk evaluasi menggunakan format SOAP (Nursalam, 2011)

No comments:

Post a Comment

Makalah Asfiksia

LANDASAN TEORI A.     Pengertian Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terl...