TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan teori
1.
Obstruksi ileus
Obstruksi
usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui
saluran pencernaan. (Brunner & Suddarth, 2002).
Ileus
adalah suatu kondisi kelumpuhan saluran gastrointesinal tanpa disertai adanya
obstruksi mekanik paa instenial. Pada kondisi klinik sering disebut dengan ileus
paralitik. (Mansjoer, 2011).
Dari
defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah penyumbatan pada
usus yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan di
sepanjang usus dan memungkinkan untuk dilakukan tindakan laparotomi.
Bedah
laparotomi merupakan tindakan operasi pada abdomen. (Sjamsuhidayat dan Jong,
2005).Bedah laparotomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan di daerah
abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan dengan arah
sayatan ( Brunner &
Sudarth, 2002).
2.
Jenis
laparotomi
a. Medium
untuk operasi perut luas
b. Paramedium
(kanan) untuk massa appendiks
c. Pararectal
d. Mc.
Burney untuk apendiktomy
e. Fannenstiel
untuk operasi kandung kemih atau uterus
f. Subskotal
kanan untuk kolesistektomi.
Menurut
Yunichrist,
2009, Ada
4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain :
a. Midline
incision
Metode insisi ini paling sering
digunakan, karena sedikit pendarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat dibuka
dan ditutup, serta tidak memotong ligamen saraf. Namun demikian, kerugian
insisi jenis adalah bisa terjadi hernia cikatrialis. Indikasinya pada ekslplorasi
gaster, penkreas dan hepar.
b. Paramedian
Yaitu, sedikit ke tepi dari garis
tengah (±2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi atas 2, yaitu paramedian kanan dan
kiri, dengan indikasi pada jenis lambung, eksplorasi pankreas, serta
plenoktomi. Keuntungan paramedian antara lain : merupakan bentuk insisi
anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi
mudah ke arah atas dan bawah.
c. Transverse
upper abdomen incision
Yaitu : insisi bagian atas,
misalnya pada pembedahan colesistomy dan splenektomy.
d. Transverse
lower abdomen incision
Yaitu : insisi melintang di bagian
bawah ±4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya pada operasi apendiktomy
MenurutSjamsuhidayat dan Jong, 2005, Adapun jenis laparotomi menurut
indikasiadalah :
a. Gastrektomi
Pembedahan pada tukak peptik
perforasi atau pendarahan untuk mengurangi sekresi asam lambung
b. Hernitomi
Pembedahan pada pasien hernia.
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan
c. Appendiktomi
Pembedahan untuk pasien apendisitis
akibat peradangan baik akut maupun kronik. Tehknik apendiktomi dengan Mc.
Burney secara terbuka.
d. Kolostomi
Kolostomi merupakan anus
kolokytaneostomi yang dibuat sementara
atau menetap.
3. Etiologi
Faktor
prediposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen, tetapi ada factor prediposisi lain yang mendukung
peningkatan resiko terjadinya ileus, diantaranya (Brunner & Sudarth, 2002)
:
a.
Sepsis
b.
Obat
– obatan ( missal : antacid, amitriptyline)
c.
Gangguan
elektrolit dan metabolic ( misalnya hypokalemia, hipomagnesmia, hipermatremia,
anemia)
d.
Infark
miokard
e.
Pneumonia
f.
Trauma
( missal : patah tulang iga, cidera spina)
g.
Inflamasi
intra abdomen dan peritonitis
4. Patofisiologi
Menurut
Smeltzer, 2002, kondisi obstruksi mekanik pada usus halus akan meningkatkan
dilatasi usus proksimal serta memberikan maniffestasi akumulasi sekresi dan
udara pada saluran gastrointestinal, dilatasi usus ini merangsang aktivitas
sel-sel sekretorik untuk menghasulkan lebih banyak akumulasi cairan. Kondisi
ini akan meningkatkan gerak peristaltic bak diatas dan dibawah lesi obstruksi.
Respon muntah merupakan kondisi awal terjadi jika tinkat obstruksi pada bagian
proksimal.Kondisi peningkatan distensi usus halus menyebabkan peningkatan
tekanan intraluminal.Hal ini dapat menyebabkan kompresi mukosa limfatik menjadi
limfadema pada dinding usus. Ketika tekanan hidrostaltik intralumen tinggi,
maka akan meningkatkan tekanan hidrostaltik kapiler dan akan menghasilkan
peningkatan ruang ketiga, air, elektroliot, dan protein masuk ke dalam lumen
instenial. Kehilangan cairan dan kondisi dehidrasi yang terjadi kemudian bisa
bertambah berat dan berkontribusi terhadap resiko kematian.Secara umum, semakin
proksimal kondisi obstruksi, semakin sedikit distensi dan semakin cepat
terjadinya muntah.Sebaliknya, pada pasien dengan obstruksi usus halus distal,
ditandai distensi abdomen lebih berat dan mungkin terjadi muntah.Nyeri abdomen
merupakan tanda penting obstruksi distal.Hipotensi dan takikardia menunukan
penurunan cairan.Pada tahap awal, biasanya bising usus tinggi dan berlanjut
kondisi diam menunjjukan perforasi atau peritonitis.Inasi bakteri dengan mudah
memberkan pengaruh pada kondisi obstruksi usus halus bagian proksimal.Perubahan
mikrovaskuler dalam dinding usus memungkinkan translokasi ke kelenjar getah
bening mesenterika. Kondisi ini akan menyebabkan kondisi sepsis yang berat.
1.
Indikasi
a. Truma
abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen adalah kerusakan
terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan
oleh luka tumpul atau tajam (Ignativicus &Workman, 2006). Dibedakan atas 2
jenis, yaitu :
1) Trauma
tembus
Trauma
perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium yang disebabkan oleh luka
tusuk atau luka tembak.
2) Trauma
tumpul
Trauma perut tanpa penetrasi
kedalam rongga peritonium) yang dapat disebabkan oleh benturan, ledakan, pukulan,
dll.
b. Sumbatan
pada usus halus dan besar (obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan
sebagai gangguan yang menghambat aliran normal sepanjang jalan usus.
c. Apendisitis
mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong tak
berfungsi pada bagian inferior dan sekum. Penyebabnya yang paling sering dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai
aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
1) Tumor
abdomen
2) Pancreatitis
3) Abscesses
4) Internal
bleeding
A.
Tinjauan proses keperawatan
1. Pengkajian
Menurut
Nanda(2012 – 2014) fase pengkajian memounyai komponen utama yaitu mengumpulkan
data, memvalidasi data, mengorganisasikan data, dan menuliskan data.
a.
Data
dasar
Pengumpulan data pada
pasien dan keluarga dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
melalui pemeriksaan penunjang.
1)
Data
pasien
Identitas nama pasien, penderita obstruksi ileus dilakukan laparotomi
biasanya berumur 15-30 tahun, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
registrasi, diagnosa medic.
2)
Data
penanggung jawab
Identitas nama penanggung jawab, umur, pekerjaan, alamat, hub. Dengan
pasien.
3)
Riwayat
kesehatan sekarang yang ditemukan ketika pengkajian. Keluhan utama yang biasa
terjadi pada pasien obstruksi ileus yaitu nyeri pada bagian abdomen, keluhan
pasien post laparotomi pun mengeluh nyeri pada bagian luka operasi, nyeri
bertambah saat bergerak, nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala lebih dari 5
(0-10).
4)
Riwayat
kesehatan dahulu pasienmempunyai riwayat pernah dioperasi pada bagian abdomen.
Klien post laparotomi mempunyai riwayat penyakit pada sistem pencernaan.
5)
Riwayat
kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat
penyakit obstruksi ileus, karena bukan merupakan penyakit keturunan
b.
Pola
fungsional Gordon
1)
Pola
persepsi kesehatan :pada pasien obstruksi ileus denganpost laparotomimenganggap
sehat itu penting, pasien harus berobat demi mencapai mencapai kesembuhan,
sebelum dirawat dirumah sakit pasien periksa di pelayan kesehatan.
2)
Pola
nutrisi dan metabolik :pada pasien obstruksi ileus dengan post laparotomi satu
porsi makan tidak habis, nafsu makan menurun, mual muntah, penurunan berat
badan.
3)
Pola
eliminasi : pada pasien obstrukis ileus dengan post laparotomi pola ini umumnya
tidak mengalami gangguan.
4)
Pola
aktivitas dan latihan : pada pasien obstruksi ileus dengan post laparotomi
mudah lelah, lemas saat melakukan aktivitas, mengalami gangguan melakukan
aktivitas mandiri
5)
Pola
tidur dan istirahat : pada pasien obstruksi ileus dengan post laparotomi tidur
mengalami gangguan karena adanya nyeri yang dirasakan
6)
Pola
sensori dankognitif :pada pasien obstrukisi ileus dengan post laparotomi panca
indra tidak mengalami gangguan, merasa nyeri, mengetahui tentang penyakitnya.
7)
Pola
persepsi dan konsep diri :pada pasien obstruksi ileus dengan post laparotomi memiliki perasaan percaya diri,
tidak cemas dengan luka operasinya.
8)
Pola
reproduksi seksualitas : pada pasien obstruksi ileus dengan post laparotomi
pola ini umumnya tidak mengalami gangguan.
9)
Pola
mekanisme koping :pada pasien obstruksi ileus dengan post laparotomi emosi
stabil, tidak takut akan penyakitnya.
10) Pola sistem kepercayaan : pada pasien obstruksi ileus
dengan post laparotomi perubahan dalam diri melakukan ibadah, agama yang dianut
11) Pola hubungan dengan sesama :pada pasien obstruksi
ileus dengan post laparotomi pada umumnya tidak mengalami gangguan.
c. Pemeriksaan
fisik
1) Keadaan umum
Penderita obstruksi ileus mengalami nyeri abdomen dari ringan hingga
berat dengan skala 0-10, perubahan tanda vital (peningkatan suhu, takikardi)
Pasien post laparotomiakan mengalami badan yang lemas, tanda-tanda vital
tidak stabil, kadang kesadarannya mengalami penurunan.
2)
Kepala :
rambut hitam, lembab, tidak
ada nyeri tekan, tidak ada lesi dikepala..
3)
Mata
: Mata simetris, pupil isokor,
reaksi pupil terhadap cahaya baik, konjungtiva merah muda, sklera putih,
pengelihatan baik visus 5/5
4) Hidung :
Simetris, tidak
ada secret dalam hidung, tidak ada lesi, fungsi penciuman baik
5) Mulut
: mukosa pucat, tidak ada stomatitis,gigi
lengkap, tidak ada karies gigi.
Telinga : Daun
telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada serumen dalam telinga, tidak ada
nyeri tekan, tidak ada luka, fungsi pendengaran baik
6) Leher :
tidak
ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada gangguan menelan.
7) Dada
Inspeksi :
tidak menggunakan
otot bantu nafas
Palpasi :
pengembangan paru sama, tidak ada nyeri tekan
Perkusi :
sonor
Auskultasi : tidak ada
suara tambahan, vesikuler
8) Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : redup
Auskultasi : s1 s2 teratur, tunggal
9) Abdomen
Inspeksi :
terdapat luka post operasi di bagian perut bagian bawah, kondisi luka bersih.
Auskultasi : peristaltik
usus menurun
Palpasi :
terdapat nyeri tekan pada perutbagian bawah
Perkusi :tympani,
pada bagian luka tidak dilakukan perkusi
10) Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus, tidak terjadi
gangguan fungsi
gerak padaekstremitas atas
Ekstremitas bawah : kaki kanan dan kiri sama, tidak
ada kelainan bentuk, akral hangat, gerak terbatas
11) Genetalia
Tidak mengalami
gangguan
B. Analisa
data
Data
|
Problem
|
Etiologi
|
DO :
Pasien tampak meringis menahan nyeri, ada luka post
operasi di perut bagian bawah, seperti ditusuk-tusuk, skala 6-10, saat
bergerak semakin dirasakan, vital sign tidak stabil
DO : berat badan menurun, makanan tidak habis,
mukosa bibir pucat, muntah, rambut rontok
DO : hanya terbaring di tempat tidur, pergerakan
lamban, aktivitas dibantu keluarga, tida mampu alih baring, kelemahan otot,
mudah lelah, lemas saat melakukan aktivitas
|
Nyeri
Perubahan nutrisi
Kerusakan mobilitas fisik
|
Insisi pembedahan
Mual muntah
Nyeri pasca operasi
|
C.
Diagnosa
keperawatan
1. Nyeri
akut berhubungan dengan adanya insisi
pembedahan
2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual muntah
3. Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pasca operasi
D.
Intervensi
keperawatan
1. Diagnosa
nyeri akut berhubungan denganadanyainsisi pembedahan
Tujuan
:
Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatannyeri pasien berkurang
Kriteria
hasil :
a. Skala
nyeri berkurang (0-10) menjadi 4
b. Pasien
tampak rileks
c. Pasien
mampu mengulangi tehnik relaksasi,
d. Pasien
menggunakan analgetik dan non analgetik dengantepat
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri
b. Ajarkan
relaksasi
c. Kompres
hangat/dingin
d. Kolaborasi
dalam pemberian analgetik
e. Obs.
Vital sign
f. Beri
informasi tentang nyeri
g. Kontrol
faktor lingkungan yang mempengaruhi ketidaknyamanan
h. Pantau
kepuasan pasien terhadap management nyeri.
i.
Kaji pengaruh nyeri terhadap pola tidur
j.
Kaji respon terhadap tindakan penurunan nyeri
Rasional :
a.
Untuk
menentukan implementasi keperawatan
b.
Untuk
menurunkan stimulus nyeri
c.
Analgetik
dapat menurunkan itensitas nyeri
d.
Untuk
mengetahui kondisi tubuh pasien
e.
Pengetahuan
yang akan dirasakan akan mengurangi nyeri dan pemahaman tentang penanganan
dalam asuhan keperawatan
f.
Lingkungan
tenang akan mengurangi stimulus nyeri
g.
Mengetahui
seberapas besar pengaruh nyeri terhadap pola tidur
h. Mengetahui respon dan kepuasan pasien terhadap nyeri
2.
Diagnosa Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria
hasil :
a. Nafsu
makan meningkat
b. Mual
berkurang
c. Tidak
muntah
d. Mempertahankan berat badan
Intervensi :
a. Beri penkes nutrisi untuk
penyembuhan luka
b. Kaji
penyebab mual muntah
c. Pantau
cairan
d. Bantu
perawatan diri untuk makan
e. Kolaborasi
untuk diit tinggi kalori dan protein
f. Kolaborasi
dalam pemberian obat anti mual
g. Kaji
kesulitan menelan.
Rasional
:
a. Agar pasien/keluarga mengerti asupan nutrisi apa yang
harus terpenuhi untuk mempercepat kesembuhan pasien
b.
Mengetahui
kondisi pasien
c.
Mengetahui
keseimbangan cairan pasien
d.
Agar
nutrisi pasien tetap terpenuhi
e.
Diit
tinggi kalori dan protein mempercepat kesembuhan pasien
f.
Anti
mual dapat mengurangi mual pasien
g. Mengetahui kondisi pasien saat menelan
3.
Diagnosa Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri pasca operasi.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatanmampu beraktivitas seperti biasa
Kriteria
hasil :
a. Tidak
mengalami
kelemahan otot
b.
Pergerakan
sendi aktif
c. Pasien mampu alih baring
d. Dapat
dilakukan
dirumah
Intervensi
:
a.
Ajarkan gerakan ROM
b. Libatkan
keluarga dalam latihan gerakan ROM
c. Motivasi
klien dalam setiap latihan gerakan sendi
d. Anjurkan
perubahan posisi
e. Perawatan
tirah baring
f. Memfasilitasi
pergerakan dalam kegiatan
sehari-hari
Rasional :
a. Agar tidak terjadi kelemahan otot
b.
Keluarga
mengerti dan mampu membantu latihan saat dirumah sakit dan setelah pulang dari
rumah sakit
c.
Pasien
termotivasi dalam latihan gerakan
d.
Perubahan
posisi untuk mencegah terjadinya penyakit lain
e. Agar aktivitas pasien tetap terpenuhi
E. Implementasi
keperawatan
Kegiatan
atau serangkaian tindakan yang dilakukan perawat untuk membantu klien dari
masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya telah disusun pada
rencana keperawatan. (Nursalam, 2011)
F. Evaluasi
Evaluasi terdiri dari 2 jenis, yaitu : evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi
berjalan, dimana evaluasi dilakukan sampai tujuan tercapai.Sedangkan evaluasi
sumatif bisa disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir.Evaluasi ini dilakukan pada
akhir tindakan dan menjadi metode dalam memonitor kualitas dan efisien tindakan
yang dilakukan. Bentuk evaluasi menggunakan format SOAP (Nursalam, 2011)
No comments:
Post a Comment