Wednesday 19 September 2018

Makalah Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


TINJAUAN TEORI
A.    Pengertian
           Menurut Jitowiyono dan Weni (2011: 76) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram.  Sedangkan menurut Hassan dan Husein (2005: 1051-1052) dahulu bayi baru lahir kurang dari 2500 gram disebut premature.  Untuk mendapatkan keseragaman pada kongres European Perinatal Medicine II di London (1970), telah disusun definisi sebagai berikut:
1.      Preterm infant (premature) atau bayi kurang bulan: bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari).
2.      Term infant atau bayi cukup bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu sampai 42 minggu (259-293 hari).
3.      Post term atau bayi lebih bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih).
Berdasarkan pengertian yang diterangkan di atas bayi dengan BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1.         Prematur murni
Masa getasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa getasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.

2.         Dismature
Bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa getasi itu.  Berarti bayi mengalami retradasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.
          Menurut Deslidel et al (2011: 107) berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2.500 gram. Menurut beratnya dibedakan menjadi:
1.      Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) berat lahir 1000-2500 gram.
2.      Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) berat lahir 1000-1500 gram.
3.      Bayi Berat Lahir Rendah Ekstrem Rendah (BBLER) berat lahir <1000 gram.

B.     Etiologi
           Menurut  Maryunani dan Eka (2013: 316-319) penyebab BBLR dengan prematur murni dan dismatur berbeda, berikut perbedaan antara keduanya:
1.      Prematur murni
a.       Faktor ibu
1)        Riwayat kelahiran prematur sebelumnya
2)        Gizi saat hamil kurang
3)        Umur kurang dari 20 tahun atau di atas 35 tahun
4)        Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat

5)        Penyakit menahun ibu
a)      Hipertensi
b)      Gangguan pembuluh darah
6)        Perdarahan antepartum, kelainan uterus, hidramnion
7)        Faktor pekerjaan yang terlalu berat
b.      Faktor kehamilan:
1)        Hamil dengan hidramnion
2)        Hamil ganda
3)        Perdarahan antepartum
4)        Preeklamsia
5)        Eklamsi
6)        Ketuban pecah dini
c.       Faktor janin:
1)        Cacat bawaan
2)        Infeksi dalam rahim
3)        Kehamilan ganda
4)        Anomali kongenital
d.      Faktor kebiasaan:
1)        Pekerjaan yang terlalu berat
2)        Perokok
2.      Dismature
a.       Faktor ibu
1)      Hipertensi
2)      Penyakit ginjal kronik
3)      Perokok
4)      Penderita hipertensi
5)      Penderita diabetes militus yang berat
6)      Toksemia
7)      Hipoksia ibu
8)      Gizi buruk
9)      Pemakai narkoba dan peminum alkohol
b.      Faktor uteri dan plasenta
1)      Kelainan pembuluh darah
2)      Insersi tali pusat yang tidak normal
3)      Uterus bicornis
4)      Infark plasenta
5)      Sebagian plasenta lepas
c.       Faktor janin
1)      Gemeli
2)      Kelainan kromosom
3)      Cacat bawaan
4)      Infeksi dalam kandungan (toxoplasmosis, rubella, herpez, sifilis, sitomegalo virus)
 Patway

A.    Manifestaasi Klinis
             Menurut Jitowiyono dan Weni (2011: 78-79) manifestasi klinis dari BBLR prematuritas murni dan BBLR dismaturitas berbeda, berikut manifestasi klinis dari  BBLR prematuritas murni dan BBLR dismaturitas :
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis
BBLR Prematuritas
BBLR Dismaturitas
1.       Kulit tipis dan transparan, tampak mengkilat dan licin.
2.       Kepala lebih besar dari badan
3.       Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis telinga dan lengan.
4.       Lemak subkutan kurang
5.       Ubun-ubun dan sutura lebar
6.       Genetalia belum sempurna, labia minor belum tertutup oleh labia mayor (pada wanita), testis belum turun (pada laki-laki)
7.       Pembuluh darah kulit banyak terlihat
8.       Bayi lebih banyak tidur dari pada bangun
9.       Rambut tipis dan halus
10.    Tulang rawan dan daun telinga imatur
11.    Bayi masih dalam posisi fetal
12.    Pergerakan kurang dan lemah
13.    Pernafasaan belum teratur dan sering terjadi apnoe
14.  Reflek menhisap dan menelan kurang
1.       Kulit pucat/ bernod
2.       Mekonium kering
3.       Vernix caseosa tipis/ tidak ada
4.       Jaringan lemak di bawah kulit tipis
5.       Tali pusat berwarna kuning kehijauan
6.       Bayi tampak gesit, aktif dan kuat


B.     Pemeriksaan Penunjang
Menurut pantiawati (2010 :19-23) dan  pemeriksaan yang dapat dilakukan pada BBLR, diantaranya:
1.      Pemeriksaan Ballard
Ballard merupakan penilaian maturitas  neonatus berdasarkan 7 tanda kematangan fisik dan 6 tanda kematangan neuromuskular.  Penilaian dilakukan dengan cara:
a.       Menilai 7 tanda kematangan fisik
Tabel 2.2 Ciri Kematangan Fisik Menurut Ballard
Nilai
0
1
2
3
4
5
Kulit
Merah seperti agar transparan
Merah muda licin/ halus tampak vena
Permukaan mengelupas dengan/ tanpa ruam, sedikit vena menipis
Daerah pucat retak-retak, vena jarang
Seperti kertas, retak lebih dalam, tidak ada vena
Retak-retak, mengerut
Lanugo
Tidak ada
Banyak
Menipis
menghilang
Umumnya tidak ada

Lipatan plantar
Tidak ada
Tanda merah sangat sedikit
Hanya lipatan anterior yang melintang
Lipatan 2/3 anterior
Lipatan diseluruh telapak

Payudara
Hampir tidak ada
Areola datar, tidak ada tonjolan
Areola seperti titik, tonjolan 1-2 mm
Areola lebih jelas, tonjolan 3-4 mm
Areola penuh tonjolan 5-10 mm

Daun telinga
Datar, tetap terlipat
Sedikit melengkung, lunak lambat membalik
Bentuknya lebih baik, lunak, mudah membalik
Bentuk sempurna, membalik seketika
Tulang rawan tebal, telinga kaku

Kelamin laki-laki
Skromum kosong, tidak ada ruga

Testis turun, sedikit ruga
Testis dibawah, ruganya bagus
Testis bergantung, ruganya dalam

Kelamin perempuan
Klitoris dan labia minor menonjol

Labia mayor dan minor sama menonjol
Klitoris dan labia minora ditutupi labia mayora



b.      Menilai 6 tanda kematangan neurologik
Tabel 2.3 Kematangan Neuromuskular
c.       Hasil penilaian aspek kematangan fisik dan neurologik dijumlah
d.      Jumlah nilai kedua aspek kematangan  tersebut dicocokan dengan tabel patokan tingkat menurut Ballard
Tabel 2.4 Penilaian Tingkat Kematangan
No
Nilai
Minggu
1.
5
26
2.
10
28
3.
15
30
4.
20
32
5.
25
34
6.
30
36
7.
35
38
8.
40
40
9.
45
42
10.
50
44

2.      Tes kocok (shake test) dianjurkan untuk bayi kurang bulan
3.      Darah rutin
Menurut Green dan Judith (2012: 867) darah rutin merupakan salah satu pemeriksaan yang dilakukan pada BBLR untuk mendeteksi anemia atau kehilangan darah (penurunan Hematrokrit dan Hemoglobin), penurunan sel darah mereh dan trombosit serta abnormalitas hitung sel darah putih dan diferensial yang dapat mengindikasikan infeksi.
4.      Glukosa serum
Menurut Green dan Judith (2012: 866) jika chemstrip atau dextrostix menunjukan kurang dari 45 mg/dl (chemstrip atau dextrostix untuk mendeteksi adanya hipoglikemia).
5.      Kadar elektrolit serum
Menurut Green dan Judith (2012: 867) pemeriksaan kadar elektrolit serum dilakukan untuk menentukan kalium, natrium, magnesium dan kadar elektrolit lainnya.
6.      Analisa gas darah (tergantung klinis)
Menurut Green dan Jidith (2012: 867) pemeriksaan analisa gas darah dilakukan untuk mengetahui perubahan PH, PO2, PCO2 atau HCO3 yang mengidentiikasi asidosis, sepsis, dan masalah pernafasaan.
7.      Foto dada ataupun babygram
Menurut Pantiawati (2010: 54) diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dan mengalami sindrom gangguan napas.
8.      Analisis Feses
Menurut Green dan Judith (2012: 867) untuk mendeteksi darah samar, yang mungkin merupakan tanda NEC (Feses pertama biasanya positif karena darah tertelan selama pelahiran).
C.    Penatalaksanaan
     Menurut Deslidel et al (2011: 109-110) penatalaksanaan BBLR meliputi 3 tahap yaitu:
1.      Ante intrapartum
Setiap persalinan dipertahankan aterm.  Apabila ada gawat janin, kehamilan dipertahankn paling tidak sampai maturitas janin optimal setelah usia kehamilan lewat 35 minggu, karena pada usia tersebut organ tubuh dapat berfungsi optimal di luar rahim.  Kendala perawatan bayi kurang bulan di negara berkembang adalah adanya komplikasi membran hialin.
a.       Bila ada gawat janin, lakukan resusitasi intrauterin yaitu tindakan untuk mempertahankan kehamilan dengan pemberian tokolitik dan mencegah infeksi dengan pemberian antibiotik yang aman untuk bayi.
b.      Apabila kehamilan kurang dari 35 minggu dan tidak dapat dipertahankan, ibu diberi kortikosteroid dosis tunggal untuk mempercepat pematangan paru janin.
c.       Beberapa jam sebelum persalinan dimulai, kolaborasi dengan spesialis anak untuk memberikan informasi bahwa akan lahir anak dengan BBLR pada ibu yang beresiko, seperti ketuban pecah dini, hipertensi dalam kehamilan, pre-eklamsia berat, dekompensasi kordis, TBC, infksi TORCH, dan lain-lain.

2.       Penatalaksanaan di kamar bersalin
Hal yang harus dilakukan sebelum bayi lahir adalah:
a.       Pra-resusitasi
1)        Menyiapkan alat resusitasi dan fasilitas perawatan bayi serta memeriksa kelengkapan dan fungsi alat.
a)        Meja resusitasi, lampu penghangat dan penerang
b)        Penghisap lendir disposabel dan pompa penghisap bayi
c)        Ambulans inkubator
d)       Oksigen dengan flowmeter
e)        Status dan tanda identitas bayi-ibu
2)        Memberi informasi keperawat intensif tentang akan ada bayi dengan BBLR untuk persiapan perawatan bayi.  Dokter anak akan memeriksa kembali semua persiapan, tim resusitasi juga dipersiapkan.
b.      Resusitasi
Resusitasi pada bayi prematur memerlukan intervensi yang lebih cepat dan produktif serta difokuskan pada stabilisasi suhu dan oksigen.  Resusitasi dilakukan tahap sesuai dengan kondisi bayi dengan menentukan nilai Apgar pada menit 1 dan 5 untuk menentukan diagnosis (ada/ tidaknya asfiksia) dan prognosis bayi.
c.       Pasca-resusitasi
Pasca-resusitasi melakukan pemeriksaan fisik diagnostik secara sistematis dan lengkap menentukan masa gestasi dan pertumbuhan janin, menentukan diagnosis kerja, melakukan perawatan tali pusat, memberi tetes mata dan vitamin K, memberi identitas pada bayi dan ibu yang sama.  Indikasi perawatan BBLR pada bayi BBLR pada bayi premtur, cukup bulan dalam 3 perawatan, yaitu :
1)      Perawatan I rawat gabung (rooming in) yaitu BBLR sampai 2250 gram, sehat tanpa komplikasi.
2)      Perawatan II/ perawatan khusus/ intermedelate care/ high care yaitu bayi memerlukan perawatan khusus untuk observasi dan penanganan klinik.
3)      Perawatan III/ perawat intensif neonatus/ neonatal in intensive care unit.
3.      Penatalaksanaan di kamar bayi
Secara umum perawatan BBLR adalah :
a.       Mempertahankan suhu tubuh
Menurut Jitowiyono dan Weni (2011: 80-81) ada beberapa cara mempertahankan suhu tubuh bayi, yaitu dengan cara :
1)        Menggedong bayi dengan menggunakan selimut bayi yang dihangatkan terlebih dahulu
2)        Menidurkan bayi di dalam inkubator
3)        Bayi harus dalam keadan kering
4)        Suhu lingkungan harus dijaga, seperti: jendela dan pintu dalam keadaan tertutup untuk mengurangi hilangnya panas dari tubuh bayi melalui proses radiasi dan konfeksi.
b.      Mempertahankan oksigenasi
Menurut Maryunani dan Eka (2013:320) cara mempertahankan oksigenasi atau pernapasan dengan memposisikan bayi terlentang atau tengkurap dalam inkubator, dada dan abdomen harus dipaparkan untuk mengobservasi pernapasan dan beri tambahan oksigen untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh.
c.       Memenuhi kebutuhan nutrisi
Menurut Maryunani dan Eka (2013: 319-320) cara memenuhi nutrisi pada bayi dengan BBLR adalah dengan memberikan minuman sedikit demi sedikit dengan frekuensi yang sering. Karena alat pencernaan bayi belum sempurna, lambung kecil dan enzim belum matang.
d.      Mencegah dan mengatasi infeksi
Menurut Maryunani dan Eka (2013: 320) bayi prematuritas mudah sekali mengalami infeksi karena daya tahan tubuh masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna.  Oleh karena itu tindakan preventif sudah dilakukan sejak antenatal sehingga tidak terjadi persalinan dengan prematuritas (BBLR).
e.       Memenuhi kebutuhan psikologis
f.       Program imunisasi
D.    Konsep Tumbuh Kembang dan Hospitalisasi
         Menurut Supartini (2004: 59-65) terdapat berbagai pandangan tentang teori pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu:
1.      Teori perkembangan Psikoseksual menurut Freud
Freud mengemukakan bahwa perkembangan psikoseksual anak terdiri atas beberapa fase diantaranya:

a.       Fase oral (0-11 bulan)
Selama masa bayi sumber kesenangan anak terbesar berpusat pada aktivitas oral seperti menghisap, menggigit, mengunyah dan mengucap. Hambatan atau ketidakpuasan dalam pemenuhan oral akan mempengaruhi fase perkembangan berikutnya.
b.      Fase anal (1-3 tahun)
Selama fase kedua, yaitu menginjak tahun pertama sampai tahun ketiga, kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak yaitu selama perkembangan otot spingter.  Anak senang menahan feses, bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai keinginannya.
c.       Fase felik (3-6 tahun)
Selama fase ini, genetalia menjadi area yang menarik dan area tubuh yang sensitif.  Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki dengan mengetahui adanya perbedaan alat kelamin.
d.      Fase laten (6-12 tahun)
Selama periode laten, anak menggunakan energi fisik dan psikologis yang merupakan media untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui aktivitas visik maupun sosialnya.
e.       Fase genital (12-18 tahun)
Tahap akhir masa perkembangan menurut Freud adalah tahap genital ketika anak mulai masuk fase pubertas, yaitu dengan adanya proses kematangan organ reproduksi dan produksi hormon seks.
2.      Teori psikososial menurut Erikson
Pendekatan Erikson dalam membahas proses perkembangan anak adalah dengan menguraikan lima tahap perkembangan psikososial yaitu:
a.       Percaya versus tidak percaya (0-1 tahun)
            Penanaman rasa percaya adalah hal yang sangat mendasar pada fase ini.  Terbentuknya rasa percaya diperoleh dari hubungan dengan orang lain dan orang pertama yang berhubungan adalah orang tuanya, terutama ibunya.  Belaian cinta kasih ibu dalam memberikan perhatian dan memenuhi kebutuhan dasar anak yang konsisten terutama pemberian makan disaat anak lapar dan haus.  Bayi belajar bahwa orang tuanya dapat memberikan perhatian dan cinta kasih melalui perlakuannya sehingga dapat menurunkan perasaan tidak nyaman.
b.      Otonomi versus malu dan ragu (1-3 tahun)
Perkembangan otonomi berpusat pada kemampuan anak untuk mengontrol tubuh dan lingkungannya.  Anak ingin melakukan hal-hal yang ingin dilakukannya sendiri dengan menggunakan kemampuan yang sudah mereka miliki seperti, berjalan, berjinjit memanjat dan memilih mainan atau barang yang diinginkannya. Pada fase ini, anak akan meniru perilaku orang lain disekitarnya dan hal ini merupakan proses belajar.  Sebaliknya, perasaan malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya kerdil atau saat mereka dipaksa oleh orang tuanya atau orang dewasa lainnya untuk memilih atau berbuat sesuatu yang dikehendaki mereka.
c.       Inisiatif versus rasa bersalah (3-6 tahun)
Perkembangan inisiatif diperoleh dengan cara mengkaji lingkungan melalui kemampuan indranya.  Anak mengembangkan keinginan dengan cara eksplorasi terhadap apa yang ada disekelilingnya. Hasil akhir yang diperoleh adalah untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasinya.  Perasaan bersalah akan timbul pada anak apabila anak tidak mampu berprestasi sehingga merasa tidak puas atas perkembangan yang tidak tercapai.
d.      Industri versus inferiority (6-12 tahun)
Anak akan belajar untuk bekerja sama dan bersaing dengan anak lainnya melalui kegiatan yang dilakukian baik dalam kegiatan akademik maupun dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama.   Otonomi melalui perkembangan pada fase ini, terutama awal usia 6 tahun, dengan dukungan orang terdekat. Terjadinya perubahan fisik, emosi dan sosial pada anak berpengaruh terhadap gambaran tubuhnya.  Interaksi sosial lebih luas dengan teman, umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau lingkungannya, mencerminkan penerimaan dari kelompok akan membentu anak semakin mempunyai konsep diri yang positif.  Perasaan sukses dicapai anak dengan dilandasi adanya motifasi internal untuk beraktivitas yang mempunyai tujuan. Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih luas dengan teman dilingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan perasaan sukses tersebut.  Perasaan tidak adekuat dan rasa inferior atau rendah diri akan berkembang apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkungannya dan anak tidak berhasil memenuhinya. Selain itu, harga diri yang kurang akan menjadi dasar yang kurang untuk penguasaan tugas-tugas difase remaja dan dewasa.  Pujian dan penguatan dari orang tua atau orang dewasa lainnya terhadap prestasi yang dicapai menjadi begitu penting untuk penguatan perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu.
e.       Identitas versus keracunan peran (12-18 tahun)
Anak remaja akan berusaha untuk menyesuaikan perannya sebagai anak yang sedang berada pada fase transisi dari kanak-kanak menuju dewasa.  Mereka menunjukan perannya dengan bergaya sebagai remaja yang sangat dekat dengan kelompok, bergaul dengan mengadopsi nilai kelompok dan lingkungannya, untuk dapat mengambil keputusannya sendiri.  Kejelasan identitas diperoleh apabila ada kepuasa yan diperoleh dari orang tua atau lingkungan tempat ia berada, yang membantunya melalui proses pencarian identitas diri sebagai anak remaja, sedangkan ketidakmampuan dalam mengatasi konflik akan menimbulkan kerancuan peran yang harus dijalankannya.
3.      Teori perkembangan kognitif menurut Piaget
a.       Tahap sensori-motorik (0-2 tahun)
Menghisap (sucking) adalah ciri utama pada perlaku bayi dan berkembang sekalipun tidak sedang menyusu, bibirnya bergerak-gerak  seperti sedang menyusu. Apabila lapar, bayi menangis, lalu ibu memasukannya dan anak diam.  Kemudian, jika ibu menyusukan sambil bernyanyi atau bersenandung, anak kemudian terdiam.  Di lain waktu jika anak menangis dan ibu bersenandung, bayi juga terdiam. Jadi, bayi belajar dan mengembangkan kemampuan sensori-motorik dengan dikondisikan oleh lingkungannya.  Pada tahap ini anak mengembangkan aktivitasnya dengan menunjukan perilaku sederhana yang dilakukan berulang-ulang untuk meniru perilaku tertentu dari linkungannya. Jadi perkembangan intelektual dipelajari melalui sensasi dan pergerakan. 
b.      Praoperasional (2-7 tahun)
Karakteristik utama perkembangan intelektual pada tahap praoperasional oleh sifat egosentris. Ketidakmampuan untuk menempatkan diri sendiri ditempat orang lain. Pemikiran didominasi oleh apa yang mereka lihat dan rasakan dengan pengalaman lainnya. Pada anak usia 2 sampai 3 tahun, anak berada diantara sensori-motori dan praoperasional, yaitu mulai mengembangkan sebab-akibat, trial and error dan mengintrepretasikan benda atau kejadian. anak prasekolah (3-6 tahun) mempunyai tugas untuk menyiapkan diri memasuki dunia sekolah.
c.       Concrete operasional (7-11 tahun)
Pada usia ini, pemikiran meningkat atau bertambah logis  dan koheren. Anak mampu mengklasifikasikan benda dan perintah dan menyelesaikan masalah secara konkret dan sistematis berdasarkan apa yang mereka terima dari lingkungannya. Kemampuan berfikir anak sudah rasional, imajinatif dan dapat menggali objek atau situasi lebih banyak untuk memecahkan masalah. Anak sudah dapat berfikir konsep tentang waktu dan mengingat kejadian yang lalu serta menyadari kegiatan yang dilakukan berulang-ulang, tetapi pemahamannya belum mendalam, selanjutnya akan semakin berkembang di akhir usia sekolah atau awal masa remaja.
d.      Formal oparation (11-15 tahun)
Tahapan ini ditujukkan dengan karakteristik kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan kemampuan untuk fleksibel terhadap lingkungannya. Anak remaja dapat berfikir dengan pola yang abstrak menggunakan tanda atau simbol dan menggambarkan kesimpulan yang logis. Mereka dapat membuat dugaan dan mengujinya dengan pemikiran yang abstrak, teoritis dan filosofi. Pola berfikir logis membuat mereka mampu berfikir tentang apa yang orang lain juga memikirkannya dan berfikir untuk memecahkan masalah.
4.    Perkembangan moral menurut Kohlberg
Perkembangan moral anak yang dikemukakan Kohlberg didasarkan pada perkembangan kognitif anak dan terdiri atas tiga tahap utama, yaitu:
a.       Fase preconventional
Anak belajar baik dan buruk, atau benar dan salah melalui budaya sebagai dasar dalam peletakan nilai moral. Fase ini terdiri atas tiga tahapan. Tahap satu didasari oleh adanya rasa egosentris pada anak, yaitu kebaikan adalah seperti apa yang saya mau, rasa cinta dan kasih sayang akan menolong memahami tentang kebaikan dan sebaliknya, ekspresi kurang perhatian bahkan membencinya akan membuat mereka mengenal keburukan. Tahap dua, yaitu orientasi hukuman dan ketaatan, baik dan buruk sebagai konsekuensi dan tindakan. Oleh karena itu, hati-hati apabila anak memukul temannya dan orang tidak memberi sanksi, anak akan berfikir bahwa tindakannya bukan merupakan sesuatu yang buruk. Tahap selanjutnya, yaitu anak berfokus pada motif yang menyenangkan sebagai suatu kebaikan. Anak menjalankan aturan sebagai sesuatu yang memuaskan mereka sendiri.

b.      Fase conventional
Pada tahap conventional, anak berorientasi pada mutualitas hubungan interpersonal dengan kelompok. Anak sudah mampu bekerja sama dengan kelompok dan mempelajari serta mengadopsi norma-norma yang ada dalam kelompok selain norma dalam lingkungan keluarganya. Apabila perilaku anak menyebabkan mereka diterima oleh keluarga atau teman kelompoknya, mereka mempersepsikan perilakunya sebagai kebaikan. Sebaliknya, jika tindakannya mengganggu hubungannya dengan keluarga atau kelompoknya, hal ini di persepsikan sebagai suatu keburukan. Keadilan adalah hubungan yang saling menguntungkan antara individu. Anak mempertahankannya dengan norma tersebut dalam mengambil keputusaannya. Oleh karena itu, penting sekali adanya contoh karakter  yang baik, seperti jujur, setia, murah hati, baik dari keluarga maupun teman kelompoknya.
c.       Fase post conventional
Anak usia remaja telah mampu membuat pilihan berdasar pada prinsip yang dimiliki dan diyakininya. Apapun tindakan yang diyakininya dipersepsikan sebagai suatu kebaikan. Ada dua fase, yaitu orientasi pada hukum dan orientasi pada prinip etik yang umum. Pada fase pertama anak menempatkan nilai budaya, hukum, dan perilaku yang tepat yang menguntungkan bagi masyarakat sebagai sesuatu yang baik. Mereka mempersepsikan kebaikan sebagai sesuatu yang dapat mensejahterakan individu. Tidak ada yang dapat mereka terima dari lingkungan tanpa membayarnya dan apabila menjadi bagian dari kelompok mereka berkontribusi untuk pencapaian kelompok. Fase kedua dikatakan sebagai tingkat nilai moral tertinggi, yaitu anak dapat menilai perilaku baik dan buruk dari dirinya sendiri. Apabila mereka dapat melakukan sesuatu yang benar, hal ini dipersepsikannya sebagai kebaikan mereka. Anak sudah dapat mempertahankan perilaku berdasarkan standar moral yang ada seperti mentaati peraturan dan hukum yang berlaku di masyarakat.
                  Menurut Supartini (2004 : 188-191)  Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Pada umumnya reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan tahapan perkembangan anak.
a.       Masa bayi (0-1tahun)
Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan  dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari 6 bulan terjadi cemas apabila berhubungan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada usia ini adalah menangis , marah dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap cemas.
b.      Masa toddler (2-3tahun)
Anak usia ini bereaksi terhadap hospitalisasi dengan sumber stressnya. Sumber stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilaku anak sesuai dengan tahapannya yaitu tahap protes , putus asa dan pengingkaran. Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orangtua atau menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif , kurang menunjukkan minat bermain dan makan, sedih dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar melalui menerima perpisahan , membina hubungan secara dangkal dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya.
c.       Masa prasekolah (3-6tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang di rasakan aman, penuh kasih sayang dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
d.      Masa sekolah (6-12 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol juga terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik.
e.       Masa remaja (12-18 tahun)
Anak usia remaja mengekspresikan perawatan di rumah sakit menyebabkan timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Apabila harus dirawat dirawat di rumah  sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya sendiri dan menjadi ketergantungan pada keluarga atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi pembatasan yang sering muncul terhadap pembatasan aktivitas ini adalah dengan menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan.

E.     Konsep Keperawatan
1.      Fokus pengkajian
Menurut Pantiawati (2010: 28-31) fokus pengkajian dilakukan pada bayi baru lahir dengan BBLR, diantaranya:
a.       Masalah yang terkait dengan ibu
Biasanya didapatkan ibu dengan bayi BBLR memiliki penyakit atau gangguan selama hamil seperti hipertensi, toksemia, plasenta previa, abrupsio plasenta, inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi dan diabetes militus. Status ekonomi yang rendah dan tidak ada perawatan sebelum kelahiran (prenatal care). Riwayat kelahiran prematur atau aborsi, penggunaan obat-obatan, alcohol, rokok dan kafein. Riwayat ibu: umur di bawah 16 tahun atau diatas 35 tahun dan latar belakang pendidikan rendah kehamilan kembar, tiadanya perawatan sebelum kelahiran dan rendahnya gizi, konsultasi genetik yang pernah di lakukan, kelahiran prematur sebelumnya dan jarak kehamilan yang berdekatan, infeksi seperti TORCH atau penyakit hubungan seksual lain, keadaan seperti toksemia, abrupsi plasenta, plasenta previa dan prolapsus tali pusat, konsumsi kafein, rokok, alkohol dan obat-obatan, golongan darah, faktor Rh.
b.      Bayi saat kelahiran.
Biasanya bayi BBLR dilahirkan pada umur kehamilan antara 24-37 minggu.
c.       Kardiovaskuler
Bayi dengan BBLR biasanya denyut jantung rata-rata 120-160 per menit dengan ritme yang teratur pada saat kelahiran, kebisingan jantung terdengar pada seperempat bagian interkosta, yang menunjukan aliran darah dari kanan ke kiri karena hipertensi atau atelektasis paru.
d.      Gastrointestinal
Pada sistem gastrointestinal bayi dengan BBLR biasanya didapatkan penonjolan abdomen, pengeluaran mekonium biasanya terjadi 12 jam, reflek menelan dan menghisap yang lemah atau tidak ada anus ketidaknormalan kongenital lain.
e.       Integumen
Pada sistem integumen bayi dengan BBLR biasanya didapatkan kulit yang berwarna merah muda atau merah, kekuning-kuningan, sianosis, atau campuran bermacam warna, sedikit vernik kaseosa dengan rambut lanugo diseluruh tubuh, kulit tampak transparan, halus dan mengkilap, edema yang menyeluruh atau bagian tertentu yang terjadi pada saat kelahiran.
f.       Moskuloskeletal
Biasanya didapatkan sistem moskuloskeletal pada bayi dengan BBLR, tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna lembut dan lunak tulang tengkorak dan tulang rusuk lunak, gerakan lemah dan tidak aktif.
g.      Neurolgis
Biasanya didapatkan pada bayi dengan BBLR reflek dan gerakan tes neurologis tampak tidak resisten, gerak refleks hanya berkembang sebagian, menelan, menghisap dan batuk sangat lemah atau tidak efektif tidak ada atau menurunnya tanda neurologis, mata mungkin tertutup atau mengatup apabila umur kehamilan belum mencapai 25 minggu sampai 26 minggu, suhu tidak stabil, biasanya hipotermi, gemetar, kejangdan mata berputar, biasanya bersifat sementara, tetapi mungkin juga ini mengidentifikasi adanya kelainan neurologis.
h.      Paru
Didapatkan pada bayi BBLR biasanya jumlah rata-rata antara 40-60 permenit diselingi dengan periode apne, pernafasan tidak teratur, dengan nasal melebar, dengkuran, retraksi, terdengarsuara gemerisik.
i.        Ginjal
Biasanya bayi BBLR berkemih terjadi 8 jam kelahiran, ketidakmampuan untuk melarutkan ekrskresi kedalam urin.
j.        Reproduksi
Pada sistem reproduksi biasanya didapatkan pada bayi dengan BBLR untuk bayi perempuan klitoris yang menonjol dengan labia mayor belum berkembang, bagi bayi laki-laki skrotum yang belum sempurna dengan ruga yang kecil, testis tidak turun ke dalam skrotum.
k.    Temuan sikap
Biasanya bayi BBLR memiliki tangis yang lemah, tidak aktif dan tremor.
2.      Diagnosa keperawatan
Berdasarkan buku NANDA yang ditulis oleh Herdman (2012) diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada kasus BBLR, antara lain:
a.       Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan
b.      Ketidakefektifan pola makan bayi berhubungan dengan pola menghisap lemah
c.       Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan
d.      Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan imaturitas hipotalamus
e.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaringan lemak pada subkutan tidak terbentuk secara sempurna
f.       Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder.
3.      Fokus intervensi
Menurut Green dan Judith (2012) dan Wilkinson (2007) intervensi berdasarkan diagnosa yang sudah ada, antara lain :
a.       Diagnosa         : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
keletihan otot pernapasan.
Tujuan             : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
  diharapkan pasien dapat menunjukan oksigenasi 
  yang adekuat.
Kriteria hasil    :
1)      Pernafasan dalam batas normal (30-60x/mnt)
2)      Tidak ada bunyi napas tambahan
3)      Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
4)      Napas irreguler
Intervensi        :
1)      Observasi pola pernapasan
Rasional : Bayi kurang bulan lahir dengan banyak alveolus yang yang belum matur dan tidak dapat mengembang, yang membatasi aliran darah pulmonal dan mengurangi produksi surfaktan lebih lanjut.
2)      Auskultasi bunyi napas
Rasional : Perhatikan krekel, mengi, area yang mengalami penurunan/ kehilangan ventilasi. Kesulitan pernapasan dan munculnya dan munculnya bunyi advevetinus merupakan indikatoor dari kongesti pulmo/ edema interstitial.
3)      Posisikan bayi terlentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap ke atap.
Rasional : Mencegah adanya penyempitan jalan napas.
4)      Pertahankan suhu lingkungan yang netral.
Rasional : Rasionalnya untuk mengurangi konsumsi oksigen, jika bayi mengalami hipotermia, laju metabolisme meningkatkan konsumsi oksigen dan dapat menghambat produksi surfaktan lebih lanjut atau mempercepat penggunaan surfaktan endogenus.
5)      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigenasi.
Rasional : Memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh.
6)      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi medikamentosa.
Rasional : Menghindari distres pernapasan.
b.      Diagnosa         : Ketidakefektifan pola makan bayi berhubungan
                                 dengan pola menghisap lemah
Tujuan             : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
                           bayi menunjukan kepatenan dalam menyusu.
Kriteria hasil    :
1)      Bayi dapat menghisap, menelan dengan adekuat
2)      Tidak terjadi penurunan berat badan
Intervensi        :
1)      Observasi kesiapan bayi dalam menghisap, menelan dan bernapas.
Rasional : Penurunan koordinasi mempengaruhi asupan, isap telan yang adekuat mengindikasikan kesiapan dan keefektifan pemberian oral.
2)      Pilih dot yang paling sesuai
Rasional : Rasionalny untuk memudahkan bayi menghisap.
3)      Rangsang pipi bayi apabila bayi tidak adekuat dalam menghisap.
Rasional : Rasionalnya agar bayi adekuat dalam menghisap dan menelan
4)      Anjurkan ibu untuk memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara langsung kepada bayi
Rasional : Proses interaktif dapat membantu penyusuan yang baik dan adekuat.
5)      Kolaborasi dengan dokter dalam pemasangan OGT (Oral Gaster Tube)
Rasional : Rasionalnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
c.       Diagnosa         : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
                          tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mencerna makanan
Tujuan             : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
                          diharapkan kebutuhan nutrisi tercukupi.
Kriteria hasil    :
1)      Adanya peningkatan berat badan 20-30 gram/hari
2)      Turgor kulit baik
3)      Keadaan umum baik
Intervensi        :
1)      Observasi keadaan umum bayi
Rasional : Memantau perkembangan bayi
2)      Monitor intake dan output bayi
Rasional : Mengontrol keseimbangan cairan bayi
3)      Observasi turgor kulit
Rasional : Turgor kulit adalah indikasi status cairan
4)      Kaji koordinasi isap telan
Rasional : Penurunan koordinasi mempengaruhi asupan, isapan telan yang adekuat mengindikasikan kesiapan dan keefektifan pemberian makanan oral.
5)      Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama sebelum pemberian makanan.
Rasional : Rasionalnyauntuk menentukan jumlah asupan yang tepat atau kebutuhan untuk meningkatkan asupan. Berat badan adalah indikator status nutrisi dan pertumbuhan yang adekuat.
6)      Anjurkan ibu untuk menyiapkan ASI (Air Susu Ibu)
Rasional : ASI (Air Susu Ibu) mudah dicerna dan ASI (Air Susu Ibu) mengandung imunoglobin yang tidak dapat diproduksi oleh bayi kurang bulan.
7)      Berikan makanan dalam jumlah sedikit tapi sering (tiap 2-3 jam sekali)
Rasional : Memberi nutrisi yang adekuat pada bayi
8)      Kolaborasi dengan dokter dalam pemasangan OGT(Oral Gaster Tube)
Rasional : untuk mencukupi nutrisi bayi
d.      Diagnosa         : Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan
                          dengan imaturitas hipotalamus
Tujuan             : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
                          diharapkan pasien dapat mempertahankan suhu
                          tubuh.
Kriteria hasil    :
1)      Suhu tubuh dalam batas normal (36,50C-37,50C)
2)      Bayi terlihat tidak menggigil
3)      Akral hangat
Intervensi        :
1)      Pantau suhu tubuh bayi
Rasional : Mengetahui keadaan suhu tubuh bayi
2)      Observasi keadaan kulit bayi (perfusi buruk, sianosis, akral dingin)
Rasional : Mengetahui tanda-tanda hipotermi
3)      Tempatkan bayi dalam inkubator
Rasional : mempertahankan suhu tubuh agar stabil
4)      Hindari situasi yang dapat membuat bayi kehilangan panas (terpapar udara dingin, jendela terbuka, mandi, dan lain-lain).
Rasional : Mempertahankan suhu tubuh bayi agar stabil
e.       Diagnosa         : Resiko infeksi berhubungan dengan
                          ketidakadekuatan pertahanan sekunder
Tujuan             : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
                          diharapkan tanda-tanda infeksi tidak ada.
Kriteria hasil    :
1)      Tidak ada tanda-tanda infeksi
2)      Hasil laboratorim leukosit normal
3)      Suhu tubuh dalam batas normal (36,5oC-37,5oC)
Intervensi
1)        Pantau suhu tubuh
Rasional : Suhu tubuh yang tinggi merupakan salah satu tanda adanya infeksi.
2)        Tingkatkan nutrisi yang baik
Rasional : Nutrisi yang buruk dapat menjadi faktor predisposisi terkena infeksi
3)        Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
Rasional : Mencegah penularan infeksi
4)        Pertahankan kebersihan linen dan peralatan yang digunakan
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.
5)        Pertahankan kebersihan linen dan peralatan yang digunakan
Rasional : Meminimalkan terjadinya infeksi
f.       Diagnosa         : Kerusakan integritas kulit berubungan dengan
jaringan lemak pada subkutan tidak terbentuk secara sempurna
Tujuan             : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
                          diharapkan kulit tetap utuh
Kriteria Hasil   :
1)      Turgor kulit baik
2)      Tidak ada lesi, dekubitus
Intervensi        :
1)      Pantau kondisi kulit (kemerahan, ruam, transparan, memar, bengkak, terkelupas)
Rasional : Mengidentifikasi kerusakan kulit
2)      Mandikan bayi dengan air hangat
Rasional : Mekanisme pertahanan melawan bakteri, mengurangi iritasi pada kulit
3)      Berikan lotion, serta emolien dengan hati-hati.
Rasional : Menjaga kulit tetap lembab.
4)      Ubah posisi bayi dengan sering (tiap 2 jam)
Rasional : Rasionalnya untuk mencegah kerusakan area penekanan pada kulit yang tipis.

DAFTAR PUSTAKA

Deslidel et al. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita. Jakarta: EGC


Green dan Judith. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal & Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC

Hassan dan Husein. 2005. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Jitowiyono dan Weni. 2011. Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak. Yogyakarta: Nuha Medik

Maryunani dan Eka. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Jakarta: TIM

Pantiawati, I. 2010. Bayi Dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Yogyakarta:Nuha Mediaka

Sudarti dan Afroh. 2013. Asuhan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan. Yogyakarta: Nuha Medika

Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC

Surasmi et al. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC

Wilkinson, J. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC Dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

ZR,Arief dan Weni. 2009. Neonatus & Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika

No comments:

Post a Comment

Makalah Asfiksia

LANDASAN TEORI A.     Pengertian Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terl...