Monday, 17 September 2018

Makalah batu ginjal Nefrolithiasis

Nefrolithiasis 
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Tinjauan Teori
1.      Pengertian
       Nefrolithiasis (batu ginjal) merupakan keadaan karena adanya masa seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan nyeri, pendarahan, atau infeksi pada saluran kencing (Stoller, 2008).
       Nefrolithiasis (batu ginjal) adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal (Elder, 2004).
       Batu ginjal pada anak kurang umum terjadi, dalam kejadian ini makanan dan social ekonomi di masa kecil mempengaruhi terbentuknya batu pada anak dan biasanya penyakit batu pada anak mempunyai ke abnormalan metabolic (Alpay, 2009).
       Dari pengertian-pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan batu ginjal adalah batu yang terbentuk di sepanjang saluran kencing dari tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,infundibulum, pelvis ginjal yang dapat menyebabkan nyeri, pendarahan atau infeksi saluran kencing.


2.      Etiologi
       Menurut Trihono(2011), penyebab terbentuknya batu saluran kemih pada anak diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolic, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan yang masih belum terungkap (idiopatik). Sedangkan menurut (Elder, 2004) terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang di bedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
a.       Faktor Intrinsik, meliputi :
1)      Herediter, diduga dapat di turunkan dari generasi ke generasi.
2)      Umur, batu ginjal pada anak-anak jarang terjadi namun karena adanya faktor-faktor penyebab tertentu batu ginjal bisa terjadi pada anak. 7% batu ginjal didapatkan pada anak dewasa muda 16 tahun.
3)      Jenis kelamin, jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak di banding pada wanita (Damjanov, 2009).
b.      Faktor ekstrinsik, meliputi :
1)      Geografi, pada beberapa daerah dataran tinggi menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi dari pada daerah  lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu) (Purnomo, 2011).
2)      Iklim dan temperature, temperature yang rendah  sangat berpengaruh sekali terhadap terbentuknya batu .
3)      Asupan air, kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4)      Diet, diet tinggi purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya batu (Stoller, 2008).
       Menurut Teori- teori terbentuknya batu, beberapa teori terbentuknya batu :
a.       Teori nukleasi, Batu terbentuk didalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nucleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap didalam nucleus itu sehingga akhirnya membentuk batu, inti batu dapat berupa Kristal atau benda asing saluran kemih.
b.      Teori matriks, Matriks organnik terdiri atas serum/protein urin (albumin, globulin dan mikroprotein) sebagai kerangka tempatnya mengendapnya Kristal-kristal batu.
c.       Penghambat kristalisasi, Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentukan Kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mikroprotein dan beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih (Purnomo, 2011 ).
       Menurut Smith’s(2008), Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsure: kalsium oksalat, kalsium fosfat,asam urat, magnesium-amonium-fosfat: xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang di temukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.
a.       Batu Kalsium
       Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat ) paling banyak di temukan yaitu sekitar 75-80% dari seluruh batu saluran kemih. Faktor terjadinya batu kalsium adalah:
1)      Hiperkalsuria:  Kadar kalsium urine lebih dari 250-300 mg/4jam. Dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absortif) gangguan kemampuan reabsorsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperporatidisme primer atau tumor paratiroid (Black, 1997).
2)      Hiperurikosuria : kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber  dari konsumsi kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen (Damjanov, 2009)
3)      Hipositraturia : Dalam urine,sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kasium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal ,sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretic golongan thiazide dalam jangka waktu lama (Smith’s, 2008).
4)      Hiperoksaluria : Kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti teh, kopi instan, soft drink,kakao,arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam (Worcester&Coe, 2009).
5)      Hipomagnesiuria : Seperti halnya dengan sitrat.
6)       magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium(Damjanov, 2009).
b.      Batu Urat
       Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasien dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone,thiazide dan salisilad). Kegemukan, alkaholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang batu asam urat adalah : urine terlalu asam (PH<6 volume urine <2 liter/ 2hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria (Elder, 2004).
c.       Batu Struvit
       Batu struvit di sebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih, kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea yang dapat menghasilkan enzyme urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak . Suasana basa ini memudahkan  garam-garam magnesium, ammonium, fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit (Smith’s,2008).

3.      Patofisiologis dan Pathway
       Menurut Black(1997), Faktor utama dari pembentukan batu adalah jenuhnya air seni yang muncul dari unsur seperti kalsium, phospat, dan faktor oksalat. Faktor-faktor tersebut memberikan kontribusi pada kemudahan pembentukan batu. Menurut Elder(2004), iklim yang panas/dingin, intake cairan yang kurang juga mejadi faktor terbentuknya batu.
      Manifestasi klinis yang muncul pada batu ginjal yaitu adanya nyeri(kolik), nyeri akan timbul ketika otot muscular di ureter terjadi spasme karena adanya dorongan oleh batu yang bisa mengakibatkan hematuria, hidronefrosis, selain itu dengan adanya nyeri yang berkelanjutan akan menyebabkan mual dan muntah (Elder, 2004).
       Menurut Simon(2006), Jika batu di biarkan dapat menjadi sarang kuman yang dapat menimbulkan infeksi saluran kemih, pylonefritis, gagal ginjal.
       Penatalaksanaan pada pasien anak dengan batu ginjal dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan pengeluaran batu. Batu ginjal yang menyumbat atau menyebabkan infeksi dapat dilakukan dengan medikamentosa (jika ukuran batu <5mm), Extracorperal Shockwave Lithotripsi(ESWL), jika berulang-ulang diangkat dengan pembedahan(Alpay,2009).

Pathway :



1.      Manifestasi Klinis
       Menurut Hassan&Alatas(2005), batu ginjal kadang-kadang tidak menunjukan gejala. Tanda pertama terjadi bila batu keluar melalui keliks atau piala ginjal menuju uretra,  gejala klasik adalah nyeri dan hematuria :
1.      Nyeri pinggang atau  perut.
a.       Koliks, serangan sakit hebat yang timbul sekonyong-sekonyong berlansung sebentar dan kemudian hilang mendadak untuk kemudian timbul lagi, Nadi cepat, pucat, berkeringat dingin dan tekanan di arah turun. Biasanya diikuti muntah atau mual , perut kembung dan gejala ileus paralitik, ditemukan pada 89% kasus batu ginjal.
b.      Nyeri  yang terus-menerus,rasa panas atau terbakar dipinggang yang dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
2.      Hematuria ditemukan pada 100% kasus, darah dari ginjal berwarna coklat tua. Dapat terjadi dengan atau tanpa kolik.
3.      Bila terjadi hidronefrosis , dapat diraba ginjal.
       Pada anak keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu. Besar batu dan penyakit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin di dapatkan nyeri ketuk di daerah kastrovertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis. Di temukan tanda-tanda gagal ginjal, retansi urine dan jika disertai infeksi didapatkan demam/menggigil (Gschwend&Zom, 2009).
       Batu yang kecil (ukuran <5mm) dapat keluar secara spontan atau tampak sebagai sedimen seperti pasir didalam urin, namun batu tersering ditemukan pada saat melakukan evaluasi pada pasien anak dengan diagnose infeksi saluran kemih (ISK), hematuria, gejala/tanda obstruksi (nyeri perut,kolik perut) atau pasien gagal ginjal dapat ditemukan pada batu ginjal bilateral atau batu unilateral pada ginjal soliter, tanda dan gejala yang khas seperti  nyeri akut hebat di punggung yang menjalar ke bawah kea rah perut bagian bawah di lipat paha, sering ditemukan pada dewasa namun jarang di temukan pada anak (Simon, 2006).

2.      Komplikasi
       Menurut Smith’s(2008), Jika batu di biarkan dapat menjadi sarang kuman yang dapat menimbulkan :
a.       Infeksi saluran kemih
b.      Pylonefritis
c.       Gagal ginjal

3.      Pemeriksaan Diagnostik
       Menurut Trihono( 2011), pada penderita  fisik biasanya di temukan rasa nyeri  bila ditekan daerah ginjal. Pemeriksaan yang harus dilakukan antara lain:

1.      Pemeriksaan Urin untuk menunjukan eritrosituria,albuminaria ringan dan kadang-kadang banyak Kristal.
2.      Pemeriksaan Rontgen (foto polos abdomen) , USG
3.      Pielografi Intra vena (IVU)
4.      Bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.

4.      Penatalaksanaan
       Penatalaksanaan pada pasien anak dengan batu ginjal dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan pengeluaran batu. Batu ginjal yang menyumbat atau menyebabkan infeksi dapat dilakukan dengan medikamentosa (jika ukuran batu <5mm), Extracorperal Shockwave Lithotripsi(ESWL), jika berulang-ulang diangkat dengan pembedahan(Williams&Cooper,2011).
       Tindakan pencegahan terhadap kambuh sangat penting meliputi memperbaiki keadaan diit dan gizi, mengadakan perlindungan badan terhadap infeksi, perbaikan obstruksi serta penanganan statis urin(Elder, 2004).

5.      Konsep Tumbang pada Usia Sekolah (Umur 6-12th)
       Tahap perkembangan anak pada usia sekolah umur 6-12th menurut William Crain, 2007).
a.       Menurut pigeat anak usia 11 tahun berada pada fase operasional yaitu: Pada tahap operasional (6-12 tahun), kemampuan yang dimiliki oleh anak sudah mulai tampak perkembanganya. Anak usia sekolah mulai bisa berfikir untuk membentuk gambaran mental dan mampu menyelesaikan aktifitas dalam pikiran, mampu menduga dan memperkirakan dengan pikiran yang abstrak.
b.      Sedangkan menurut Sigmund Frieud anak usia 11 tahun berada pada fase laten: pada umur 6-12 tahun, perkembangan kepuasan anak mulai terintegrasi, anak masuk dalam massa pubertas dan berhadapan langsung pada tuntutan social seperti suka hubungan dengan kelompoknya atau sebaya.
c.       Menurut Kohlberg, pada anak usia sekolah berada pada tahap 1 tingkat pra konvensional (hukuman dan kepatuhan) yakni anak sudah mengenal dengan adanya moral. Anak mengetahui adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi dan tidak melanggar sehingga terhindar dari hukuman.
d.      Menurut Fowler, anak usia sekolah berada pada tahap 2 perkembangan spiritual, yakni tahap mitos dan faktual. Anak-anak belajar untuk  membedakan khayalan dan kenyataan.

6.      Tinjauan Keperawatan
a.      Pengkajian
        Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, komunikasi dan data tentang pasien. Pengkajian ini didapat dari dua tipe yaitu data subyektif dan persepsi tentang masalah kesehatan mereka dan data obyektif yaitu pengamatan/pengukuran yang dibuat oleh pengumpulan data  (Carpenito, 2006).
        Berdasarkan klasisifikasi Doengoes (2005), fokus pengkajian yang harus dikaji tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus:
1.      Aktivitas/ Istirahat
Gejala: Keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi sebelumnya, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi.
2.      Sirkulasi
Tanda: Peningkatan TD, HR, nadi, kulit hangat dan kemerahan.
3.      Eliminasi
Gejala: Riwayat  ISK, obstruksi sebelumya, penurunan volume urin, rasa terbakar.
Tanda: Oliguria, hematuria, piouria, perubahan pola berkemih.
4.      Pencernaan
Tanda:  mual-mual, muntah.
5.      Pemeriksaan fisik abdomen
       Pengkajian nyeri pada anak usia sekolah 11th bisa dilakukan dengan mengkaji Skala analog visual (visual analog scale/VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang myngkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap centimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau peryataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. Skala analog visual digunakan peda pasien berumur ≥7th – dewasa (17th).
Gejala: Nyeri hebat pada fase akut(nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu bisa terdapat di abdomen yang menyebar ke punggung (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan).
Tanda: Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi, nyeri tekan pada area ginjal saat di palapasi.

A.    Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri (akut) berhubungan dengan  peningkatan frekuensi kontraksi ureteral (NANDA NIC & NOC, 2008).
2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual/muntah(Carpenito, 2009).
3.      Kurang pengetahuan tentang berhubungan dengan keterbatasan kognisi/kemampuan(Diagnose NANDA NIC & NOC, 2008).
4.      Resiko infeksi berhubungan dengan berkembangnya bakteri (Nanda NIC&NOC, 2008).

B.     Intervensi Keperawatan
1.      Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi kontraksi ureteral (Nanda NIC & NOC, 2008).
Tujuan: Nyeri pasien berkurang atau hilang.
Kriteria: Skala nyeri 0-2, pasien menunjukan ekspresi yang tenang.
       Intervensi keperawatan yang penulis lakukan (NIC) adalah:
a.       Monitor keadaan umum pasien.
Rasional: dilakukan untuk mengetahui kondisi pasien dan untuk melakukan tindakan berikutnya
b.      Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakan tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar.
Rasional: Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi.
c.       Lakukan tindakan yang mendukung kenyamanan (seperti masase ringan/kompres hangat pada punggung, lingkungan yang tenang).
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.
d.      Bantu/dorong pernapasan dalam, bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik.
Rasional: Mengalihkan perhatian dan membantu relaksasi otot.
e.       Bantu/dorong peningkatan aktivitas (ambulasi aktif) sesuai indikasi disertai asupan cairan sedikitnya 2-2,5 liter perhari dalam batas toleransi jantung.
Rasional: Aktivitas fisik dan hidrasi yang adekuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.
f.       Perhatikan peningkatan/menetapnya keluhan nyeri abdomen.
Rasional: Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini merupakan kedaruratan bedah akut.
g.      Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi.
Rasional: Analgetik (gol.narkotik) biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik ureter dan meningkatkan relaksasi otot/mental.
2.      Ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan berhubungan dengan mual/muntah (Carpenito, 2009).
Tujuan: nutrisi pasien tercukupi
Kriteria: Pasien tidak mual dan muntah.
       Intervensi yang harus dilakukan penulis adalah Carpenito(2009) :
1)      Awasi asupan dan haluaran
Rasional: Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan ginjal.
2)      Catat insiden dan karakteristik muntah, diare.
Rasional: Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka menghubungkan kedua ginjal dengan lambung.

3)      Tingkatkan asupan cairan  2-2,5 liter/hari.
Rasional: Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya membilas batu keluar.
4)      Awasi tanda vital.
Rasional: Mengkaji hidrasi dan efektiviatas intervensi.
5)      Berikan cairan infus sesuai program terapi.
Rasional: Mempertahankan volume sirkulasi (bila asupan per oral tidak cukup).
6)      Kolaborasi pemberian diet sesuai keadaan klien.
Rasional: Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas saluran cerna, mengurangi iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.
7)      Berikan obat sesuai program terapi (antiemetik misalnya Proklorperasin/ Campazin).
Rasional: Antiemetik mungkin diperlukan untuk menurunkan mual/muntah.
3.      Kurang pengetahuan tentang berhubungan dengan keterbatasan kognisi/kemampuan(Diagnose Nanda NIC & NOC, 2008).
Tujuan: keluarga paham tentang penyakit pasien.
Kriteria: Keluarga tahu penyebab,tanda & gejala dan pencegahan penyakit.
       Intervensi keperawatan yang penulis lakukan (NIC) adalah:

a.       Tekankan pentingnya memperta-hankan asupan hidrasi 3-4 liter/hari.
Rasional: Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesemapatan stasis ginjal dan pembentukan batu.
b.      Kaji ulang program diet sesuai indikasi, Diet rendah purin, diet   rendah    kalsium, diet rendah oksalat, diet rendah fosfat.
Rasional: Jenis diet yang diberikan disesuaikan dengan tipe batu yang ditemukan.
c.       Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas.
Rasional: Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk mengoreksi  asiditas atau alkalinitas urine tergantung penyebab dasar pembentukan batu.
d.      Jelaskan tentang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik (nyeri berulang, hematuria, oliguria).
Rasional: Pengenalan dini tanda/gejala berulangnya pembentukan batu diperlukan untuk memperoleh intervensi yang cepat sebelum timbul komplikasi serius.
4.      Resiko infeksi berhubungan dengan berkembangnya bakteri (Diagnosa Nanda NIC&NOC, 2008).
Tujuanya: Pengendalian Resiko infeksi
Kriteria  : Klien terbebas dari tanada dan gejala infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal.
       Intervensi yang harus di lakukan penulis (NIC) adalah:
a.       Observasi adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional : tanda-tanda infeksi lokal yang mungkin memiliki implikasi sistemik jika pengobatan tertunda.
b.       Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : normalnya tekanan darah (TD) akan sama pada berbagai posisi. Nadi menandakan tekanan dinding arteri. Suhu tubuh yang abnormal disebabkan oleh mekanisme pertahanan tubuh yang menandakan tubuh kehilangan daya tahan atau mekanisme pengaturan suhu tubuh yang buruk.
c.       Bersihkan lingkungan sekitar klien.
Rasional : untuk mengendalikan infeksi dan meminimalkan penularan agen infeksius.
d.      Gunakan teknik antiseptik dalam perawatan luka.
Rasional : mengurangi dan mencegah mikroorganisme (MO) untuk masuk ke dalam tubuh.
e.       Motivasi klien untuk mengkonsumsi nutrisi dan cairan secukupnya.
Rasional : untuk meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh dan mempercepat penyembuhan.
f.       Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan multivitamin.
Rasional : penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan kembalinnya infeksi dengan resistensi terhadap terapi antibiotik atau infeksi sekunder.

No comments:

Post a Comment

Makalah Asfiksia

LANDASAN TEORI A.     Pengertian Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terl...