Saturday, 15 September 2018

Makalah Pre Eklamsi Berat (PEB)



A.    Pengertian
       Partus atau kelahiran bayi, memerlukan proses dalam perubahan fungsi uterus dan serviks. Setelah kelahiran seorang bayi, maka seorang ibu akan mengalami sebuah masa yang disebut dengan masa nifas. Masa nifas adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah kelahiran. Lamanya “periode” ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya antara 4 sampai 6 minggu (Cunningham , 2013).
       Pre-eklampsia atau toksemia pre-eklampsia merupakan penyebab utama gangguan pada ibu dan janin. Pre-eklampsia didefinisikan sebagai penyakit pada ibu hamil yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria yang baru muncul di trimester kedua kehamilan yang pulih di periode postnatal (Robson&Waugh, 2012).
       Pre-eklampsia merupakan suatu kondisi pada kehamilan di mana peningkatan tekanan darah terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Pre-eklampsia merupakan suatu penyakit, yang melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria (Bobak, 2005).
       Secara tradisional pre-eklampsia didasarkan pada adanya peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada pemeriksaan urine, dengan atau tanpa adanya edema pada ekstremitas bawah. Masih banyak ibu hamil yang menganggap itu sebagai permasalahan yang biasa.
       Pre-eklampsia adalah penyakit pada kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting pre-eklampsia. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya lebih protein secara menetap pada sampel urin ibu yang mengalami kehamilan (Cunningham, 2006).
       Pre-eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya peningkatan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih yang disertai proteinuria dengan atau tanpa edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Nugroho, 2012).
B.     Etiologi
       Menurut Dutton (2012), penyebab pasti dari pre-eklampsia belum sepenuhnya dapat dipahami. Akan tetapi menurut teori saat ini yang dipelajari pre-eklampsia dapat disebabkan karena iskemia uterus/underperfusion, aktivasi/disfungsi endothelium, defisiensi kalsium, aktivasi imunologis, nutrisi buruk, kecenderungan genetik. Permasalahan tersebut diyakini dapat memicu terjadinya pre-eklampsia pada ibu hamil.
C.  Manifestasi Klinis
       Manifestasi klinis menurut Robson&Waugh (2012) antara lain :
1.   Sakit kepala hebat.
2.   Gangguan penglihatan.
3.   Nyeri epigastrik.
4.   Muntah.
5.   Nyeri tekan di hati.
6.   Klonus/hiperrefleksia.
7.   Trombosit rendah.
8.   Papiloedema.
9.   Fungsi hati abnormal (ALT : alanine transaminase atau AST : aspartate transaminase >70 iu/l).
       Menurut Dutton (2012), manifestasi klinis pada pre-eklampsia dapat  ditandai dengan:
1.      Hipertensi (sistolik >140 dan diastolik >90) dengan proteinuria (terikat >0,3 g/dL).
2.      Sakit kepala yang tidak membaik setelah pemberian analgesik.
3.      Nyeri di kuadran kanan atas.
4.      Perubahan penglihatan.
D.  Patofisiologi
       Pada pre-eklampsia akan terjadi spasme pembuluh darah disertai retensi garam dan air. Pada pemeriksaan biopsi ginjal ditemukan spasme yang hebat pada ateriola glomerulus dalam beberapa kasus lumen ateriola menjadi sempit sehingga hanya dapat dilalui satu sel darah merah. Jadi, jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah dengan sendirinya akan meningkat, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema dapat disebabkan karena penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial, ada juga yang mengatakan karena retensi air dan garam. Sedangkan proteinuria dapat terjadi karena spasme arteriola, sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Mitayani, 2011).
       Adaptasi fisiologis normal pada ibu hamil meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik (SVR : system vascular resistance), peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada ibu hamil yang mengalami pre-eklampsia, akan terjadi penurunn volume plasma yang beredar, sehingga akan terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Terjadinya vasospasme siklik lebih lanjut akan menurunkan perfusi jaringan organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun (Bobak, 2005).


Komplikasi
       Terdapat beberapa komplikasi pada pre-eklampsia termasuk kejadian abrupsio plasenta, keterbatasan pertumbuhan intrauteri, sindrom HELLP (Haemolisis, Elevated Liver enzymes, Low Platelet count), kelainan pembekuan darah (DIC), gagal ginjal, kelahiran premature, kegagalan multi organ, eklampsia (kejang grand mal yang terjadi pada pre-eklampsia) dan juga dapat menyebabkan kematian (Robson & Waugh, 2012).
G.  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pre-eklampsia menurut Cunningham (2006)  :
1.      Pemeriksaan terinci diikuti oleh pemantauan setiap hari untuk mencari gejala-gejala klinis seperti nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, dan pertambahan berat badan yang pesat.
2.       Berat badan saat masuk dan kemudian pemantauan setiap hari.
3.      Analisis proteinuria saat masuk dan kemudian diperiksa setiap 2 hari.
4.      Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk dengan ukuran manset yang sesuai setiap 4 jam.
5.      Pengukuran kreatinin plasma atau serum, hematokrit, trombosit, dan enzim hati dalam serum, dan frekuensi yang ditentukan oleh keparahan hipertensi.
6.      Evaluasi yang sering terhadap ukuran janin, denyut jantung janin, dan volume cairan amnion, baik secara klinis maupun USG.

H.  Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mitayani  (2011), pemeriksaan penunjang dibagi menjadi :
1.      Pemeriksaan darah lengkap yang meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, dan trombosit.
2.      Pemeriksaan urinalisis.
3.      Pemeriksaan fungsi hati yang meliputi pemeriksaan bilirubin, LDH (laktat dehidrogenase), aspartat aminomtransferase (AST),  serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT), total protein serum.
4.      Tes kimia darah yang meliputi pemeriksaan asam urat.
5.      Dilakukan pemeriksaan ultrasonografi dan kardiotografi.
I.   Pengkajian keperawatan
Fokus pengkajian pada ibu post partum menurut Doengoes (2003) yaitu :
1.         Prenatal care : Riwayat kehamilan dan persalinan
a.    Berapa lama persalinan.
b.   Bagaimana proses persalinan dan tipe persalinan (forcep, vakum, sectio caesarea).
c.    Terapi penggunaan anestesi atau analgesik selama intranatal.
2.         Tanda vital
a.      Tekanan darah sedikit rendah berarti normal.
b.     Nadi : 56 – 76 kali per menit berarti normal.
c.      Suhu : sedikit meningkat (380C) berarti normal.
d.   Respirasi : sedikit meningkat 22 – 24 kali per menit berarti normal.
e.    Tanda-tanda vital ini dimonitor tiap 4 jam sekali, bila tanda-tanda vital dalam batas normal dimonitor pada 24 jam pertama dan selanjutnya dimonitor tiap 8 jam.
3.         Perubahan payudara
a.    Perubahan bentuk payudara menjadi besar atau kecil dan simetris antara kanan dan kiri, bengkak atau tidak, bagaimana aerola.
b.   Puting : bentuk menonjol atau tidak, adanya luka atau lecet.
c.   Kebersihan.
d.  Pengeluaran kolostrum terutama pada hari ke-2 dan ke-3.
4.         Abdomen dan fundus uteri
a.    Pengukuran tinggi fundus uteri.
b.   Palpasi kontraksi abdomen.
c.    Observasi kondisi luka post partum.
d.   Auskultasi bising usus dan kaji intensitas adanya mulas.
5.         Perineum atau rektum
a.    Adanya hemoroid, nyeri atau tidak.
b.   Kebersihan perineum.
c.    Lokhea.
1)       Jumlah : fekuensi penggantian pembalut
2)       Sifat pengeluaran
a)      Menetes
b)      Merembes
c)      Memancar
3)       Warna lokhea
a)      Segar
b)      Tua
4)  Bau lokhea : amis atau busuk
6.      Ekstremitas
a.    Kekuatan
b.   Pembengkakan dan nyeri
7.      Istirahat atau rasa ketidaknyaman
a.    Lama
b.   Penyebab sukar tidur : mulas, nyeri.
8.      Kemampuan perawatan diri atau bayi
9.      Tingkat kemampuan kekuatan atau energi
10.  Kebiasaan
11.  Status psikologis atau emosional
a.       Respon terhadap kelahiran atau proses melahirkan
b.      Respon terhadap bayinya
c.       Persepsi terhadap keluarga
d.      Perubahan psikologis
e.       Adaptasi keluarga
12.  Pengetahuan
a.    Perawatan bayi
b.   Perawatan payudara
c.    Kontrasepsi atau keluarga berencana (KB)
J.   Adaptasi Fisiologis dan Psikologis
       Menurut Bobak (2005) & Saleha (2009) adaptasi fisiologi dibagi menjadi beberapa sistem diantaranya yaitu :
1.      Sistem reproduksi
a.       Uterus
       Dalam kelahiran bayi terjadi peningkatan kontraksi uterus karena terlepasnya hormon oksitosin oleh kelenjar hipofisis posterior. Rasa nyeri dan mulas setelah melahirkan dirasakan karena uterus yang meregang, peningkatkan nyeri dapat terjadi karena adanya kontraksi uterus. Plasenta adalah tempat pertumbuhan endometrium, regenerasi pada tempat ini biasanya belum selesai sampai enam minggu setelah melahirkan .
       Involusi merupakan proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan, akibatnya otot – otot polos uterus berkontraksi pada waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai ± 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan fundus uteri turun kira – kira 1 – 2 cm setiap 24 jam.
b.      Lokhea
Menurut Saleha (2009) lokhea adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina selama masa nifas. Berikut adalah beberapa jenis lokhea yang terdapat pada wanita pada masa nifas :
1)      Lokhea rubra (cruenta) berwarna merah karena berisi darah segar, sel-sel desidua, verniks caseosa, lanugo dan mekonium selama 2 hari pascapersalinan. Inilah lokhea yang akan keluar selama 2-3 hari postpartum.
2)      Lokhea sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan.
3)      Lokhea serosa dimulai dengan versi yang lebih pucat dari lokhea rubra. Lokhea ini berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pasca persalinan.
4)      Lokhea alba adalah lokhea yang terakhir. Lokhea alba mengandung cairan serum, jaringan desidua, leukosit dan eritrosit. Dimulai dari hari ke-14 sampai 1 atau 2 minggu berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim serta terdiri atas leukosit dan sel-sel desidua.
2.      Serviks
       Serviks akan berubah menjadi lunak segera setelah melahirkan, 18 jam pasca partum, serviks memendek dan konsentrasinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula.
3.      Vagina dan perineum
       Penurunan hormon estrogen pasca partum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil,  6–8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke- 4, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
4.      Payudara
       Setelah bayi lahir terjadi penurunan konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara (estrogen, progesteron, human chorionic, gonadotropin, prolaktin, dan insulin), oksitosin membantu mengalirkan sehingga menyebabkan keluarnya ASI.
5.      Abdomen
       Setelah melahirkan dinding perut menjadi longgar karena diregang begitu lama, sehingga otot-otot dinding abdomen meregang, suatu keadaan yang dinamai diastasis rektus abdominalis. Apabila menetap efek ini dapat dirasa mengganggu pada wanita, tetapi seiring perjalanan waktu, efek tersebut menjadi kurang terlihat dan akan pulih kembali.
6.      Sistem endokrin
       Terjadi penurunan hormon plasenta yaitu kadar estrogen dan progesteron secara signifikan dan saat terendah adalah 1 minggu post partum. Terjadi penurunan hormon hipofisis dan fungsi ovarium. Hipofisis dibagi menjadi dua, yaitu hipofisis anterior dan posterior. Hipofisis anterior mengsekresi hormon prolaktin untuk meningkatkan kelenjar mamae pembentukan air susu. Sedangkan hipofisis posterior sangat penting untuk diuretik. Oksitosin mengkontraksi alveolus mamae sehingga membantu mengalirkan ASI dari kelenjar mamae ke puting susu.
7.      Sistem urinarius
a.       Komponen urin
       BUN (Blood Urea Nitrogen), yang meningkat selama masa pascapartum, merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi selama 1 – 2 hari setelah wanita melahirkan.
b.      Diuresis pascapartum
       Dalam 12 jam setelah melahirkan, mulai membuang kelebihan cairan yang tertimbun di jaringan selama hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang terentesi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam hari, selama 2 – 3 hari pertama setelah melahirkan.
c.       Uretra dan kandung kemih
       Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema, sering kali disertai daerah – daerah kecil hemorargi. Pada masa pascapartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan dapat menyebabkan kandumg kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal.
8.      Sistem pencernaan
       Anestesi dapat memperlambat pengambilan tonus otot dan motilitas otot saluran cerna ke keadaan normal sehingga defekasi bisa tertunda 2–3 hari.
9.      Sistem kardiovaskuler
       Denyut nadi dan jantung meningkat setelah meahirkan karena darah yang biasanya melintasi ureoplasma tiba–tiba kembali ke sirkulasi umum. Hematokrit meningkat pada hari ke 3–7 pasca partum. Leukisitosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12.000/mm³. Selama 10–12 hari pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit antara 20.000 dan 25.000/mm³. Varises ditungkai dan disekitar anus akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir.
10.  Sistem neurologi
       Pengaruh neurologi post operasi biasanya nyeri kepala, pusing, keram disebabkan anestesi. Lama nyeri kepala bervariasi 1–3 hari sampai beberapa minggu, tergantung pada penyebab dan efektifitas pengobatan.
       Menurut (Maritalia, 2012), adaptasi psikologis dibagi menjadi beberapa fase diantaranya yaitu :
a.       Fase Taking In
       Merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari ke dua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya. Ketidaknyamanan yang dialami ibu lebih disebabkan karena proses persalinan yang baru saja dilaluinya. Rasa mules, nyeri pada jalan lahir, kurang tidur dan kelelahan, merupakan hal yang sering dikeluhkan ibu. Pada fase ini, kebutuhan istirahat, asupan nutrisi dan komunikasi yang baik harus dapat terpenuhi. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, ibu dapat mengalami gangguan psikologis berupa: kekecewaan pada bayinya, ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami, rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya dan kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya.
b.      Fase Taking Hold
       Merupakan fase yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian penyuluhan atau pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan bayinya. Penuhi kebutuhan ibu tentang cara perawatan bayinya, cara menyusui yang baik dan benar, cara perawatan luka jalan lahir, mobilisasi postpartum, senam nifas, nutrisi, istirahat, kebersihan diri dan lain-lain.
c.       Fase Letting Go
       Fase ini merupakan fase menerima tanggungjawab akan peran barunya sebagai seorang ibu. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya dan siapnmenjadi pelindung bagi bayinya. Perawatan ibu terhadap dirinya  dan bayinya semakin meningkat. Rasa percaya diri ibu akan peran barunya mulai tumbuh, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya. Dukungan suami dan keluarga dapat membantu ibu untuk lebih meningkatkan rasa percaya diri dalam merawat bayinya. Kebutuhan akan istirahat dan nutrisi yang cukup masih sangat diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya.
K.  Diagnosa Keperawatan dan Fokus Intervensi
Menurut Green (2012) dan Mitayani (2009), fokus intervensi dibagi menjadi 5, yaitu :
1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik
Definisi : Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa.
Tujuan : Dapat mempertahankan tingkat kenyamanan fisik, pengendalian nyeri, efek yang mengganggu, mengetahu tingkat nyeri, pengendalian gejala, keparahan gejala.
Kriteria Hasil :
a.     Menggunakan tindakan nyeri non-analgesik untuk mengurangi nyeri (misal : teknik bernapas).
b.     Mendemonstrasikan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai tingkat kenyamanan yang diungkapkan oleh individu.
c.     Mendiskusikan keuntungan dan kerugian analgesik  atau  anestesia alternatif yang tersedia.
d.    Mempertahankan tingkat nyeri pada (sebutkan) atau berkurang dengan skala 0 hingga 10.
e.     Menggunakan analgesik yang tepat untuk mengendalikan nyeri.
Intervensi :
1)      Kaji sifat nyeri (lokasi, frekuensi, keparahan, durasi, faktor pencetus, faktor yang meredakan), gunakan skala nomor untuk menilai keparahan.
2)      Tentukan analgesik atau anestetik yang dipilih.
3)      Kaji tnda-tanda vital dan tingkat kesadaran pada interval yang tepat dan catat.
4)      Tentukan kemiskinan pengaruh budaya dan agama ibu pada persepsi dan respons ibu terhadap nyeri.
5)      Jelaskan dan bimbing klien untuk melakukan tindakan non-farmakologi (misal : terapi relaksasi sederhana, imajinasi terbimbing).
2.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Definisi : Peningkatan resiko terjangkit organisme patogen.
Tujuan : Pengetahuan pengendalian infeksi, pengendalian resiko, deteksi resiko, keutuhan integritas jaringan kulit, penyembuhan luka baik.
Kriteria Hasil :
a.       Tetap bebas dari infeksi.
b.      Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kerentanan seorang terhadap infeksi.
c.       Mematuhi prosedur deteksi, yang dibuktikan dengan mengkaji drainase vagina ataupun luka abdomen, jika diperlukan.
d.      Mendemonstrasikan teknik mencuci tangan yang benar.
e.       Melakukan tindakan untuk mengurangi resiko infeksi personal.
f.       Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan.
Intervensi :
1)         Kaji tanda atau gejala infeksi local atau sistemik (misal : peningkatan suhu, peningkatan nadi, perubahan drainase atau sekresi, kemerahan tau bengkak pada lokasi, urine pekat, malaise).
2)         Kaji nilai laboratorium (misal : darah periksa lengkap, kultur, urinalisasi).
3)         Kaji status nutrisi.
4)         Kaji pemajanan penyakit baru-baru ini (misal : rubella, penyakit menular seksual, hepatitis).
5)         Jelaskan pentingnya teknik mencuci tangan yang benar.
6)         Ajarkan klien dan keluarga bagaimana mengenali tanda dan gejala infeksi dan kapan melapor pada penyedia layanan kesehatan primer.
7)         Ajarkan dan dorong teknik hygiene perineum yang benar.
8)         Berikan perawatan kulit yang tepat pada lokasi edema.
9)         Pertahankan standard an mencuci tangan dengan benar.
10)     Tingkat nutrisi yang baik.
3.      Resiko tinggi gangguan eliminasi urine (retensi urine) berhubungan dengan penurunan tonus otot.
Definisi : Pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas.
Tujuan : Eliminasi urine dapat dikendalikan, kemampuan system perkemihan untuk menyaring zat sisa, menyimpan zat terlarut, dan mengumpulkan serta mengeluarkan urine dengan pola yang sehat.
Kriteria Hasil :
a. Mengosongkan kandung kemih dengan urine residu kurang dari 50ml.
b. Mengenali dorongan berkemih dan memberikan respons tepat waktu.
c.   Bebas dari tanda dan gejala infeksi saluran kemih yang ditunjukkan dengan tidak ada rasa panas, sering berkemih, perasaan berkemih yang kuat, peningkatan sel darah putih, kultur urine positif.
d.    Mengenali awitan gejala, frekuensi, variasi, dan persistensi.
Intervensi :
1)                  Tentukan obat yang digunakan ibu.
2)                  Periksa kondisi perineum.
3)      Kaji kontinensia urine, yang berfokus pada pengeluaran urine, pola berkemih, dan masalah berkemih yang sudah ada sebelumnya.
4)      Kaji derajat distensi kandung kemih dengan melakukan palpasi dan perkusi.
5)                  Berikan obat pereda nyeri bila diperlukan.

4.      Keletihan berhubungan dengan anemia
Definisi : Keletihan dideskripsikan sebagai rasa lelah yang berlebihan. Keletihan ditandai dengan perasaan tidak mampu yang terus-menerus untuk mempertahankan tingkat aktivitas mental dan fisik yang biasa dilakukan seseorang. Tingkat energi tidak pulih dengan istirahat atau tidur biasa, seperti yang terjadi pada keletihan umum. Individu yang mengalami keletihan kronis perlu dibantu beradaptasi terhadap tingkat fungsi yang berbeda.
Tujuan : Tingkat kenyamanan, ketahanan, konservasi energi, status nutrisi baik, pola istirahat cukup.
Kriteria Hasil :
a.       Mengungkapkan perasaan tentang pengaruh keletihan pada gaya hidup.
b.      Mempertahankan pola tidur dan istirahat yang konsisten.
c.       Menetapkan prioritas untuk aktivitas sehari-hari.
d.      Menggunakan teknik konservasi gizi.
e.       Menyesuaikan gaya hidup dengan tingkat energy.
f.       Mengenali keterbatasan energi.
g.      Mempertahankan nutrisi yang adekuat.
      Intervensi :
1)      Tentukan penyebab keletihan.
2)      Kaji respon psikologis terhadap situasi dan ketersediaan sistem dukungan.
3)      Kaji stasus nutrisi dan asupan makanan yang biasa dikonsumsi.
4)      Bantu klien dalam mengidentifikasi pola energi.
5)      Jelaskan tujuan pengaturan dan penentuan prioritas.
6)      Ajarkan teknik konservasi energi .
7)      Ajarkan bagaimana melakukan relaksasi otot atau metode non-farmakologi lain yang menstimulasi tidur.
8)      Instruksikan klien untuk mengenali tanda dan gejala keletihan yang menandakan perlunya mengurangi aktivitas.
5.    Kurang pengetahuan tentang perawatan payudara berhubungan dengan kurangnya informasi
Definisi : Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik spesifik.
Tujuan : Ibu dapat melakukan perawatan payudara.
Kriteria Hasil :
a.             Melakukan perawatan payudara sendiri.
b.      Menjelaskan tindakan perawatan payudara untuk mengurangi ketidaknyamanan.
c.             Mendemonstrasikan pemahaman tentang perawatan payudara.
       Intervensi :
1)         Kaji tingkat pengetahuan ibu.
2)         Jelaskan tentang perawatan payudara.
3)         Anjurkan ibu untuk melakukan perawatan payudara.
Identifikasi sumber informasi lain yang didapat dari ibu.

1 comment:

Makalah Asfiksia

LANDASAN TEORI A.     Pengertian Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terl...