Sunday 30 October 2016

Makalah Demam Kejang Pada Anak

PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN
Kejang damam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal di atas 38 derajat celcius) yang disebabkan oleh sesuatau proses ekstra kranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering di jumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun (A. Aziz AlimulHidayat, 2009).
Kejang demam ialah suatau kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan hingga 5 tahun yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya tanda tanda infeksi intrakranial atau penyebab yang jelas (A. Aziz AlimulHidayat, 2009).

B.     ETIOLOGI
menurut Roy Meadow dan Simon Newell, 2006 :
1.      Disebabkan oleh suhu yang tinggi
2.      Timbul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang disebabkan oleh banyak macam agent:
a.        Bakteri:
Penyakit pada Tractus Respiratorius (pernafasan), Pharingitis (radang tenggorokan),Tonsilitis (amandel), Otitis Media (infeksi telinga), Bronchitis (radang paru-paru).
b.      Virus:
Varicella (cacar), Morbili (campak), Dengue (virus penyebab demam berdarah).

C.    PATOFISIOLOGI
(A. Aziz AlimulHidayat, 2008)
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.

Infeksi ekstrakranial : suhu tubuh meningkat
Pathway (A. Aziz AlimulHidayat, 2008)





D.    KLASIFIKASI

 
(Roy Meadow dan Simon Newell, 2006)
1.      Kejang parsial ( fokal, lokal )
a.       Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut :
1)             Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
2)             Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
3)             Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.
4)             Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b.     Kejang parsial kompleks
Fenomena motorik. Sensorik, atau emosional muncul sendiri- sendiri atau bergabung satu sama lain. Bersamaan dengan kesadaran yang terganggu.
2.      Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a.       Kejang absens
Gangguan kewaspadaan dan responsivitas, Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik, Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
a.      Kejang mioklonik
Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.Kehilangan kesadaran hanya sesaat.    
b.     Kejang tonik klonik
Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit, Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemihSaat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.

c.      Kejang atonik
Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

E.     TANDA GEJALA
(Roy Meadow danSimon Newell, 2006)
Umumnya demam kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik-tonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kelaukan atau hanya sentakan atau kelaukan fokal.
Sebagian besar kejang berlangusng kurang dari 6 menit dan kurang 80 % berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurology. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang yang pertama.
Dan orang tua akan mneggambarkan manifestasi kejang tonik-klonik (yaitu, tonik-kontraksi otot, ekstensi eksremitas, kehlangan control defekasi dan kandung kemih, sianosis dan hilangnya kesadaran.

F.     PENATALAKSANAAN(Sodikin, 2012)
            Non farmakologik :
1.      Pertahanan suhu tubuh stabil.
2.      Menjelaskan cara perawatan anak demam.
3.      Melakukan dan mengajarkan pada keluarga cara kompres panas serta menjelaskan tujuan.
4.      Posisi tenang : posisikan anak miring( semi pronasi ) dengan leher ekstensi sehingga sekresi dapat keluar dari mulut.
5.      Jika pernafsan sulit buka saluran nafas dengan ekstensi leher secara hati-hati angkat rahang ke depan jangan letakan apapun kedalam mulut, berikan O2 jika tersedia.
Farmakologi : 
1.        Beri terapi anti konvulsan jika diindikasikan. Terapi konvulsan dapat diindikasikan pada anak-anak yang memenuhi kriteria  tertentu antara lain : kejang fokal atau kejang lama, abnormalitas neurology, kejang tanpa demam, derajat pertama, usia dibawah 1 tahun dan kejang multiple kurang dari 24 jam.
2.        Periksa gula darah.
3.        Jika kejang berlanjut berikan diazepam.

G.    PENGKAJIAN
 (A. Aziz AlimulHidayat, 2008)
1.       Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, alamat dan diagnosa medis serta tanggal masuk.
2.      Riwayat Kesehatan
a.        Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami peningkatan suhu tubuh >380C, peningkatan nadi, apnea, keletihan dan kelemahan umum, inkontinesia baik urine ataupun fekal, sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang. Klien akan merasa nyeri otot dan sakit kepala.
b.       Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya klien riwayat terjatuh / trauma, faktur, adanya riwayat alergi dan adanya infeksi.
c.        Riwayat Kesehatan Keluarga
Faktor resiko demam kejang pertama yang penting adalah deman, selain itu terdpat factor herediter.
3.      Pemeriksaan Fisik
4.       Pemeriksaan Penunjang
a.       CT-Scan
Untuk mengetahui adanya keadaan patologis di otak : tumor, edema, infark, lesi congenital dan hemogragik.
b.      MRI (Magnetic Resenance Imaging )
Menentukan adanya perubahan / patologis SSP
c.       Rontgen Tengkorak
Tidak banyak mebantu untuk mendiagnosa aktivitas kejang kecuali untuk mengetahui adanya  fraktur
5.      Pemeriksaan Laboratorium
Meliputi :
1.      Glukosa darah
2.      Kalsium fungsi ginjal dan hepar
3.      Pemeriksaan adanya infeksi : test widal, lumbal fungsi
4.      Kecepatan sedimentasi, hitung platelet
5.      Pemeriksaan serologi imunologi

H.    DIAGNOSA DAN INTERVENSI
1.      hipetermi berhubungan dengan proses perjalanan penyakit
tujuan : tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
kriteria hasil : suhu klien antara 36-37 derajat celcius
intervensi :
a.       awasi suhu dan tanda tanda vital setiap jam
rasional :sebagai dasar menentukan intervensi selanjutnya
b.      obsevasi tanda tanda vital
rasional : pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan intervensi selanjutnya
c.       berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air hangat pada daerah dahi dan ketiak
rasional : dengan memberikan kompres maka akan terjadi proses konduksi atau perpindahan panas dengan bahan perantara.
d.      Anjurkan keluarga untuk menghindari pakaian yang tebal dan menyerap keringat
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian yang tebal.
e.       Kolaborasi pemberia obat anti piretik
Rasional : sebagai pengontrol panas
2.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan : bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret
Kriteria hasil : jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengelusaran sekret, suara nafas bersih
Intervensi
a.       Kaji bersihan jalan nafas klien
Rasional : sebagai indikator dalam menentukan tindakan selanjutnya
b.      Auskultasi bunyi nafas
Rasional : ronchi menandakan adanya sekret
c.       Berikan posisi yang nyaman
Rasional : mencegah terjadinya aspirasi sekret ( semi prone dan slide liying )
d.      Lakukan suction sesuai indikasi
Rasional : membantu mengeluarkan sekret
e.       Kolaborasi pemberian ekspectoran
Rasional : mengencerkan dahak
3.      Resiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut.
Tujuan :
Anak berpartisipasi dalam aktivitas makan sesuai kemampuannya
Anak mengkonsumsi jumlah yang cukup
Kriteria Hasil :
Berat badan anak bertambah
Turgor kulit baik
Intervensi :
a.    Berikan nutrisi dengan cara yang sesuai dengan kondisi kesehatan anak
Rasional :  agar nutrisi dapat terpenuhi
b.    Catat masukan dan haluaran
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan nutrisi
c.    Pantau pemberian makan intravena (bila diinstruksikan)
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi
d.   Berikan formula makanan yang ditentukan dengan selang nasogastrik (sesuai indikasi)
Rasional : untuk mempertahankan atau memperbaiki keadaan umum.
e.    Baringkan pasien dengan kepala tempat tidur 30-45 derajat, posisi duduk dan menegakkan leher
Rasional : posisi ideal saat makan sehingga menurunkan resiko tersedak
f.     Libatkan dalam pemilihan makanan dan urutan makan yang dihidangkan (dalam batasan diet dan nutrisi)
Rasional : Memberikan otonomi bagi pasien
g.    Berikan makanan semipadat dan cairan melalui sedotan untuk anak yang berbaring pada posisi telungkup
Rasional : mencegah aspirasi dan membuat makan/minum menjadi lebih mudah
h.    Berikan makanan dan kudapan tinggi kalori dan tinggi protein
Rasional : memenuhi kebutuhan tubuh untuk metabolisme dan pertumbuhan
Beri makanan yang disukai anak
Rasional : mendorong anak agar mau makan
i.      Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi misal susu bubuk atau suplemen yang lain
Rasional :memaksimalkan kualitas asupan makanan
j.      Pantau berat badan dan pertumbuhan
Rasional :intervensi pemberian nutrisi tambahan dapat diimpementasikan bila pertumbuhan mulai melambat dan berat badan menurun
k.    Lakukan higiene oral setiap 4 jam dan setelah makan
Rasional :Memperbaiki nafsu makan pasien
4.      Resiko terhadap cedera berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol gerakan sekunder terhadap spastisitas.\
            Tujuan :
                        Klien tidak mengalami cedera fisik
            Kriteria Hasil :
            Cedera fisik tertangani
            Intervensi :
a.               Berikan lingkungan fisik yang aman :
Rasional :memperkecil resiko cedera.
b.              Beri bantalan pada perabot.
Rasional :untuk perlindungan.
c.               Pasang pagar tempat tidur.
Rasional :untuk mencegah jatuh.
d.              Kuatkan perabot yang tidak licin.
Rasional :untuk mencegah jatuh.
e.       Hindari lantai yang disemir dan permadani yang berantakan.
Rasional :untuk mencegah jatuh.
f.       Pilih mainan yang sesuai dengan usia dan keterbatasan fisik.
Rasional :untuk mencegah cedera.
g.      Dorong istirahat yang cukup.
Rasional :karena keletihan dapat meningkatkan resiko cedera.
h.      Gunakan restrein bila anak berada dikursi atau kendaraan.
Rasional :menghindari anak terjatuh
i.        Lakukan teknik yang benar untuk menggerakkan, memindahkan dan memanipulasi bagian tubuh yang paralisis.
Rasional :menghindari cedera
j.        Implementasikan tindakan keamanan yang tepat untuk mencegah cedera termal.
Rasional :terdapat kehilangan sensasi pada area yang sakit.
k.      Berikan helm pelindung pada anak yang cenderung jatuh dan dorong untuk menggunakannya.
Rasional :mencegah cedera kepala.
l.        Berikan obat anti epilepsi sesuai ketentuan.
Rasional :mencegah kejang.












DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Sodikin. 2012. PrinsipPerawatanDemamPadaAnak. Yogjakarta: PustakaBelajar
StafPengajarIlmuKesehatanAnakFakultasKedokteran UI. 2005.
IlmuKesehatanAnak. Jakarta: Infomedika.
Hidayat, A. Aziz Alimul.2009.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk
Pendidikan Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul.2010.Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik
Analisis Data.Jakarta:Salemba Medika.

Roy Meadow, Simon Newell. 2006. Lecture Notes Pediatrika. Jakarta: Erlangga

No comments:

Post a Comment

Makalah Asfiksia

LANDASAN TEORI A.     Pengertian Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terl...