Akut Myeloid Leukimia (AML)
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Akut Myeloid Leukimia
(AML) adalah kegagalan sumsum tulang akibat di gantinya elemen normal sumsum
tulang oleh blas (sel darah yang masih muda) leukemik (Robbins, 2007).
Akut Myeloid Leukimia
(AML) adalah suatu penyakit yang di tandai dengan transformaasi neoplastik dan
gangguan diferensi sel-sel progenitor dari sel mieloid (sifat kemiripan dengan
sumsum tulang belakang) (Kurniandra, 2007).
Acute
Lymphoblastic Leukimia (ALL) adalah suatu poliferasi ganas dari limfoblast
(Handayani dan Haribowo, 2008).
B. Etiologi
Sedangkan
menurut Shu yang di kutip dari Permono (2012) melaporkan bahwa ibu hamil yang
mengonsumsi alkohol menigkatkan resiko terjadinya Leukimia pada bayi terutama
AML.
Faktor lain
prnyebab AML adalah:
1.
Benzene : suatu senyawa kimia yang di
gunakan pada industri penyamakan kulit di Negara sedang berkembang.
2.
Radiasi ionik : di ketahui dari
penelitian tentang tingginya insidensi kasus leukemia, termasuk AML, pada orang-orang
yang selamat dari serangan bom atom di Hirosima dan Nagasaki.
3.
Trisomi kromosom : pada pasien yang
terkena sindrom down mempuyai resiko 10 hingga 18 kali lebih tinggi untuk
menderita leukemia.
4.
Pengobatan dengan kemoterapi
(Kurnianda,2007).
C. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala
AML digolongkan menjadi 3 golongan besar:
1.
Gejala kegagalan sumsung tulang, yaitu:
a.
Anemia minimbulkan gejala pucat dan
lemah.
b.
Netropenia menimbulkan infeksi yang
ditandai oleh demam, infeksi rongga mulut, tenggorokan, kulit, saluran napas,
dan sepsis.
c.
Trombositopenia menimbulkan perdarahan
kulit, perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi dan epistaksis.
2.
Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai
oleh:
a.
Kaheksia
b.
Keringat malam
c.
Hiperurikemia yang dapat menimbulkan
gout dan gagal ginjal
3.
Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan
organomegali dan seperti:
a.
Nyeri tulang dan nyeri sternum
b.
Splenomegali atau hepatomegali yang
biasanya ringan
c.
Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit.
d.
Sindrom meningeal : sakit kepala, mual,
muntah, mata kabur.
Gejala lain yang
dapat dijumpai:
Leukostatis
terjadi jika leukosit terjadi melebihi 50.000/Ul (Bakta, 2013).
D. Patofisiologi
Pathogenesis
utama AML adalah adanya blockade maturitas yang menyebabkan proses diferensiasi
sel-sel myeloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadinya
akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast dalam sumsum tulang akan
menyebabkan sindrom kegagalan sumsum tulang yang di tandai dengan adanya
sitopenia (anemia, lekopenia dan trombositopenia). Adanay anemia akan
menyebabkan pasien mudah leleah dan pada kasus yang lebih berat sesak nafas,
trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda pendarahan, sedang adanya leukopenia
akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi. Selain itu sel-sel blast yang
terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan
berinfilterasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan
system syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya
(Kurnianda, 2007).
Perbedaan ALL
dengan AML menurut Bakta (2013) yaitu:
NO
|
ALL
|
AML
|
|
1
2
3
|
Morfologi
Sitokimia
a. Mieloperok
sidase
b. Sudan black
c. Esterase non
spesifik
Ensim
Serum
lysozime
|
Limfoblast:
·
Kromatin: bergumpal
·
Nukleoli: lebih samar, lebih sedikit
·
Sel pengiring: limfosit
-
-
-
-
|
Mieloblast:
·
Lebih halus
·
Lebih prominent
·
Lebih banyak (>2)
·
Netrofil
+
+
+
+ (monositik
|
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
Pada leukemia
akut sering dijumpai kelainan laboratorik, seperti berikut:
1.
Darah tepi
a.
Dijumpai anemia normokromik-normositer,
anemia sering berat dan timbul cepat.
b.
Leukosit menigkat, tetepi dapat juga
normal atau menurun. Sekitar 25% menunjukkan leukosit normal atau menurun,
sekitar 50% menunjukkan leukosit meningkat 10.000-100.000/mm, dan 25% meningkat
di atas 100.000/mm
c.
Darah tepi: menunjukkan adanya sel muda
(meiloblast, promirlosit, limfoblast, monoblast, erythroblast atau
megakariosit) yang melebihi 5% dari sel berinti pada darah tepi. Sering di
jumpai pseudo pelger-huet anomaly, yaitu netrofil dengan lobus sedikit (dua
atau satu) yang di sertai dengan hipo atau agranular.
2.
Sumsum tulang (Trasplantasi sumsum
tulang)
Hiperseluler,
hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), dengan adanya
leukemic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang
matang. Jumlah Blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam
hitung 500 sel pada asupan sumsum tulang).
a.
Merupakan terapi yang memberi harapan
penyembuhan,
b.
Efek samping dapat berupa: penemonia
intersisial,
c.
Hasil baik jika usia penderita < 40
tahun,
d.
Sekarang lebih sering di berikan dalam
bentuk transplantasi sel induk dari darah tepi.
3.
Pemeriksaaan sitogenetik (Pemeriksaan
kromosom)
Pemeriksaan
kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam diagnosis leukemia
karena kelainan kromosom dapat di hubungkan dengan prognosis, seperti terlihat
pada klasifikasi WHO (Bakta,2013).
G. Penatalaksanaan
Terapi
pengobatan pasien AML menurut Mehta dan Hoffbrand (2008) yaitu:
1.
Fase pertama terapi (remisi-induksi)
adalah pengobatan dengan kemoterapi kombinasi intensif dosis tinggi untuk
mengurangi atau meneradikasi sel leukemik dari sumsum tulang dan mengembalikan
hemopoiesis normal.
2.
Kemoterapi paska induksi: hal ini dapat
intensif (kemoterapi “intensifikasi” atau “konsulidasi”) atau kurang intensif (kemoterapi
rumatan). Setiap perjalanan pengobatan intensif biasanya memerlukan waktu 4-6
minggu di rumah sakit.
3.
Treanspalntasi sumsum tulang
a.
Merupakan kemoterapi postremisi yang
memberi harapan penyembuhan.
b.
Efeksamping dapat berupa: pneumonia
interstitial.
c.
Hasil baik jika umur penderita <40
tahun
d.
Sekarang lebih sering di berikan dalam
bentuk transplantasi sel induk dari darah tepi.
Terapi untuk
leukemia akut (Bakta, 2013), dapat di golongkan menjadi dua, yaitu:
1.
Terapi spesifik: dalam bentuk
kemoterapi.
2.
Terapi suportif: untuk mengatasi
kegagalan sumsum tulang, baik karena proses leukemia sendiri atau sebagai
akibat terapi.
Tiga metode
terapi konsulidasi adalah kemoterapi sendiri,transplantasi sumsum tulang
autologus, atau transplantasi alogenik dari donor dengan HLA yang identik saat
ini nampaknya transplantasi sumsum tulang autologus menunjukkan hasil baik,
namun transplantasi alogenik dari donor dengan HLA yang identik masih merupakan
yang terbaik untuk kesembuhan (Permono, 2012).
H. Konsep tumbuh kembang
Konsep tumbuh
kembang menurut Allen dan Marotz (2010) menyebutkan bahwa ciri-ciri pertumbuhan
anak usia 5 tahun, antara lain:
1.
Pertumbuhan dan ciri-ciri fisik:
a.
Bertambah berat badannya 4 sampai 5 pon
(1,8 – 2,3 kg) pertahun; berat badannya rata-rata 38 sampai 45 pon (17,3 –
20,5).
b.
Bertambah tinggi 2 sampai 2,5 inci (5,1
– 6,4 cm) per tahun; tingginya rata-rata 42 sampai 46 inci (106,7 – 116,8 cm).
c.
Rata-rata denyut nadi 90 sampai 110 kali
permenit.
d.
Kecepatan pernafasan berkisar dari 20
sampai 30, tergantung pada kegiatan dan keadaan emosi.
e.
Suhu tubuh stabil pada 36,6C – 37,4C (98
sampai 99,4 F)
f.
Ukuran kepala kira-kira hampir sama
dengan ukuran orang dewasa.
g.
Proporsi tubuh seperti pada ornag
dewasa.
h.
Membutuhkan kuarang lebih 1800 kalori
sehari.
i.
Ketajaman penglihatan 20/20 dengan
mengunakan tabel mata snelen.
2.
Perkembangan motorik:
a.
Berjalan mundur, melangkah dari tumit ke
jari kaki.
b.
Berjalan naik turun tangga tanpa di
bantu, dengan kaki melangkah saling bergantian.
c.
Belajar berjugkir balik.
d.
Menyentuh jari kaki tanpa menekuk
lututnya.
e.
Belajar melompat dengan menggunakan satu
kaki.
f.
Berdiri di atas satu kaki dengan baik
selama sepuluh detik.
g.
Menunjukkan pengendalian yang cukup baik
pada pensil atau spidol : bisa mulai mewarnai di dalam garis.
3.
Perkembangan perseptual-kognitif
a.
Membentuk segi empat dari dua potongan
segitiga.
b.
Melaporkan dan menunjukkan benda dengan
dasar dua kategori, misalnya warna dan bentuk.
c.
Menyebutkan benda dengan urutan letak
tertentu: pertama kedua terahir.
d.
Memahami konsep lebih banyak/sedikit,
e.
Mengrtahui kegunaan kalender.
I. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan menurut Handayani (2008).
1.
Data dasar pengkajian pasien
a.
Aktifitas
1)
Gejala:
kelemahan; ketidakmampuan untuk
melakukan aktifits biasanya.
2)
Tanda:
kelemahan otot.
Peningkatan kebutuhan tidur,
somnolen.
b.
Sirkulasi
1)
Gejala: palpitasi
2)
Tanda:
Takikardia, mumur jantung
Kulit, membran mukosa pucat
Defisit saraf kranial atau tanda
pendarahan serabral.
c.
Eliminasi
1)
Gejala:
Diare: nyeri tekan perinatal
Darah pada urin, penurunan urin
d.
Makanan/Cairan
1)
Gejala:
Kehilangan nafsu makan, anoreksia,
muntah.
Perubahan rasa/penyimpangan rasa
Perubahan berat badan
2)
Tanda:
Distensi abnormal, perubahan bunyi
usus
Stomatitis, ulkus mulut
Hipertrofi gusi (infilterasi gusi
mengindikasikan leukimia monositik akut).
e.
Neurosensori
1)
Gejala:
Perubahan alam perasaan, kacau,
disorientasi kurang konsentrasi
Pusing; ksemutan
2)
Tanda: otot mudah terangsang, aktifitas
kejang.
f.
Nyeri/kenyamanan
1)
Gejala:
Nyei abdomen, sakit kepala, nyeri
tulang/sendi: kram otot
2)
Tanda:
Perilaku berhati-hati/distraksi,
gelisah, fokus pada diri sendiri.
g.
Pernafasan
1)
Gejala: nafas pendek dengan kerja
minimal
2)
Tanda:
Dispepnea, takipnea
Batuk
h.
Keamanan
1)
Gejala:
Riwayat infeksi saat ini
Gangguan penglihatan/kerusakan
Pendarahan spontan tak terkontrol
2)
Tanda:
Demam, infeksi
Kemerahan, pendarahan gusi, atau
epitaksis
i.
Seksualitas
Gejala:
1)
Perubahan libido
2)
Perubahan aliran menstruasi
3)
Impoten
j.
Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala:
1)
Riwayat terpejan pada kimiawi, misal
bnzene.
2)
Radiasi berleihan
3)
Pengpbatan kemoterapi sebelumnya,
4)
Gangguan kromosom.
k.
Pemeriksaan diasnotik
1)
Hitung darah lengkap: menunjukakan
normositik, anemia normositik.
a)
Hemoglobin: dapat kurang dari 10 g/100
ml
b)
Retikulosit: jumlah biasanya rendah.
c)
Jumlah trombosit: mungkin sangat rendah
(<50.000/mm)
2)
PT/PTT: menunjang.
3)
LDH: mungkin meningkat
4)
Zink serum: menurun
5)
Muramidase sumsum: peningkatan pada
leukimia monositik akut dan mielomonositik.
l.
Pioritas keperawatan
1)
Mencegah infeksi selama fase akut
penyakit/pengobatan.
2)
Mempertahankan volume sirkulasi darah.
3)
Meghilagkan nyeri
4)
Menigkatkan fungsi fisik optimal.
5)
Memberikan dukungan pesikologis.
6)
Memberikan informasi tentang proses
penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
m. Diagnosa
keperawatan.
1)
Nyeri akut
Dapat dihubungkan dengan:
a)
Agen fisikal, misalnya: pembesaran
organ/ nodus limfe.
b)
Agen kimia, misalnya: pengobatan anti
leukemik.
Kemungkinan dibuktiakn oleh:
a)
Keluhan nyeri (tulang, saraf, sakit
kepala)
b)
Perilaku berhati-hati/ distraksi, wajah
mengkerut, gangguan tonus otot.
Hasil yang diharapkan:
a)
Melaporkan nyeri hilang/ terkintrol.
b)
Menunjukkan perilaku penaganan nyeri.
c)
Tampak rileks dan mampu tidur/ istriahat
dengan tepat.
2)
Intoleransi aktifitas
Dapat dihubungkan dengan:
a)
Kelemahan umum, penurunan cadangan
energi, peningkatan laju metabolik.
b)
Tidak keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
c)
Pembatasan terapuitik (isolasi/ tirah baring);
efek terapi obat.
Kemungkinan di buktikan oleh:
a)
Keluhan verbal kelemahan atau kelelahan.
b)
Ketidaknyamanan
Hasil yang di harapkan:
a)
Laporan peningkatan toleransi aktivitas
yang dapat di ukur.
b)
Berpartisipasi dalam aktivitas
sehari-hari sesuai tingkat kemampuan.
3)
Kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
Dapat di hubungkan dengan:
a)
Kuarang terpajan pada sumber.
b)
Salah interpretasi informasi/ kurang
meningkat.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
a)
Pernyataan msalah/ permintaan informasi.
b)
Pernyataan salah konsepsi.
Hasil yang diharapkan:
a)
Menyatakan pemahaman proses penyaki.
b)
Berpartisipasi dalam program pengobatan.
n.
Intrevensi dan rasional
Diagnosa I
1)
Slidiki keluhan nyeri. Perhatikan perubahan
derajat dan sisi (gunakan sekala 0-10).
Rasional:
Membantu mengkaji kebutuhan untuk
intervensi, dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi.
2)
Awasi tanda vital. Perhatikan petunjuk
non verbal.
Rasional:
Dapat membantu mengevaluasi
pernyataan verbal dan keefektifan intervensi.
3)
Berikan lingkungan yang tenag.
Rasional:
Menigkatkan istirahat dan
menigkatkan kemampuan koping.
4)
Tempatkan pada posisi nyaman.
Rasional:
Dapat menurunkan ketidaknyamanan
tulang/sendi.
5)
Dorong menggunakan teknik manajemen
nyeri, contoh latihan relaksai/ nafas dalam, visualisai; sentuhan terapuitik.
Rasional:
Memudahkan relaksai, terapi
farmakologis tambahan, dan menigkatkan kemampuan koping.
Diagnosa II
1)
Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas atau aktifitas sehari-hari.
Rasional:
Evek leukimia, anemia, dan
kemoterapi mungkin kumulatif (kususnya selama fase pengobatan akut dan aktif).
2)
Berikan lingkungan tentang dan periode
istirahat tanpa gangguan. Dorong istirahat sebelum makan.
Rasional:
Menghemat energi untuk aktifitas
dan regenerasi seluler/ penyembuhan jaringan.
3)
Implementasikan teknik penghematan
energi, contoh lebih baik duduk daripada berdiri. Bantu ambulai/ aktifitas lain
sesuai indikasi.
Rasional:
Memaksimalkan sendian energi untuk
tugas perawatan diri.
4)
Jadwalkan makan sekitar kemoterapi.
Berikan kebersihan mulut sebelum makan.
Rasional:
Dapat menigkatkan pemasukan dengan
menurunkan mual.
5)
Berikan oksigen tambahan.
Rasional:
Memaksimalkan sediaan oksigen untuk
kebutuhan seluler.
Diagnosa III
1)
Kaji ulang patologi bentuk kusus
leukimia dan berbagai bentuk pengonatan.
Rasional:
Pengobatan dapat termasuk berbagai
obat antineoplastik, radiasi seluruh tubuh atau hati/ limpa, transfusi, dan
transplantasi sumsum tulang.
DAFTAR PUSTAKA
Allen,
K Eileen & Marotz, Lynn R. (2010). Profil
Perkembangan Anak: Pra Kelahiran
hingga Usia 12 Tahun. Jakarta: PT. Indeks.
Bakta,
I Made. (2013). Hematologi Klinik Ringkas.
Jakarta: EGC.
Carpenito,
L.J. (2004). Buku Saku Diagnosa
Keperawatan (10th ed.). Jakarta: EGC.
Handayani,W.,
& Haribowo, A.S. (2008). .Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba
Medika.
Kurnianda,
Johan. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kusuma,
Hardhi & Nurarif, Amin Huda. (2012). Handbook
for Health Student: Nursing, Midwife, Pharmacy, Docter. Yogyakarta: Mediaction
Publishing.
Permono,
Bambang. (2012). Buku Ajar Hematologi –
Onkologi Anak (4th ed.). Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
Robbins.
(2007). Buku Ajar Patologi. EGC.
Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. (2007). Buku
Kuliah 1: ilmu kesehatan anak (11th ed.). Jakarta: Infomedika.
Suriadi
& Yuliani, Rita. (2006). Asuhan Keperawatan
pada Aanak. Jakarta: Penebar Swadaya.
Wilkinson,
Judith M., & Ahern, N.R. (2012). Buku
Saku: Diagnosa Keperawatan (9th ed) (Esty Wahyuningsih & Dwi Wdiarti,
Penerjemah.). Jakarta: EGC.
No comments:
Post a Comment