DECOMP CORDIS
A.
DEFINISI
Gagal jantung kongestif (decompensasi
cordis) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrien.(Diane
C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2008)
Decompensasi cordis adalah suatu
keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel
kiri (Braundwald, 2013 )
Berdasar definisi patofisiologik gagal
jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris Heart
Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan
respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal,
dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007)
Decompensasi cordis adalah suatu kondisi
dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan
sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti, 2010).
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan
dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada
penurunan fungsi pompa jantung (Price, 2006).
B.
ETIOLOGI
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan
timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang
meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septumventrikel.
Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau
hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark
miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup
atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis
konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang
paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada
gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau
fungsi protein kontraktil.
Penyebab gagal jantung digolongkan
menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri
atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit
jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis,
kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis,
anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri,
penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid,
penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal
masif. (Chandrasoma, 2006).
Gagal jantung dapat disebabkan oleh
banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari
gagal jantung, di Negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi
merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi
penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat
malnutrisi.4 Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari
gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita.
Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal
jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.4 Faktor risiko koroner seperti
diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada
perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio
kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor
risikoindependen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan
meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian.
Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk
hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi
ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark
miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial
maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel
kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.4 Kardiomiopati
didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh
penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun
penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori
fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati
dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada
ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara
lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom
Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.
Kardiomiopati hipertrofik dapat
merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik masih
memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan
gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan
obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati
restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang
buruk, tidak membesar dandihubungkan dengan kelainan fungsi
diastolic(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5 Penyakit katup
sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai
berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung
adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan
regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload)
sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien
dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk
hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal
jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung pada
jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia
(tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat
menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol
menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan
gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan
gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti
zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung
terhadap otot jantung. (Santosa, A 2007)
Grade gagal jantung menurut new York
heart association
Terbagi
menjadi empat kelainan fungsional :
1. Timbul
gejala sesak pada aktifitas fisik berat.
2. Timbul
gejala sesak pada aktifitas sedang.
3. Timbul
gejala sesak pada aktifitas ringan.
4. Timbul
gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat
Smeltzer and Bare (2002) menyebutkan
tentang penyebab gagal jantung sebagai berikut
1. Kemampuan
kontraktilitas yang menyebabkan kerusakan serabut otot jantung.
2. Penurunan
volume sekuncup.
3. Penurunan
curah jantung.
4. Aterosklerosis
coroner.
5. Hipertensi
sistemik atau pulmonal.
6. Peradangan
dan penyakit miocardium degeneratif.
7. Penyakit
jantung lain.
C.
KLASIFIKASI
GAGAL JANTUNG
Menurut
NYHA (New York Heart Association) berdasarkan gejala dan aktifitas
fisik, antara lain:
1. Class
I : pasien dapat melakukan beraktivitas berat tanpa keluhan.
2. Class
II : pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan.
3. Class
III : pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
4. Class
IV : pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apa pun dan harus tirah
baring.
D.
PATOFISIOLOGI
Sebagai respon terhadap gagal jantung,
ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat : (1) meningkatnya aktivitas
adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon
kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal
perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi
menjadi kurang efektif (Price dan Wilson, 2006).
Sekresi neurohormonal sebagai respon
terhadap gagal jantung antara lain : (1) norepinephrine menyebabkan
vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas myocite, (2)
angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan
mengaktifkan saraf simpatis, (3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium,
(4) endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite, (5) vasopresin
menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air, (6) TNF α merupakan toksisitas
langsung myosite, (7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek
antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite (Nugroho,
2009).
Berdasar hukum Fank-Starling, semakin
teregang serabut otot jantung pada saat pengisian diastolik, maka semakin kuat
kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah besar. Oleh karena itu pada
gagal jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi
sehingga dapat meningkatkan curah jantung
Pathway
E.
MANIFESTASI
KLINIS
Tanda dominan :Meningkatnya volume
intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat
akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda tergantung
pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .
Gagal
jantung kiri :
Kongesti
paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
·
Dispnoe
Terjadi
akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat
terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang
dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
·
Mudah lelah
Terjadi
karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal
dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi
karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang
terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
·
Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi
akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
·
Batuk
Gagal
jantung kanan :
·
Kongestif jaringan perifer dan viseral.
·
Edema ekstrimitas bawah (edema
dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan.
·
Hepatomegali dan nyeri tekan pada
kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
·
Anorexia dan mual. Terjadi akibat
pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.
·
Nokturia
·
Kelemahan.
F.
PEMERIKSAAN
DIAGNISTIK
·
EKG : Hipertrofi atrial atau
ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat.
Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6
minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime
ventricular.
·
Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi
pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan
kontraktilitas ventricular.
·
Scan jantung : Tindakan penyuntikan
fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
·
Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal
merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi
kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri
kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal
dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
·
Foto thorak dapat mengungkapkan adanya
pembesaran jantung, edema atau efusi fleura yang menegaskan diagnisa CHF.
·
EKG dapat mengungkapkan adanya
takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik( jika disebabkan oleh AMI)
·
Elektrolit serum yang mengungkapkan
kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan
retensi air.
G.
PENATALAKSANAAN
MEDIS
Tujuan
pengobatan adalah :
1. Dukung
istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2. Meningkatkan
kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi,
dan
3. Membuang
penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi
antidiuretik, diit dan istirahat.
Terapi
Farmakologis
:
1. Glikosida
jantung.
Digitalis
, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi
jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan
vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema.
2. Terapi
diuretik.
Diberikan
untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.Penggunaan hrs hati – hati
karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
3. Terapi
vasodilator.
Obat-obat
fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan
peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat
dituruinkan
Obat
–obat yang digunakan antara lain :
1. Antagonis
kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan vasodilatasi
koroner.
2. Beta
bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel.
3. Diuretika,
untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik. Bila
tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar
jangan sampai terjadi hipovolemia dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga
curah jantung dan tekanan darah menurun.
4. Pemberian
antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya dapat
menurunkan kontraktilitas miokard sehingga memperberat kegagalan jantung.
Dukungan
diet:
Pembatasan
Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
Gagal
jantung dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa dengan defek
kongenital dan defek jantung akuisita (di dapat). Kurang lebih 1% penduduk pada
usia 50 tahun dapat terjadi gagal jantung, sedangkan 10% penduduk berusia lebih
dari 70 tahun berisiko gagal jantung (Kowalak, 2011).
2. Keluhan
utama
Keluhan
utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan
kesehatan meliputi dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik (Muttaqin,
2012).
3. Riwayat
kesehatan
·
Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian
yang di dapat dengan adanya gejala-gejala kongestif vaskular pulmonal adalah
dyspnea, ortopnea, dyspnea nokturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal
akut. Pada pengkajian dyspnea (dikarakteristikkan oleh pernafasan cepat,
dangakal, dan sensasi sulit dalam mendapatkan udara yang cukup dan menekan
pasien) menyebabkan insomnia, gelisah, dan kelemahan (Muttaqin, 2012).
·
Riwayat penyakit dahulu
Pada
pasien gagal jantung biasanya pasien pernah menderita infark miokardium,
hipertensi, DM, atau hiperlipidemia (Muttaqin, 2012).
·
Riwayat penyakit keluarga
Penyakit
jantung iskemik pada orang tua yang timbul pada usia muda merupakan faktor
risiko utama penyakit jantung iskemik pada keturunannya sehingga meningkatkan
risiko terjadinya gagal jantung (Muttaqin, 2012).
·
Riwayat kebiasaan
Pada
penyakit gagal jantung pola kebiasaan biasanya merupakan perokok aktif, meminum
alkohol, dan obat-obatan tertentu (Muttaqin, 2012).
·
Psikososial
Kegelisahan
dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat
kesulitan bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik
(Muttaqin, 2012)
4. Pengkajian
primer
A
(Airway)
Pada
pengkajian airway kaji ada tidaknya sumbatan jalan nafas (Tabrani, 2007).
B
(Breathing)
Kaji
saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oksimeter, untuk mempertahnkan
saturasi > 92 %. Pada pasien decompensasi cordis ditemukan adanya sesak
nafas sehingga memerlukan oksigen, bisa dengan nasal kanul, simple mask, atau
non rebrithingmask sesuai dengan kebutuhan oksigen (Mediana, 2012).
C
(Circulation)
Pada
pasien decompensasi cordis terdengar suara gallop. Pada pasien decompensasai
cordis berikan cairan melalui IV dan pemasangan kateter untuk mengatur
keseimbangan cairan dalam tubuh karena pada pasien dengan decompensasi cordis
mengalami kelebihan volume cairan (Mediana, 2012)
D
(Disability)
Kaji
tingkat kesadaran dengan menggunakan AVP atau GCS. Jika pasien mengalami
penurunan kesadaran menunjukkan pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan
pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICCU (Mediana, 2012).
E
(Exposure)
Jika
pasien stabil lakukan pemerksaan riwayat kesehatan dan fisik lainnya (Mediana,
2012).
5. Pengkajina
sekunder
Five
intervensi atau full of vital sign
Pada
pasien dengan decompensasi cordis intervensi yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan EKG, dan pemesangan kateter untuk mengetahui adanya kelebihan volume
cairan (Mediana, 2012).
Give
comfort
Pada
pasien dengan decompensasi cordis harus diberi posisi senyaman mungkin untuk
mengurangi rasa sesak pasien.
·
Pemeriksaan fisik
Keadaan
umum
Keadaan
umum pasien gagal jantung biasanya di dapatkan kesadaran yang baik atau
composmetis dan akan berubah sesuai dengan tingkat gangguan yang melibatkan
perfusi sistem saraf pusat (Muttaqin, 2012).
a. Pemerksaan Fisik
·
Kepala :
Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut beruban, lurus tidak ada odema.
·
Mata
: Simetris kanan kiri, sklera tidak ikterik, kornea mata tampak sealput putih
dimata kanan.
·
Telinga :
Simetris, serumen dalam batas normal.
·
Hidung : Hidung
simetris, tidak ada polip, terpasang nasal kanul 3 L/menit
·
Mulut
: Kering tidak ada sianosis
·
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
·
Thorax
·
Jantung
I : Denyut Jantung tidak tampak
P : Denyut Jantung teraba di interkasta
4-5
P :
Pekak
P :
Iregular
·
Paru
I
: Bentuk simetris
P
: Nyeri bila ditekan
P
: Sonor
A
: Bunyi napas dangkal ( wheazing)
·
Abdomen
I
: Simetris
A
: Terdengar bising usus 13x/menit
P
: Tidak ada nyeri tekan
P
: Timpani
·
Ekstermitas
Atas
: tangan kanan terpasang infus RL, dan saturasi, pengerasan maksimal.
Bawah
: tidak ada lesi, tidak ada edema gerakan maksimal.
·
Genetalia
Terpasang DC
sejak masuk keruang ICU.
Pola Fungsional
a. Kebutuhan Pernapasan
Sebelum
sakit :
-
Selama sakit : Pasien tampak
sesak napas, terpasang O2 Kanul 3
L/menit, dengan RR = 17 x/ menit.
b. Kebutuhan Nutrisi
Sebelum
sakit :
-
Selama sakit : Pasien makan 3
kali sehari dengan makann di RS, yangdidalamnya ada bubur, tahu, sayuran, lauk
dan minum 1 gelas, dan pasien menghabiskan 1- Porsi makanan yang diberikan.
c. Pola Eliminasi
Sebelum
sakit :
-
Selama sakit : Pasien BAK
dan masuk ICU sampai pengkajian 1000 cc dengan warna merah ( hematuri ).
d. Kebutuhan Istirahat Tidur
Sebelum
sakit : -
Selama sakit : Pasien baru bisa
tidur jam 02.30an dan tidur sampai jam 03.40 karena pasien kesakitan waktu akan
BAK.
e. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Sebelum
sakit : -
Selama sakit : Pasien terlihat
tidak nyaman karena terpasang DC dan kanul oksigen.
f. Kebutuhan Berpakaian
Sebelum
sakit : -
Selama
sakit : Pasien dalam memakai pakaian dibantu oleh perawat.
g. Kebutuhan Mempertahankan Suhu Tubuh dan Sirkulasi
Sebelum
sakit : -
Selama sakit : Pasien
menggunakan selimut untuk mempertahankan suhu tubuh.
h. Kebutuhan Personal Hygiene
Sebelum
sakit : -
Selama
sakit : Pasien hanya disibin oleh istrinya
Keterangan :
0
= Mandiri
1
= Memerlukan Alat
2
= Memerlukan Bantuan
3
= Memerlukan alat dan bantuan
4
= Tergantung
|
1. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Laboratorium
·
Hematologi:
Terjadi peningkatan leukosit
·
Cardiac
enzyms: Terjadi peningkatan enzim
b. Elektrokardiografi:
·
Detak
jantung ………..
·
Ekokardiografi: Pergerakan dinding jantung dan struktur jantung.
B. Diagnosa
Keperawatan
1. Penurunan
curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik, Perubahan structural, ditandai dengan ;
Tujuan:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat
menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , melaporkan penurunan
epiode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja
jantung.
Intervensi:
·
Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi,
iram jantung
Rasional
: Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas ventrikel.
·
Catat bunyi jantung
Rasional
: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3
dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat
menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
·
Palpasi nadi perifer
Rasional
: Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal,
dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan pulse alternan.
·
Pantau TD
Rasional
: Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut
tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
·
Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional
: Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya
curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai
refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena
peningkatan kongesti vena.
·
Berikan oksigen tambahan dengan kanula
nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional
: Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
2. Aktivitas
intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen. Kelemahan
umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan,
kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat,
berkeringat.
Tujuan
/kriteria evaluasi :
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klin dapat
berpartisipasi padaaktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur,
dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi:
·
Periksa tanda vital sebelum dan segera
setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan
penyekat beta.
Rasional
: Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
·
Catat respons kardiopulmonal terhadap
aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional
: Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama
aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
·
Evaluasi peningkatan intoleran
aktivitas.
Rasional
: Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan
aktivitas.
·
Implementasi program rehabilitasi
jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional
: Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila
fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,
3. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema,
Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung
abnormal.
Tujuan
/kriteria evaluasi:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien mampu
mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema. Menyatakan pemahaman tentang
pembatasan cairan individual
Intervensi
:
·
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah
dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional
: Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat
ditingkatkan selama tirah baring.
·
Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan
pengeluaran selama 24 jam
Rasional
: Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
·
Pertahakan duduk atau tirah baring
dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional
: Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH
sehingga meningkatkan diuresis.
·
Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional
: Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
·
Kaji bisisng usus. Catat keluhan
anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional
: Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal
·
Pemberian obat sesuai indikasi
(kolaborasi)
·
Konsul dengan ahli diet.
Rasional
: perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan
kalori dalam pembatasan natrium.
4. Resiko
tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran
kapiler-alveolus.
Tujuan
/kriteria evaluasi:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat mendemonstrasikan
ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri
dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan., berpartisipasi
dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi
:
·
Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional
: menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan
untuk intervensi lanjut.
·
Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif,
nafas dalam.
Rasional
: membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
·
Dorong perubahan posisi.
Rasional
: Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
·
Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri
GDA, nadi oksimetri.
Rasional
: Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
·
Berikan obat/oksigen tambahan sesuai
indikasi
5. Resiko
tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria
evaluasi:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien dapat
mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan perilaku/teknik
mencegah kerusakan kulit.
Intervensi:
·
Pantau kulit, catat penonjolan tulang,
adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional
: Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan
status nutrisi.
·
Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional
: meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
·
Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi,
bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional
: Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
·
Berikan perawtan kulit, minimalkan
dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional
: Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
·
Hindari obat intramuskuler
Rasional
: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan
predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi..
6. Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan
berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan
fungsi jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan
persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria
evaluasi:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien dapat:
Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah
komplikasi. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik
untuk menangani. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi:
·
Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional
: Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada
program pengobatan.
·
Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional
: Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa
baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko
eksaserbasi gejala.
·
Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional
: Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk
mencegah/membatasi menghentikan tidur.
·
Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok
pendukung suatu indikasi
Rasional
: dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah
DAFTAR
PUSTAKA
Beck, Erick.
2011. Tutorial Diagnosis Banding (Tutorials in Differential Diagnosis) Edisi
4. Jakarta: EGC
Black J, Hawks
JH. 2005. Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcome
Edisi 7 Volume I. Elsevier Saunders: University Michigan
Ganong, William
F. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis Edisi 5.
Jakarta: EGC
Hudak &
Gallo. 2002. Keperawatan Kritis Edisi 4 Volume I. Jakarta: EGC
Lawrence, M et
al. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Salemba Medika
Mansjoer, Arif.
2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
Miche, E. 2003. Effects
of Education, Self-Care Instruction and Physical Exercise on Patients with
Chronic Heart Failure. Diakses tanggal 12 November 2012.
http://link.springer.com
Muttaqin, Arif.
2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardovaskuler.
Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer & Bare.
2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Brunner & Suddarth Jilid II
Edisi 8. Jakarta : EGC
No comments:
Post a Comment