Thursday, 19 December 2019

laporan Pendahuluan DECOMP CORDIS


DECOMP CORDIS
A.    DEFINISI

Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2008)
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald, 2013 )
Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007)
Decompensasi cordis adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti, 2010).
 Decompensasi cordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung (Price, 2006).

B.     ETIOLOGI
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil.
Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif. (Chandrasoma, 2006).
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di Negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi.4 Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.4 Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risikoindependen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.4 Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.
Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dandihubungkan dengan kelainan fungsi diastolic(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5 Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung. (Santosa, A 2007)
Grade gagal jantung menurut new York heart association
Terbagi menjadi empat kelainan fungsional :
1.      Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat.
2.      Timbul gejala sesak pada aktifitas sedang.
3.      Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan.
4.      Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat
Smeltzer and Bare (2002) menyebutkan tentang penyebab gagal jantung sebagai berikut
1.      Kemampuan kontraktilitas yang menyebabkan kerusakan serabut otot jantung.
2.      Penurunan volume sekuncup.
3.      Penurunan curah jantung.
4.      Aterosklerosis coroner.
5.      Hipertensi sistemik atau pulmonal.
6.      Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif.
7.      Penyakit jantung lain.

C.    KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG
Menurut NYHA (New York Heart Association) berdasarkan gejala dan aktifitas fisik, antara lain:
1.      Class I : pasien dapat melakukan beraktivitas berat tanpa keluhan.
2.      Class II : pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
3.      Class III : pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
4.      Class IV : pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apa pun dan harus tirah baring.

D.    PATOFISIOLOGI
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat : (1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif (Price dan Wilson, 2006).
Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain : (1) norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas myocite, (2) angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis, (3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium, (4) endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite, (5) vasopresin menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air, (6) TNF α merupakan toksisitas langsung myosite, (7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite (Nugroho, 2009).
Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah besar. Oleh karena itu pada gagal jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan curah jantung
Pathway 




E.     MANIFESTASI KLINIS
Tanda dominan :Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .
Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
·         Dispnoe
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
·         Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
·         Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
·         Batuk
Gagal jantung kanan :
·         Kongestif jaringan perifer dan viseral.
·         Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan.
·         Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
·         Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.
·         Nokturia
·         Kelemahan.

F.     PEMERIKSAAN DIAGNISTIK
·         EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
·         Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
·         Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
·         Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
·         Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi fleura yang menegaskan diagnisa CHF.
·         EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik( jika disebabkan oleh AMI)
·         Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.

G.    PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan pengobatan adalah :
1.      Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2.      Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi, dan
3.      Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat.

Terapi Farmakologis :
1.    Glikosida jantung.
Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema.
2.    Terapi diuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.Penggunaan hrs hati – hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
3.    Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan
Obat –obat yang digunakan antara lain :
1.      Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan vasodilatasi koroner.
2.      Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel.
3.      Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik.  Bila tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun.
4.      Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga memperberat kegagalan jantung.
Dukungan diet:
Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.


ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
1.      Biodata
Gagal jantung dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa dengan defek kongenital dan defek jantung akuisita (di dapat). Kurang lebih 1% penduduk pada usia 50 tahun dapat terjadi gagal jantung, sedangkan 10% penduduk berusia lebih dari 70 tahun berisiko gagal jantung (Kowalak, 2011).
2.      Keluhan utama
Keluhan utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan meliputi dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik (Muttaqin, 2012).
3.      Riwayat kesehatan
·         Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang di dapat dengan adanya gejala-gejala kongestif vaskular pulmonal adalah dyspnea, ortopnea, dyspnea nokturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Pada pengkajian dyspnea (dikarakteristikkan oleh pernafasan cepat, dangakal, dan sensasi sulit dalam mendapatkan udara yang cukup dan menekan pasien) menyebabkan insomnia, gelisah, dan kelemahan (Muttaqin, 2012).
·         Riwayat penyakit dahulu
Pada pasien gagal jantung biasanya pasien pernah menderita infark miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia (Muttaqin, 2012).
·         Riwayat penyakit keluarga
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbul pada usia muda merupakan faktor risiko utama penyakit jantung iskemik pada keturunannya sehingga meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung (Muttaqin, 2012).
·         Riwayat kebiasaan
Pada penyakit gagal jantung pola kebiasaan biasanya merupakan perokok aktif, meminum alkohol, dan obat-obatan tertentu (Muttaqin, 2012).
·         Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesulitan bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik (Muttaqin, 2012)
4.      Pengkajian primer
A (Airway)
Pada pengkajian airway kaji ada tidaknya sumbatan jalan nafas (Tabrani, 2007).
B (Breathing)
Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oksimeter, untuk mempertahnkan saturasi > 92 %. Pada pasien decompensasi cordis ditemukan adanya sesak nafas sehingga memerlukan oksigen, bisa dengan nasal kanul, simple mask, atau non rebrithingmask sesuai dengan kebutuhan oksigen (Mediana, 2012).
C (Circulation)
Pada pasien decompensasi cordis terdengar suara gallop. Pada pasien decompensasai cordis berikan cairan melalui IV dan pemasangan kateter untuk mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh karena pada pasien dengan decompensasi cordis mengalami kelebihan volume cairan (Mediana, 2012)
D (Disability)
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVP atau GCS. Jika pasien mengalami penurunan kesadaran menunjukkan pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICCU (Mediana, 2012).
E (Exposure)
Jika pasien stabil lakukan pemerksaan riwayat kesehatan dan fisik lainnya (Mediana, 2012).
5.      Pengkajina sekunder
Five intervensi atau full of vital sign
Pada pasien dengan decompensasi cordis intervensi yang harus dilakukan adalah pemeriksaan EKG, dan pemesangan kateter untuk mengetahui adanya kelebihan volume cairan (Mediana, 2012).
Give comfort
Pada pasien dengan decompensasi cordis harus diberi posisi senyaman mungkin untuk mengurangi rasa sesak pasien.
·         Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Keadaan umum pasien gagal jantung biasanya di dapatkan kesadaran yang baik atau composmetis dan akan berubah sesuai dengan tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat (Muttaqin, 2012).
a.       Pemerksaan Fisik
·         Kepala  : Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut beruban, lurus tidak ada odema.
·         Mata     : Simetris kanan kiri, sklera tidak ikterik, kornea mata tampak sealput putih dimata kanan.
·         Telinga  : Simetris, serumen dalam batas normal.
·         Hidung : Hidung simetris, tidak ada polip, terpasang nasal kanul 3 L/menit
·         Mulut    : Kering tidak ada sianosis
·         Leher    : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
·           Thorax
·         Jantung
I   : Denyut Jantung tidak tampak
P   : Denyut Jantung teraba di interkasta 4-5
P   : Pekak
P   : Iregular
·         Paru
I            : Bentuk simetris
P           : Nyeri bila ditekan
P           : Sonor
A           : Bunyi napas dangkal ( wheazing)
·         Abdomen
I            : Simetris
A           : Terdengar bising usus 13x/menit
P           : Tidak ada nyeri tekan
P           : Timpani
·         Ekstermitas
Atas                  : tangan kanan terpasang infus RL, dan saturasi, pengerasan maksimal.
Bawah              : tidak ada lesi, tidak ada edema gerakan maksimal.
·         Genetalia
Terpasang DC sejak masuk keruang ICU.
Pola Fungsional
a.       Kebutuhan Pernapasan
Sebelum sakit            :  -
Selama sakit  : Pasien tampak sesak napas, terpasang O2 Kanul 3 L/menit, dengan RR = 17 x/ menit.
b.      Kebutuhan Nutrisi
Sebelum sakit            :  -
Selama sakit  : Pasien makan 3 kali sehari dengan makann di RS, yangdidalamnya ada bubur, tahu, sayuran, lauk dan minum 1 gelas, dan pasien menghabiskan 1- Porsi makanan yang diberikan.
c.       Pola Eliminasi
Sebelum sakit            :  -
Selama sakit  :  Pasien BAK dan masuk ICU sampai pengkajian 1000 cc dengan warna merah ( hematuri ).
d.      Kebutuhan Istirahat Tidur
Sebelum sakit            : -
Selama sakit  : Pasien baru bisa tidur jam 02.30an dan tidur sampai jam 03.40 karena pasien kesakitan waktu akan BAK.
e.       Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Sebelum sakit            : -
Selama sakit  : Pasien terlihat tidak nyaman karena terpasang DC dan kanul oksigen.
f.       Kebutuhan Berpakaian
Sebelum sakit            : -
Selama sakit  : Pasien dalam memakai pakaian dibantu oleh perawat.
g.      Kebutuhan Mempertahankan Suhu Tubuh dan Sirkulasi
Sebelum sakit            : -
Selama sakit  :  Pasien menggunakan selimut untuk mempertahankan suhu tubuh.
h.      Kebutuhan Personal Hygiene
Sebelum sakit            : -
Selama sakit  : Pasien hanya disibin oleh istrinya
Pola Aktivitas
Sebelum Sakit
Selama Sakit
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
Makan
Minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi
Keterangan :
0          = Mandiri
1          = Memerlukan Alat
2          = Memerlukan Bantuan
3          = Memerlukan alat dan bantuan
4          = Tergantung

1.      Pemeriksaan penunjang:
a.       Pemeriksaan Laboratorium
·         Hematologi: Terjadi peningkatan leukosit
·         Cardiac enzyms: Terjadi peningkatan enzim
b.      Elektrokardiografi:
·         Detak jantung ………..
·         Ekokardiografi: Pergerakan dinding jantung dan struktur jantung.

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik,  Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,  Perubahan structural, ditandai dengan ;
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia   terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi:
·         Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
·         Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
·         Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
·         Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
·         Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
·         Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat  sesuai indikasi  (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
2.      Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan,  Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria  evaluasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klin dapat berpartisipasi padaaktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri,  mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi:
·         Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
·         Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
·         Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung  daripada kelebihan aktivitas.
·         Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,
3.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3,  Oliguria, edema,  Peningkatan berat badan, hipertensi,  Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria  evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien mampu mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual
Intervensi :
·         Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
·         Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
·         Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
·         Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
·         Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal
·         Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
·         Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang  memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
4.      Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-alveolus.
Tujuan /kriteria  evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan., berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi :
·         Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret  menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
·         Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
·         Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
·         Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
·         Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
5.      Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria  evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan integritas kulit,  mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi:
·         Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
·         Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
·         Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
·         Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat  kerusakan.
·         Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi..
6.      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan  kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria  evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien dapat: Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi:
·         Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
·         Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
·         Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
·         Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah

DAFTAR PUSTAKA

Beck, Erick. 2011. Tutorial Diagnosis Banding (Tutorials in Differential Diagnosis) Edisi 4. Jakarta: EGC
Black J, Hawks JH. 2005. Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcome Edisi 7 Volume I. Elsevier Saunders: University Michigan
Ganong, William F. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis Edisi 5. Jakarta: EGC
Hudak & Gallo. 2002. Keperawatan Kritis Edisi 4 Volume I. Jakarta: EGC
Lawrence, M et al. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius
Miche, E. 2003. Effects of Education, Self-Care Instruction and Physical Exercise on Patients with Chronic Heart Failure. Diakses tanggal 12 November 2012. http://link.springer.com
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Brunner & Suddarth Jilid II Edisi 8. Jakarta : EGC

No comments:

Post a Comment

Makalah Asfiksia

LANDASAN TEORI A.     Pengertian Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terl...