TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tinjauan
Teori
1.
Pengertian
Persepsi
adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang tersebut disadari dan
dimengerti penginderaan/ sensasi. Gangguan persepsi : ketidakmampuan manusia
dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal (pikiran,
perasaan) dan stimulus eksternal. (Trimelia , 2011).
Halusinasi
merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu
yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra
tanpa stimulus eksteren : persepsi palsu ( Maramis, 2005).
Halusinasi adalah salah
satu gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan persepsi sensori tentang
suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan
dari luar meliputi suara dan semua sistem penginderaan (pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan). (Fitria, 2009)
Klasifikasikasi halusinasi menurut Kusuma (2010)
pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi, salah satunya
yaitu halusinasi penglihatan. Halusinasi penglihatan adalah stimulus visual
dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambar atau bayangan yang rumit dan kompleks.
Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan.
2.
Rentang
Respon Neurobiologis
Pikiran Logis
Persepsi Akurat
Emosi Konsisten
Perilaku Sesuai
Hubungan Sosial
|
Distorsi pikiran
Ilusi
Menarik Diri
Reaksi Emosi
Perilaku tidak biasa
|
Waham
Halusinasi
Sulit Berespons
Perilaku Disorganisasi
Isolasi Sosial
|
Gambar 2.1 Rentan Respon
Neurobiologis (Kusuma, 2010)
Menurut Kusuma (2010) dijelaskan Rentang
Respon Neurobiologi gangguan persepsi – sensori : halusinasi, yaitu :
a.
Respon adaptif adalah
respon yang dapat diterima oleh norma - norma
sosial
budaya yang berlaku, dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif
ini antara lain : Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan. Persepsi
akurat adalah pandangan yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
ahli.Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran. Hubungan sosial adalah proses suatu interkasi dengan orang lain dan
lingkungan.
b.
Respon maladaptive
adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah
yang menyimpang dari norma – norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon
maladaptive ini meliputi : Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walau tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah satu persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada. Kerusakan proses emosi adalah
perubahan sesuatu yang timbul dari hati. Perilaku tidak teroganisir merupakan
suatu perilaku yang tidak teratur. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian
yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagi sesuatu kecelakaan yang negative
mengancam.
Tingkat
intensitas Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi melalui beberapa tahapan
menurut Direja (2011), yaitu:
a.
Fase pertama, disebut
dengan fase comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam
golongan nonpsikotik. Karakteristiknya yaitu klien mengalami stress, cemas,
perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat
diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal yang menyenangkan, cara
ini hanya menolong sementara.
b.
Fase kedua, disebut
dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristiknya pengalaman
sensori menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi
dominan.
c.
Fase ketiga, disebut
dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa, termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristiknya yaitu suara,
bisikan, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien
menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
d.
Fase keempat, disebut
fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan halusinasinya, termasuk
dalam psikotik berat. Karakteristiknya, halusinasi berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang
control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain
dilingkungan.
3.
Etiologi
Menurut
Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi pada seseorang adalah :
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah
menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia.
Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti
dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada sistem
reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan
massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia.
Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil(cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi. (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan
klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap
atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi
gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,
kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi
timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi,
perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu
terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan.
Menurut Stuart (2007),
faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
4.
Tanda dan Gejala
Menurut
Stuart (2007) beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirtanpa suara, bicara sendiri,
pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan pengalaman sensori, kehilangan
kemampuan membedakan halusinasi dan realitas rentang perhatian yang menyempit
hanya beberapa detik atau menit, kesukaran berhubungan dengan orang lain, tidak
mampu merawat diri, perubahan.
5.
Pohon Masalah
Resiko Menciderai Diri Sendiri dan
Orang Lain
Perubahan Persepsi
Sensori : Halusinasi Penglihatan
Problem
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri
Rendah
Gambar
2.2Pohon Masalah (Keliat, 2006)
B.
Tinjauan Keperawatan
1.
Pengkajian
Klien yang mengalami halusinasi sukar
untuk mengontrol diri dan sukar untuk
berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus mempunyai kesadaran yang
tinggi agar dapat mengenal, menerima dan mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat menggunakan
dirinya secara terapeutik dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien
halusinasi perawat harus bersikap jujur, empati, terbuka dan selalu memberi
penghargaan namun tidak boleh tenggelam juga menyangkal halusinasi yang klien
alami. Asuhan keperawatan tersebut dimulai dari tahap pengkajian sampai dengan
evaluasi.
a.
Pengumpulan
data
Pengumpulan data yang dilakukan pada klien dengan gangguan persepsi
sensori: halusinasi antara lain
1) Identitas klien dan penanggung jawab
Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, hubungan klien
dengan penanggung.
2) Alasan
dirawat
Alasan dirawat tersebut meliputi keluhan utama dan riwayat penyakit
yang dialami klien. Keluhan utama berisi tentang sebab klien atau keluarga
datang ke rumah sakit dan keluhan klien saat pengkajian. Pada riwayat penyakit terdapat faktor predisposisi
dan presipitasi. Pada faktor predisposisi dikaji tentang faktor-faktor
pendukung klien yang mengalami gangguan
persepsi sensori: halusinasi. Faktor presipitasi dikaji tentang faktor pencetus
yang membuat klien mengalami gangguan
persepsi sensori: halusinasi.
3) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan yang menyangkut tanda vital yaitu tekanan
darah, nadi, pernafasan, suhu.Pengukuran berat
badan, tinggi badan. Kalau ada keluhan fisik dari klien bisa
ditulis dipengkajian ini.
4) Psikososial
Da1am
psikososial dicantumkan genogram yang menggambarkan tentang pola interaksi, faktor genetik
dalam keluarga berhubungan
dengan gangguan jiwa.Selain itu juga dikaji tentang konsep diri, hubungan sosial serta spiritual. Dalam konsep diri data yang umumnya didapat pada klien dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi.
5) Status mental
Pada status mental didapat data yang sering muncul yaitu motorik menurun, pembicaraan pasif, alam perasaan sedih,
adanya perubahan sensori /
persepsi : halusinasi yang terjadi pada klien.
6) Kebutuhan persiapan pulang
Mencakup hal-hal tentang kesiapan klien untuk pulang atau untuk menjalani perawatan di rumah yaitu makan, bab / bak,
mandi, berpakaian, istirahat
dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas di dalam rumah
dan aktivitas di luar rumah.
7)
Mekanisme koping
Merupakan mekanisme yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme yang digunakan untuk melindungi diri.
8)
Pengetahuan
Pengetahuan meliputi kurang pengetahuan tentang
penyakit jiwa yang dialami oleh klien,
faktor presipitasi, sistem pendukung, koping dan lain-lain.
9)
Aspek
medik
Data yang dikumpulkan meliputi diagnosa medik dan terapi medik yang dijalani klien.Serta dicantumkan data hasil laboratoriumnya.
b.
Daftar
masalah
Beberapa masalah keperawatan yang muncul pada klien
dengan gangguan persepsi
sensori: halusinasi adalah
1) Resiko tinggi prilaku kekerasan.
2) Perubahan persepsi sensori : halusinasi.
3) Kerusakan interaksi sosial - menarik diri.
2.
Diagnosa
keperawatan
a. Resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi.
b. Perubahan
persepsi sensori: halusinasi berhubungan
dengan menarik diri.
3.
Intervensi Keperawatan
Menurut Keliat
dalam (Widodo, 2013) rencana tindakan keperawatan
dengan gangguan halusinasi adalah :
a. Resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi.
1) Tujuan Umum
Klien tidak mencederai diri, orang lain, dan lingkungan.
2) Tujuan Khusus
a) Tujuan Khusus 1 : Klien dapat
membina hubungan saling percaya.
Kriteria Hasil :
Eksprei wajah bersahabat,
menunjukkan rasa senang. Ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan
nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang dihadapinya.
Intervensi :
(1) Bina hubungan saling percaya dengan
mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik.
(a) Sapa klien dengan ramah baik verbal
maupun nonverbal
(b) Perkenalkan diri dengan sopan
(c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai klien
(d) Jelaskan tujuan pertemuan
(e) Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya
(f) Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
b) Tujuan Khusus 2 : Klien dapat
mengenal halusinasinya
Kriteria hasil :
(1) Klien dapat menyebutkan waktu, isi,
dan frekuensi timbulnya halusinasi.
(2) Klien dapat mengungkapkan bagaimana
perasaannya terhadap halusinasi tersebut.
Intervensi :
(1) Adakan kontak sering dan singkat
secara bertahap.
(2) Observasi tingkah laku klien yang
terkait dengan halusinasinya, bicara dan tertawa tanpa stimulus dan memandang
ke kiri/ ke kanan/ ke depan seolah – olah ada teman bicara.
(3) Bantu klien mengenal halusinasinya.
(a) Jika menemukan klien sedang
berhalusinasi tanyakan apakah isi dari halusinasi terebut.
(b) Katakan bahwa perawat percaya klien
mengalami hal
tersebut, namun perawat sendiri
tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).
(c) Katakan bahwa klien lain juga ada
yang seperti klien.
(d) Katakan bahwa perawat atau akan
membantu klien.
(2) Diskusikan dengan klien :
(a) Situasi yang menimbulkan/ tidak
menimbulkan halusinasi (jika sendiri, jengkel, atau sedih).
(b) Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore, dan malam; terus – menerus atau sewaktu –
waktu).
(3) Diskusikan dengan klien tentang apa
yang dirasakannya jika terjadi halusinasi (marah/ takut, sedih, dan senang),
beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
c) Tujuan Khusus 3 : Klien dapat
mengontrol halusinasinya.
Kriteria Hasil :
(1) Klien
dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan
halusinasinya.
(2) Klien
dapat menyebutkan cara baru untuk mengontrol halusinasi.
Intervensi :
(1) Identifikasi
bersama klien cara yang dilakukan jika terjadi halusinasi.
(2) Diskusikan
manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
(3) Diskusikan
cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya halusinasi:
(a) Katakan
“saya tidak mau melihat kamu, pergi”. (pada saat halusinasi terjadi).
(b) Menemui
orang lain (perawat / teman / anggota keluarga) untuk bersikap cakap atau
mengatakan halusinasi yang didengar.
(c) Membuat
jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak muncul.
(d) Meminta
keluarga / teman / perawat menyapa jika tampak berbicara sendiri.
(e) Membantu
klien memilih dan melatih memutus halusinasi secara bertahap,
(f) Beri
kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri
pujian jika berhasil.
(4) Anjurkan
klien mengikuti aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
d) Tujuan Khusus 4 : Klien mendapat
dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Kriteria Hasil :
(1) Keluarga dapat menyebutkan
pengertian, tanda, dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi.
(2) Keluarga dapat menyebutkan jenis,
dosis, waktu pemberian, manfaat serta efek samping obat.
Intervensi :
(1) Diskusikan dengan keluarga (pada
saat keluarga berkunjung/ pada saat kunjungan rumah) :
(a) Gejala halusinasi yang dialami
klien.
(b) Cara yang dapat dilakukan klien dan
keluarga untuk memutuskan halusinasi (sama seperti yang diajarkan pada klien).
(c) Cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi di rumah; beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama, jika klien sedang sendirian di rumah, lakukan kontak dengan
sering via telepon.
(d) Beri informasi tentang waktu tindak
lanjut (follow up) atau kapan perlu
mendapat bantuan; halusinasi tidak terkontrol dan resiko menciderai orang lain.
(e) Diskusikan dengan keluarga tentang
jenis, dosis, waktu pemberian, manfaat dan efek samping obat.
(f) Anjurkan keluarga untuk berdiskusi
dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat.
(g) Diskusikan akibat dari berhenti
minum obat tanpa berkonsultasi terkebih dahulu.
e) Tujuan
Khusus 5:Klien dapat menggunakan obat
dengan benar untuk mengendalikan halusinasinya.
Kriteria
hasil :
(1) Keluarga
dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
(2) Klien
dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat.
(3) Klien
dapat mendemonstrasikan penggunaan obat benar.
(4) Klien
dapat informasi tentang manfaat dan efek samping obat.
(5) Klien
memahami akibat berhentinya obat tanpa konsultasi.
(6) Klien
dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
Intervensi
:
(1) Anjurkan
klien berbicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang
dirasakan.
(2) Diskusikan
akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi.
(3) Bantu
klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
b. Perubahan
persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
1) Tujuan
umum : Klien dapat berinteraksi dengan
orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
2) Tujuan
khusus
a) Tujuan
khusus 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi :
Ekspresi wajah
bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau
menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi :
(1) Bina
hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terpeutik :
(a) Sapa
klien dengan baik verbal maupun non verbal, perkenalkan diri dengan sopan.
(b) Tanyakan
nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
(c) Jelaskan
tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji.
(d) Tunjukkan
rasa empati dan menerima klien apa adanya,
(e) Beri
perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan klien.
b) Tujuan
khusus 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan
penyebab menarik diri yang berasal
dari diri sendiri,
orang lain dan lingkungan.
Intervensi :
(1) Kaji
pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
(2) Beri
kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau tidak
mau bergaul.
(3) Diskusikan
dengan klien tentang perilaku menarik diri tanda-tanda serta penyebab yang
muncul.
(4) Berikan
pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
c)
Tujuan khusus 3 : Klien
dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan
keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
(1) Kaji
pengetahuan klien tentang manfaat keuntungan.
(2) Beri
kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya dengan orang lain.
(3) Diskusikan
bersama dengan klien berhubungan dengan orang lain.
(4) Beri
reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain.
(5) Klien
dapat menyebutkan kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
:
(1) Kaji
pengetahuan klien tantang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
(2) Beri
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain.
(3) Beri
reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
d) Tujuan
khusus 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
Kriteria
evaluasi :
Klien dapat
mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap antara klien, perawat, klien
perawat klien, klien perawat keluarga / kelompok / masyarakat.
Intervensi :
(1) Kaji
kemampuan membina hubungan dengan orang lain.
(2) Dorong
dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap klien
perawat, klien perawat klien, klein perawat perawat klien, klien keluarga /
keluarga / masyarakat.
(3) Beri
reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai, bantu klien
untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
(4) Diskusikan
jadwal keseharian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu.
(5) Motivasi
klien untuk mengikuti kegiatan ruangan, beri reinforcement atas kegiatan klien
dalam kegiatan ruangan.
e)
Tujuan khusus 5 : Klien
dapat mengungkapkan perasaanya setelah berhubungan dengan orang lain.
Kriteria
evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan
perasaanya setelah berhubungan dengan orang lain untuk diri sendiri dan orang
lain.
Intervensi :
(1) Dorong
klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
(2) Diskusikan
dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
(3) Beri
reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat
berhubungan dengan orang lain.
f)
Tujuan khusus 6 : Klien
dapat memberdayakan system pendukung atau keluarga mampu mengembangkan
kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Kriteria
evaluasi :
(1) Keluarga
dapat menjelaskan perasaannya.
(2) Menjelaskan
cara merawat klien menarik diri
(3) Mendemonstrasikan
cara perawatan klien menarik diri
(4) Berpartisipasi
dalam perawatan klien menarik diri.
Intervensi :
(1) Bina
hubungan saling percaya dengan keluarga :
Salam,
perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak, eksplorasi perasaan keluarga.
(2) Diskusikan
dengan anggota keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab perilaku
menarik diri, akibat.
(3) Dorong
anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan
orang lain.
(4) Anjurkan
kepada anggota keluarga untuk secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu. Beri reinforcement positif terhadap hal-hal yang
telah dicapai oleh keluarga.
terimakasih infonyaa
ReplyDelete1xbet korean | Legalbet.co.kr
ReplyDeleteWith over 200 games, Betway offers live streaming and plenty of bonuses for 1xbet the first and There are 샌즈카지노 a lot of bookies out there for eSports players 인카지노