Friday 20 December 2019

asuhan keperawatan LP Hiperbilirubinemia


TINJAUAN TEORI

A.     DEFINISI
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadarbilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kernikterus jika tidak ditangani dengan baik. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat peningkatan bilirubin indirek pada otak terutama pada corpus striatum, thalamus, nukleus thalamus, hipokampus, nukleus merah dan nukleus pada dasar ventrikulus ke – 4. Kadar bilirubin tersebut berkisar antara 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan 12,5 mg/dl pada bayi kurang bulan (Ngastiyah, 2005).
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer, 2008).
Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut “Excess Physiological Jaundice”. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram Bhutani (Etika et al,2006).
Menurut Slusher (2013) Hiperbilitubinemia merupakan suatu kondisi dimana produksi bilirubin yang berlebihan di dalam darah. Menurut Lubis (2013), Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis tersering ditemuka pada bayi baru lahir, dapat disebabkan oleh proses fisiologis, atau patologis, atau kombinasi keduanya.
Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditanda adanya ikterus yang bersifat patologis (Alimun, H.A : 2005). Jadi, dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin merupakan suatu kondisi dimana kadar bilirubin yang berlebihan dalam darah yang biasa terjadi pada neonatus baik secara fisiologis, patologis maupun keduanya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana kadar bilirubin yang berlebihan dalam darah yang biasa terjadipada neonatus baik secara fisiologis, patologis, maupun keduanya
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi dibedakan menjadi 3, yaitu :
a.    Ikterus fisiologik bila :
1.    Timbul pada hari kedua dan ketiga
2.    Kedua bilirubin indirek tidak melampaui10 mg % pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg % pada neonatus kurang bulan.
3.    Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % per hari
4.    Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg %
5.    Ikterus menghilang pada10 hari pertama
6.    Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologi
b.    Ikterus patologik bila
1.    Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2.    Kedua bilirubin indirek melampaui 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan
3.    Kecepatan peningkatan kadarbilirubin melebihi 5 mg% per hari
4.    Ikterus menetap 2 mg%
5.    Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%
6.    Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi berat atau keadaan patologik lain yang telah diketahui keadaan patologi
c.    Kern Ikterus
Adalah suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi dalam sel – sel otak. Kerusakan ini terjadi pada korpus,striatus, thalamus, nucleus subtalamus, hypokampus, nucleus merah dan nucleus pada dasar ventrikulus ke IV. Gejalan kern ikterus pada permukaan kurang jelas, dapat berupa mata yang berputar, letargi, kejang, tak mau makan,tonus otot meningkat, leher kaku dan akhirnya epistotonus (Purnawan Junaidi).

B.     ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri maupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a.      Pembentukan bilirubin yang berlebihan      
b.      Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati
c.      Gangguan konjugasi bilirubin
d.      Penyakit Hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah, disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup
1.    Gangguan transfortasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat – obatan tertentu.
2.    Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma, siphilis. Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor produksi yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G6PD, pituvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
3.    Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar : gangguan ini dapat disebabkan oleh immaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrome Cringgler Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan pentingdalam “uptake” bilirubinke sel hepar.
4.    Gangguan transfortasi : bilirubin dalam darah terikatpada albumin kemudiandiangkat ke hepar.ikatan bilirubin dengan albumindapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
5.    Gangguan dalam ekskresi : gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi / kerusakan hepar oleh penyebab lain.
e.      Infeksi
f.       Faktor neonatus
g.      Prematuritas
h.      Faktor Genetic
i.        Polisitemia
j.        Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl – alkohol, sulfisoxazol)
k.      Rendahnya  asupan ASI
l.        Hipoglikomia
m.    Hipoalbuminemia
C.     PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya akan masuk sirkulasi, dimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin (protein) digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjungata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubinpada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein – Z dan protein – Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronii transferase) atau bayi menderita gangguan eksresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan  bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihakan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya  efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin  tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR, hipoksia, dan hipoglikemia. (Sumber : IDAI,2011). 
D.     PATHWAYS


E.     GAMBARAN KLINIS
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira – kira 6 mg/dl  (Mansjoer et al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini  hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson, 2007)
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah :
a.      Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa
b.      Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai ke tujuh yang biasnya merupakan jaundice fisiologis.
c.      Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
d.      Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
e.      Perut membuncit dan pembesaran pada hati
f.       Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar – putar
g.      Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
h.      Dapat tuli, gangguan bicara, dan retardasi mental
i.        Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot. (sumber : Fundamental Keperawatan, 2005).
F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Diagnostik
a.    Pemeriksaan Bilirubin Serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6 mg/dl antara 2 – 4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10 mg/dl tidak fisiologis.
Pada bayi prematur, kadar bilirubin mencapai puncak 10 – 12 mg/dl antara 5 – 7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl tidak fisiologis.
b.    Pemeriksaan Radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya  metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
c.    Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatik dengan ekstra hepatik
d.    Biopsi Hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatik dengan intra hepatik. Selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
e.    Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
f.     Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
G.    PENATALAKSANAAN
a.    Tindakan Umum
1.    Menyusui bayi dengan ASI
2.    Terapi sinar matahari
3.    Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil
4.    Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikterus , infeksi dan dehidrasi
5.    Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir
6.    Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi di rawat
b.    Tindakan khusus
1.    Mempercepat proses konjugasi dan mempermudah ekskresi
Misalnya dengan pemberian phenobarbital / luminal
2.    Memberikan substrat yang kurang untuk transfortasi atau konjugasi
Contohnya : pemberian albumin, karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar untuk mengikat bilirubin yang bebas albumin dapat diganti dengan plasma dosis 15 – 20 ml/kgbb. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi.
3.    Melakukan dekompensasi  bilirubin dengan fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderatn salah satunya menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
Terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg%. Terapi sinar menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan dikeluarkan melalui urin, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun. Selain itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama feses
Penatalaksanaan Terapi Sinar :
1)    Baringkan bayi telanjang, hanya genetalia yang ditutup (maksimal 500 jam) agar sinar dapat merata ke seluruh tubuh.
2)    Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. Dapat dengan kain kasa yang dilipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan dahulu kelopak matanya (untuk mencegah kerusakan retina)
3)    Posisi bayi sebaiknya diubah – ubah, telentang, tengkurap, setia 6 jam bila mungkin, agar sinar merata
4)    Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5oC – 37oC, dan observasi suhu tiap 4 – 6 jam sekali. Jika terjadi kenaikan suhu, matikan sebentar lampunya dan bayi diberikan banyak minum. Setelah 1 jam kontrol kembali suhunya. Jika tetap hubungi dokter.
5)    Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan suhu tubuh bayi.
6)    Pada waktu memberi bayi minum, dikeluarkan, dipangku,penutup mata dibuka. Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak
7)    Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam.
8)    Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg % atau kurang, terapi dihentikan walaupun belum 100 jam.
9)    Jika setelah terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi . kadar bilirubin dalam serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam digunakan. Selanjutnya hubungi dokter, mungkin perlu transfusi tukar.
10) Pada ksus ikterus karena hemolisis, kadar Hb diperiksa tiap hari.
Komplikasi Terapi Sinar :
1)    Terjadinya dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan insesible water loss
2)    Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan meningkatkan peristaltik usus
3)    Timbul kelainan kulit sementara  pada daerahyang terkena sinar (berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika terapi selesai
4)    Gangguan retina jika mata tidak ditutup
5)    Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian sinar lampu dimatikan terapi diteruskan. Jika suhu naik terus lampu semua dimatikan sementara, bayi dikompres dingin, dan berikan ekstra minum.
6)    Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan kelainan (kemandulan) tetapi belum ada bukti
Transfusi Tukar :
Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah :
1)    Kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%
2)    Kenaikan kadar bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3 – 1 mg% / jam
3)    Anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
4)    Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat kurang 14 mg %
c.    Tindak Lanjut
Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1.    PENGKAJIAN UMUM
a.    Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipertemi). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas (skin resh), sklera mata kuning (kadang – kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna urine dan feses.
b.    Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan ikterus, contoh : salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjugasi sebelum ibu partus
c.    Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh siapa, bidan, dokter.lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoxia atau asfiksia.
d.    Riwayat Post Natal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, kulit bayi tampak kuning
e.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidakcocokan darah ibu dan anak polycythenia, gangguan saluran cerna dan hati (hepatitis). Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A, B, O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.
f.     Riwayat Psikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan,perubahan peran orang tua
g.    Riwayat Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman orang tua tentang bayi yang ikterus
2.    PENGKAJIAN FOKUS
a.    Aktivitas/ Istirahat
Letargi, malas
b.    Sirkulasi
Mungkin pucat, menandakan anemia, nadi apikal mungkin cepat dan atau tidak teratur dalam normal (120-160x/mnt)
c.    Eliminasi
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan tinja berwarna pucat. Bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin lambat, feses mungkin lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin, urine gelap pekat, hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze).
d.    Nutrisi
Pada umumnya bayi malas minum  ( reflek menghisap dan menelan lemah) sehingga BB bayi mengalami penurunan. Riwayat pelambatan / makanan oral buruk, palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfe, hepar.
e.    Istirahat
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun, letargi, malas
f.     Aktifitas
Bayi biasanya mengalami penurunan aktifitas, letargi, hipototonus dan mudah terusik
g.    Personal Hygiene
Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu
h.    Pernafasan
Mungkin dangkal, tidak teratur,pernafasan diafragmatik intermitten atau periodik (40 – 60x/mnt). Pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal, atau substernal, atau derajat sianosis mungkin ada. Adanya bunyi ampelas pada auskultasi menanda sindrom disters pernafasan (RDS)
i.      Neurosensori
Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan fontanel karena ketidak adekuatan pertumbuhan tulang mungkin terlihat, kepala kecil dengan dahi menonjol, batang hidung cekung, hidung pendek mencuat, bibir atas, dagu maju. Tonus otot dapat tampak kencang dengan fleksi ekstremitas bawah dan atas dan keterbatasan gerak, pelebaran tampilan mata. Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran ekstraksi vakum. Edema umum, hepatosplenomegali, kehilangan refleks moro mungkin terlihat.
j.      Makanan / cairan
Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering, pecah – pecah, dan terkelupas dan tidak adanya jaringan subkutan. Penurunan masa otot, khususnya pada pipi, bokong dan paha, ketidakseimbangan metabolik dengan hipoglikemia atau hipokalsemia.
k.    Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah, tidak terdapat garis alur pada telapak tangan, warna mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar tali pusat dengan warna kehijauan, menangis mungkin lemah.
l.      Seksualitas
Labio minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora dengan klitoris menonjol, testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau tidak pada scrotum.
3.    DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
a.    Resiko tinggi cidera berhubungan degan meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi berkenaan phototerapi
b.    Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan phototerapi
c.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek dari phototerapi sekunder hiperbilirubin
d.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
4.    RENCANA KEPERAWATAN ( NURSING CARE PLAN )
No
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
TTD
1
Resiko tinggi cedera b.d meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi berkenaan phototerapi
NOC :
Status Neurologis Kontrol Resiko Deteksi Resiko Kontrol Gejala Kriterian Hasil :
ü  Tidak berlanjut nya proses komoplikasi
ü  Tidak menunjukkan gejala sisa neurologis
NIC :
1.   Identifikasi adanya faktor resiko : bruising, sepsis, ibu dengan DM, Rh, ABO antagonis
2.   Kaji BBL terhadap adanya hiperbilirubinemia setiap 2 – 4 jam lima hari pertama kehidupan
3.   Perhatikan dan dokumentasikan warna kulit dari kepala, sklera, dan tubuh secara progesif terhadap ikterik setiap pergantian shift
4.   Monitor kadar bilirubin dan kolaborasi bila ada peningkatan kadar bilirubin
5.   Monitor kadar Hb, Hct, catat bila penurunan

6.   Berikan  phototerapi : sesuai protokol untuk  waktu, prosedur dan durasi. Monitor kadar bilirubin setiap 6 -12 jam setelah therapi, tutup mata dengan tameng mata, hindari tekanan pada hidung, ganti balutan mata sedikitnya 2 hari sekali.
Pertahankan terapi cairan perenteral untuk hidrasi kolaborasi medis, pertahankan suhu 36,5oC
7.   Kolaborasi medis lakukan transfusi tukar bila diperlukan

1.    Mengkaji faktor resiko yang dapat memperberat penyakit


2.    BBL, sangat rentan terhadap bilirubinemia




3.    Mengetahui adanya hiperbilirubinemia secara dini sehingga dapat dilakukan tindakan penanganan segera


4.    Peningkatan kadar bilirubin yang tinggi dapat terpantau




5.     Adanya penurunan Hb, Hct menunjukkan adanya hemolitik
6.    Phototerapi berfungsi mendekomposisikan bilirubin dengan photoisomernya selama phototerapi perlu diperhatikan adanya komplikasi seperti : hipetermi konjungtivitis, dehidrasi













7.    Transfusi tukar dilakukan bila terjadi hiperbilirubinemia pathologis karen terjadinnya proses hemolitik berlebihan yang disebabkan oleh ABO antagonis

2
Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d phototerapi
Keseimbangan cairan Kontrol Resiko Hidrasi
Termoregulasi : neonatus
Kriteria Hasil :
ü  Tidak ada tanda – tanda dehidrasi
ü  Turgor baik
ü  Tidak terjadi penurunan kesadaran
NIC :
1.   Pertahankan intake cairan : timbang BB perhari, ukur intake dan output
2.   Kaji dan catat output cairan : kaji jumlah, warna urine setiap 4 jam, kaji diare yang berlebihan
3.   Monitor suhu tubuh tiap 4 jam
4.   Inspeksi membran mukosa dan fontanel
5.   Kolaborasi pemberian cairan

1.   Agar intake yang masuk tetap seimbang dengan intake yang keluar
2.   Output yang berlebihan atau tidak seimbang dengan intake akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan
3.   Mengobservasi adanya tanda – tanda kekurangan cairan
4.   Intake cairan yang adekuat, metabolisme bilirubin akan berlangsung sempurna dan terjadi keseimbangan cairan yang keluar selama phototerapi karena penguapan
5.   Untuk mencegah terjadinya dehidrasi

3
Kerusakan integritas kulit b.d efek dari phototerapi
NOC :
Integritas Jaringan membran kulit dan mukosa
Penyembuhan luka Kriteria Hasil :
ü  Tanda – tanda kemerahan tidak ada
ü  Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
NIC :
1.       Monitor adanya kerusakan integritas kulit
2.       Bersihkan kulit bayi dari kotoran setelah BAK, BAB
3.       Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
4.       Jelaskan kepada keluarga terutama  ibu klien tentang pentingnya menjaga kelembapan kulit
5.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian salep

1.   Deteksi dini kerusakan integritas kulit
2.   Feses dan urine yang bersifat asam dapat mengisitasi kulit
3.   Perubahan posisi mempertahankan sirkulasi yang adekuat dan  mencegah penekanan yang berlebihan pada satu sisi
4.   Agar keluarga paham tentang pentingnya menjaga kelembapan kulit
5.   Untuk mencegah kerusakan kulit lebih parah

4
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak
Mampuan menelan
NOC :
Kriteria Hasil :
ü  Tidak terjadi penurunan BB
ü  Tidak terdapat tanda – tanda mal nutrisi
ü  Terjadi peningkatan BB
NIC :
1.   Monitor jumlah nutrisi dan kecukupannya
2.   Be rikan ASI setiap 2 jam
3.   Berikan informasi kepada keluarga terutama ibu tentang pentingnya pemberian ASI tiap 2 jam
4.   Kolaborasi dengan dokter maupun ahli gizi tentang gizi yang dibutuhkan jika diperlukan

1.   Untuk mengetahui intake klien
2.   Agar tidak terjadi penurunan BB dan kebutuhan gizi tercukupi
3.   Agar keluarga paham tentang pentingnya pemberian ASI sebagai nutrisi yang dibutuhkan oleh klien
4.   Agar kebutuhan gizi klien terpenuhi sehingga tidak terjadi penurunan BB

  
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta : Salemba Medika

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012. Nursing Interventions Calssification ( NIC ). Fifth Edition.lowa : Mosby Elsavier.

Jhonson, Marion.2012. lowa Outcames Project Nursing Classification (NOC). St. Louis, Missouri ; Mosby

NANDA International. 2012. Nursing Diagnosis : Definitions & Classifications 2012 – 2014 . Jakarta : EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta

Pedoman Praktek Klinik : Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011)

Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktis Volume 2, EGC : Jakarta

Slusher, et all (2013) Treatment Of Neonatal Joundice With Filtered Sunlight In Nigerian Neonatus : Study Protocol Of A Non – Inferiority, Randomized Controlled Trial. http : // www.trialsjournal.com/content/14/1/446: TRIALS

Suriadi, Rita Y. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Fajar Inter Pratama : Jakarta

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar National Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta


No comments:

Post a Comment

Makalah Asfiksia

LANDASAN TEORI A.     Pengertian Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terl...