TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Hiperbilirubinemia adalah
suatu keadaan dimana kadarbilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan kernikterus jika tidak ditangani dengan
baik. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat peningkatan bilirubin
indirek pada otak terutama pada corpus striatum, thalamus, nukleus thalamus,
hipokampus, nukleus merah dan nukleus pada dasar ventrikulus ke – 4. Kadar
bilirubin tersebut berkisar antara 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan 12,5
mg/dl pada bayi kurang bulan (Ngastiyah, 2005).
Hiperbilirubinemia adalah
ikterus dengan konsentrasi serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus
atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer,
2008).
Hiperbilirubinemia fisiologis
yang memerlukan sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut “Excess
Physiological Jaundice”. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non
Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus
>95% menurut Normogram Bhutani (Etika et al,2006).
Menurut Slusher (2013) Hiperbilitubinemia merupakan suatu
kondisi dimana produksi bilirubin yang berlebihan di dalam darah. Menurut Lubis
(2013), Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis tersering
ditemuka pada bayi baru lahir, dapat disebabkan oleh proses fisiologis, atau
patologis, atau kombinasi keduanya.
Ikterus neonatorum adalah
suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih
dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditanda adanya ikterus yang bersifat
patologis (Alimun, H.A : 2005). Jadi, dari beberapa pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa hiperbilirubin merupakan suatu kondisi dimana kadar bilirubin
yang berlebihan dalam darah yang biasa terjadi pada neonatus baik secara
fisiologis, patologis maupun keduanya.
Dari beberapa pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana
kadar bilirubin yang berlebihan dalam darah yang biasa terjadipada neonatus
baik secara fisiologis, patologis, maupun keduanya
Ikterus adalah warna kuning
yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin pada jaringan
tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi
dibedakan menjadi 3, yaitu :
a. Ikterus fisiologik bila :
1. Timbul pada hari kedua dan
ketiga
2. Kedua bilirubin indirek tidak
melampaui10 mg % pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg % pada neonatus kurang
bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar
bilirubin tidak melebihi 5 mg % per hari
4. Kadar bilirubin direk tidak
melebihi 1 mg %
5. Ikterus menghilang pada10 hari
pertama
6. Tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologi
b. Ikterus patologik bila
1. Ikterus terjadi pada 24 jam
pertama
2. Kedua bilirubin indirek
melampaui 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang
bulan
3. Kecepatan peningkatan
kadarbilirubin melebihi 5 mg% per hari
4. Ikterus menetap 2 mg%
5. Kadar bilirubin direk melebihi
1 mg%
6. Ikterus yang mempunyai
hubungan dengan proses hemolitik, infeksi berat atau keadaan patologik lain
yang telah diketahui keadaan patologi
c. Kern Ikterus
Adalah suatu sindroma neurologik yang
timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi dalam sel – sel
otak. Kerusakan ini terjadi pada korpus,striatus, thalamus, nucleus subtalamus,
hypokampus, nucleus merah dan nucleus pada dasar ventrikulus ke IV. Gejalan
kern ikterus pada permukaan kurang jelas, dapat berupa mata yang berputar,
letargi, kejang, tak mau makan,tonus otot meningkat, leher kaku dan akhirnya
epistotonus (Purnawan Junaidi).
B. ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi
baru lahir dapat berdiri sendiri maupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu :
a. Pembentukan bilirubin yang
berlebihan
b. Gangguan pengambilan (uptake)
dan transportasi bilirubin dalam hati
c. Gangguan konjugasi bilirubin
d. Penyakit Hemolitik yaitu
meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah, disebut juga ikterus hemolitik.
Hemolisis dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup
1. Gangguan transfortasi akibat
penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh
obat – obatan tertentu.
2. Gangguan fungsi hati yang
disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang langsung merusak sel
hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma, siphilis. Penyebab
ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor produksi yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan bayi
untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas
darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G6PD, pituvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
3. Gangguan proses “uptake” dan
konjugasi hepar : gangguan ini dapat disebabkan oleh immaturitas hepar,
kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil
transferase (sindrome Cringgler Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y
dalam hepar yang berperan pentingdalam “uptake” bilirubinke sel hepar.
4. Gangguan transfortasi :
bilirubin dalam darah terikatpada albumin kemudiandiangkat ke hepar.ikatan
bilirubin dengan albumindapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan
sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
5. Gangguan dalam ekskresi :
gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi
dalam hepar biasanya akibat infeksi / kerusakan hepar oleh penyebab lain.
e. Infeksi
f. Faktor neonatus
g. Prematuritas
h. Faktor Genetic
i.
Polisitemia
j.
Obat
(streptomisin, kloramfenikol, benzyl – alkohol, sulfisoxazol)
k. Rendahnya asupan ASI
l.
Hipoglikomia
m. Hipoalbuminemia
C. PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk
pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika
RBCs rusak maka produknya akan masuk sirkulasi, dimana hemoglobin pecah menjadi
heme dan globin. Gloobin (protein) digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme
akan diruah menjadi bilirubin unkonjungata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan
adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubinpada streptucocus hepar yang
terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi,
meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin
plasma terjadi apabila kadar protein – Z dan protein – Y terikat oleh anion
lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia,
ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronii transferase)
atau bayi menderita gangguan eksresi, misalnya penderita hepatitis neonatal
atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu,
bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini
terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan
efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati
biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin
melalui sawar darah otak ternyata tidak tergantung dari tingginya kadar
bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin
Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan
imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan
kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin
tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan
adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,Polisitemia. Gangguan pemecahan
Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal
ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang atau pada bayi
hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang
memperlihakan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya
sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat
toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin
Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat
ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa
kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin
Indirek lebih dari 20mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah
otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek
akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR,
hipoksia, dan hipoglikemia. (Sumber :
IDAI,2011).
D. PATHWAYS
E. GAMBARAN
KLINIS
Bayi baru lahir (neonatus) tampak
kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira – kira 6 mg/dl (Mansjoer et al, 2007). Ikterus sebagai
akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan
menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin
direk) memperlihatkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan
ini hanya dapat ditemukan pada ikterus
yang berat (Nelson, 2007)
Tanda dan gejala yang jelas pada anak
yang menderita hiperbilirubin adalah :
a.
Tampak
ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa
b.
Jaundice
yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari
ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai ke tujuh yang
biasnya merupakan jaundice fisiologis.
c.
Ikterus
adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak
kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit
tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat
pada ikterus yang berat.
d.
Muntah,
anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
e.
Perut
membuncit dan pembesaran pada hati
f.
Pada
permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar – putar
g.
Letargik
(lemas), kejang, tidak mau menghisap
h.
Dapat
tuli, gangguan bicara, dan retardasi mental
i.
Bila
bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot. (sumber : Fundamental
Keperawatan, 2005).
F. PEMERIKSAAN
PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Pemeriksaan
Bilirubin Serum
Pada
bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6 mg/dl antara 2 – 4 hari
setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10 mg/dl tidak fisiologis.
Pada
bayi prematur, kadar bilirubin mencapai puncak 10 – 12 mg/dl antara 5 – 7 hari
setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl tidak fisiologis.
b.
Pemeriksaan
Radiologi
Diperlukan
untuk melihat adanya metastasis di paru
atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau
hepatoma.
c.
Ultrasonografi
Digunakan
untuk membedakan antara kolestatis intra hepatik dengan ekstra hepatik
d.
Biopsi
Hati
Digunakan
untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatik dengan intra hepatik. Selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
e.
Peritoneoskopi
Dilakukan
untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan
pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
f.
Laparatomi
Dilakukan
untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan
pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
G. PENATALAKSANAAN
a.
Tindakan
Umum
1.
Menyusui
bayi dengan ASI
2.
Terapi
sinar matahari
3.
Memeriksa
golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil
4.
Mencegah
trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikterus , infeksi dan dehidrasi
5.
Pemberian
makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi
baru lahir
6.
Imunisasi
yang cukup baik di tempat bayi di rawat
b.
Tindakan
khusus
1.
Mempercepat
proses konjugasi dan mempermudah ekskresi
Misalnya
dengan pemberian phenobarbital / luminal
2.
Memberikan
substrat yang kurang untuk transfortasi atau konjugasi
Contohnya
: pemberian albumin, karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari
ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan
transfusi tukar untuk mengikat bilirubin yang bebas albumin dapat diganti
dengan plasma dosis 15 – 20 ml/kgbb. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi
hepar sebagai sumber energi.
3.
Melakukan
dekompensasi bilirubin dengan fototerapi
Dilakukan
apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk mencegah
efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak
retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada
neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderatn salah satunya menurunkan
bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
Terapi
sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg%. Terapi
sinar menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang
sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan
dikeluarkan melalui urin, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun. Selain itu
pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam
cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin
akan keluar bersama feses
Penatalaksanaan
Terapi Sinar :
1)
Baringkan
bayi telanjang, hanya genetalia yang ditutup (maksimal 500 jam) agar sinar
dapat merata ke seluruh tubuh.
2)
Kedua
mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. Dapat dengan kain kasa
yang dilipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan dahulu kelopak matanya (untuk
mencegah kerusakan retina)
3)
Posisi
bayi sebaiknya diubah – ubah, telentang, tengkurap, setia 6 jam bila mungkin,
agar sinar merata
4)
Pertahankan
suhu bayi agar selalu 36,5oC – 37oC, dan observasi suhu
tiap 4 – 6 jam sekali. Jika terjadi kenaikan suhu, matikan sebentar lampunya
dan bayi diberikan banyak minum. Setelah 1 jam kontrol kembali suhunya. Jika
tetap hubungi dokter.
5)
Perhatikan
asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan suhu tubuh bayi.
6)
Pada
waktu memberi bayi minum, dikeluarkan, dipangku,penutup mata dibuka. Perhatikan
apakah terjadi iritasi atau tidak
7)
Kadar
bilirubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam.
8)
Bila
kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg % atau kurang, terapi dihentikan
walaupun belum 100 jam.
9)
Jika
setelah terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi . kadar bilirubin dalam
serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam
digunakan. Selanjutnya hubungi dokter, mungkin perlu transfusi tukar.
10) Pada ksus ikterus karena
hemolisis, kadar Hb diperiksa tiap hari.
Komplikasi Terapi Sinar :
1)
Terjadinya
dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan insesible
water loss
2)
Frekuensi
defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan
empedu dan meningkatkan peristaltik usus
3)
Timbul
kelainan kulit sementara pada daerahyang
terkena sinar (berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika terapi selesai
4)
Gangguan
retina jika mata tidak ditutup
5)
Kenaikan
suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian sinar lampu dimatikan
terapi diteruskan. Jika suhu naik terus lampu semua dimatikan sementara, bayi
dikompres dingin, dan berikan ekstra minum.
6)
Komplikasi
pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan kelainan (kemandulan) tetapi
belum ada bukti
Transfusi Tukar :
Indikasi untuk melakukan
transfusi tukar adalah :
1)
Kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg%
2)
Kenaikan
kadar bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3 – 1 mg% / jam
3)
Anemia
berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
4)
Bayi
dengan kadar hemoglobin tali pusat kurang 14 mg %
c.
Tindak
Lanjut
Tindak
lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi
berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi
dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1.
PENGKAJIAN
UMUM
a.
Keadaan
umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipertemi). Reflek hisap pada
bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi
mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas (skin resh), sklera
mata kuning (kadang – kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna
urine dan feses.
b.
Riwayat
Kehamilan
Kurangnya
antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan ikterus,
contoh : salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses
konjugasi sebelum ibu partus
c.
Riwayat
Persalinan
Persalinan
dilakukan oleh siapa, bidan, dokter.lahir prematur / kurang bulan, riwayat
trauma persalinan, hipoxia atau asfiksia.
d.
Riwayat
Post Natal
Adanya
kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, kulit bayi tampak kuning
e.
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Seperti
ketidakcocokan darah ibu dan anak polycythenia, gangguan saluran cerna dan hati
(hepatitis). Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh
atau golongan darah A, B, O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar
obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.
f.
Riwayat
Psikososial
Kurangnya
kasih sayang karena perpisahan,perubahan peran orang tua
g.
Riwayat
Keluarga
Penyebab
perawatan pengobatan dan pemahaman orang tua tentang bayi yang ikterus
2.
PENGKAJIAN
FOKUS
a.
Aktivitas/
Istirahat
Letargi,
malas
b.
Sirkulasi
Mungkin
pucat, menandakan anemia, nadi apikal mungkin cepat dan atau tidak teratur
dalam normal (120-160x/mnt)
c.
Eliminasi
Biasanya
bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan tinja berwarna
pucat. Bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin lambat, feses mungkin
lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin, urine gelap pekat, hitam
kecoklatan (sindrom bayi bronze).
d.
Nutrisi
Pada
umumnya bayi malas minum ( reflek
menghisap dan menelan lemah) sehingga BB bayi mengalami penurunan. Riwayat
pelambatan / makanan oral buruk, palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran
limfe, hepar.
e.
Istirahat
Bayi
tampak cengeng dan mudah terbangun, letargi, malas
f.
Aktifitas
Bayi
biasanya mengalami penurunan aktifitas, letargi, hipototonus dan mudah terusik
g.
Personal
Hygiene
Kebutuhan
personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu
h.
Pernafasan
Mungkin
dangkal, tidak teratur,pernafasan diafragmatik intermitten atau periodik (40 –
60x/mnt). Pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal, atau substernal,
atau derajat sianosis mungkin ada. Adanya bunyi ampelas pada auskultasi menanda
sindrom disters pernafasan (RDS)
i.
Neurosensori
Sutura
tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan fontanel karena ketidak
adekuatan pertumbuhan tulang mungkin terlihat, kepala kecil dengan dahi
menonjol, batang hidung cekung, hidung pendek mencuat, bibir atas, dagu maju.
Tonus otot dapat tampak kencang dengan fleksi ekstremitas bawah dan atas dan
keterbatasan gerak, pelebaran tampilan mata. Sefalohematoma besar mungkin
terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma
kelahiran/kelahiran ekstraksi vakum. Edema umum, hepatosplenomegali, kehilangan
refleks moro mungkin terlihat.
j.
Makanan
/ cairan
Disproporsi
berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering, pecah
– pecah, dan terkelupas dan tidak adanya jaringan subkutan. Penurunan masa
otot, khususnya pada pipi, bokong dan paha, ketidakseimbangan metabolik dengan
hipoglikemia atau hipokalsemia.
k.
Keamanan
Suhu
berfluktuasi dengan mudah, tidak terdapat garis alur pada telapak tangan, warna
mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar tali pusat dengan warna
kehijauan, menangis mungkin lemah.
l.
Seksualitas
Labio
minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora dengan klitoris menonjol,
testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau tidak pada scrotum.
3.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN YANG MUNCUL
a.
Resiko
tinggi cidera berhubungan degan meningkatnya kadar bilirubin toksik dan
komplikasi berkenaan phototerapi
b.
Resiko
tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan phototerapi
c.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan efek dari phototerapi sekunder
hiperbilirubin
d.
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
4.
RENCANA
KEPERAWATAN ( NURSING CARE PLAN )
No
|
Diagnosa
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
TTD
|
1
|
Resiko
tinggi cedera b.d meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi
berkenaan phototerapi
|
NOC
:
Status
Neurologis Kontrol Resiko Deteksi Resiko Kontrol Gejala Kriterian Hasil :
ü Tidak berlanjut nya proses
komoplikasi
ü Tidak menunjukkan gejala
sisa neurologis
|
NIC
:
1.
Identifikasi
adanya faktor resiko : bruising, sepsis, ibu dengan DM, Rh, ABO antagonis
2.
Kaji
BBL terhadap adanya hiperbilirubinemia setiap 2 – 4 jam lima hari pertama
kehidupan
3.
Perhatikan
dan dokumentasikan warna kulit dari kepala, sklera, dan tubuh secara progesif
terhadap ikterik setiap pergantian shift
4.
Monitor
kadar bilirubin dan kolaborasi bila ada peningkatan kadar bilirubin
5.
Monitor
kadar Hb, Hct, catat bila penurunan
6.
Berikan phototerapi : sesuai protokol untuk waktu, prosedur dan durasi. Monitor kadar
bilirubin setiap 6 -12 jam setelah therapi, tutup mata dengan tameng mata,
hindari tekanan pada hidung, ganti balutan mata sedikitnya 2 hari sekali.
Pertahankan
terapi cairan perenteral untuk hidrasi kolaborasi medis, pertahankan suhu
36,5oC
7.
Kolaborasi
medis lakukan transfusi tukar bila diperlukan
|
1.
Mengkaji
faktor resiko yang dapat memperberat penyakit
2.
BBL,
sangat rentan terhadap bilirubinemia
3.
Mengetahui
adanya hiperbilirubinemia secara dini sehingga dapat dilakukan tindakan
penanganan segera
4.
Peningkatan
kadar bilirubin yang tinggi dapat terpantau
5.
Adanya penurunan Hb, Hct menunjukkan adanya
hemolitik
6.
Phototerapi
berfungsi mendekomposisikan bilirubin dengan photoisomernya selama
phototerapi perlu diperhatikan adanya komplikasi seperti : hipetermi
konjungtivitis, dehidrasi
7.
Transfusi
tukar dilakukan bila terjadi hiperbilirubinemia pathologis karen terjadinnya
proses hemolitik berlebihan yang disebabkan oleh ABO antagonis
|
|
2
|
Resiko
tinggi kekurangan volume cairan b.d phototerapi
|
Keseimbangan
cairan Kontrol Resiko Hidrasi
Termoregulasi
: neonatus
Kriteria
Hasil :
ü Tidak ada tanda – tanda
dehidrasi
ü Turgor baik
ü Tidak terjadi penurunan
kesadaran
|
NIC
:
1.
Pertahankan
intake cairan : timbang BB perhari, ukur intake dan output
2.
Kaji
dan catat output cairan : kaji jumlah, warna urine setiap 4 jam, kaji diare
yang berlebihan
3.
Monitor
suhu tubuh tiap 4 jam
4.
Inspeksi
membran mukosa dan fontanel
5.
Kolaborasi
pemberian cairan
|
1.
Agar
intake yang masuk tetap seimbang dengan intake yang keluar
2.
Output
yang berlebihan atau tidak seimbang dengan intake akan menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan
3.
Mengobservasi
adanya tanda – tanda kekurangan cairan
4.
Intake
cairan yang adekuat, metabolisme bilirubin akan berlangsung sempurna dan
terjadi keseimbangan cairan yang keluar selama phototerapi karena penguapan
5.
Untuk
mencegah terjadinya dehidrasi
|
|
3
|
Kerusakan
integritas kulit b.d efek dari phototerapi
|
NOC
:
Integritas
Jaringan membran kulit dan mukosa
Penyembuhan
luka Kriteria Hasil :
ü Tanda – tanda kemerahan
tidak ada
ü Tidak terjadi kerusakan
integritas kulit
|
NIC
:
1.
Monitor
adanya kerusakan integritas kulit
2.
Bersihkan
kulit bayi dari kotoran setelah BAK, BAB
3.
Lakukan
perubahan posisi setiap 2 jam
4.
Jelaskan
kepada keluarga terutama ibu klien
tentang pentingnya menjaga kelembapan kulit
5.
Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian salep
|
1.
Deteksi
dini kerusakan integritas kulit
2.
Feses
dan urine yang bersifat asam dapat mengisitasi kulit
3.
Perubahan
posisi mempertahankan sirkulasi yang adekuat dan mencegah penekanan yang berlebihan pada
satu sisi
4.
Agar
keluarga paham tentang pentingnya menjaga kelembapan kulit
5.
Untuk
mencegah kerusakan kulit lebih parah
|
|
4
|
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak
Mampuan
menelan
|
NOC
:
Kriteria
Hasil :
ü Tidak terjadi penurunan BB
ü Tidak terdapat tanda – tanda
mal nutrisi
ü Terjadi peningkatan BB
|
NIC
:
1.
Monitor
jumlah nutrisi dan kecukupannya
2.
Be
rikan ASI setiap 2 jam
3.
Berikan
informasi kepada keluarga terutama ibu tentang pentingnya pemberian ASI tiap
2 jam
4.
Kolaborasi
dengan dokter maupun ahli gizi tentang gizi yang dibutuhkan jika diperlukan
|
1.
Untuk
mengetahui intake klien
2.
Agar
tidak terjadi penurunan BB dan kebutuhan gizi tercukupi
3.
Agar
keluarga paham tentang pentingnya pemberian ASI sebagai nutrisi yang
dibutuhkan oleh klien
4.
Agar
kebutuhan gizi klien terpenuhi sehingga tidak terjadi penurunan BB
|
DAFTAR
PUSTAKA
Alimul,
Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak I. Jakarta : Salemba Medika
Bulecheck,
Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012. Nursing Interventions Calssification ( NIC
). Fifth Edition.lowa : Mosby Elsavier.
Jhonson,
Marion.2012. lowa Outcames Project
Nursing Classification (NOC). St. Louis, Missouri ; Mosby
NANDA
International. 2012. Nursing Diagnosis :
Definitions & Classifications 2012 – 2014 . Jakarta : EGC
Prawirohardjo,
Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan
Bina Pustaka. Jakarta
Pedoman
Praktek Klinik : Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011)
Potter,
Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku
Ajar Fudamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktis Volume 2, EGC :
Jakarta
Slusher,
et all (2013) Treatment Of Neonatal
Joundice With Filtered Sunlight In Nigerian Neonatus : Study Protocol Of A
Non – Inferiority, Randomized Controlled Trial. http : // www.trialsjournal.com/content/14/1/446: TRIALS
Suriadi,
Rita Y. 2011. Asuhan Keperawatan Pada
Anak. Edisi I. Fajar Inter Pratama : Jakarta
Syaifuddin,
Bari Abdul. 2000. Buku Ajar National
Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.JNPKKR/POGI & Yayasan Bina
Pustaka. Jakarta
No comments:
Post a Comment