Friday, 20 December 2019

Makalah Sectio Caesaria

Sectio Caesaria
A.    Pengertian
            Sectio Caesaria adalah pembedahan untuk mengeluakan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Wiknjosastro, 2008). Sectio caesaria adalah alternative dari kelahiran vagina bila keamanan ibu dan janin terganggu ( Doengoes, 2002).
B.     PENYEBAB
Sectio Caesaria yang dilakukan dapat di indikasikan oleh :
1.      Indikasi Ibu
a.    Panggul sempit absolute
b.    Placenta previa
c.    Ruptura uteri mengancam
d.   Partus Lama
e.    Partus Tak Maju
f.     Pre eklampsia, dan Hipertensi
2.      Indikasi janin
a.    Kelainan Letak
b.    Gawat Janin
c.    Janin Besar
3.      Kontra Indikasi
a.    Janin Mati
b.    Syok, anemia berat sebelum diatasi
c.    Kelainan congenital Berat
(Manuaba, 2002)

C.    JENIS-JENIS
1.    Abdomen (SC Abdominalis)
a.    Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri.
Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
b.    Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2.    Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a.         Sayatan memanjang (longitudinal)
b.        Sayatan melintang (tranversal)
c.         Sayatan huruf T (T Insisian)
3.    Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
a.         Mengeluarkan janin lebih memanjang
b.        Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c.         Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a.         Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.
b.        Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c.         Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
4.    Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
a.         Penjahitan luka lebih mudah
b.        Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c.         Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum
d.        Perdarahan kurang
e.         Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :
a.         Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
b.        Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
(Arif, 2002)

D.    TANDA DAN GEJALA
Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih koprehensif  yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2002), antara lain :
1.         Nyeri akibat luka pembedahan
2.         Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3.         Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4.         Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan  yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5.         Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6.         Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi baru
7.         Terpasang kateter urinarius
8.          Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9.         Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10.     Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11.     Pada kelahiran secara SC  tidak direncanakan maka biasanya kurang paham prosedur
12.     Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan




E.     PATOFISIOLOGI
Anatomi fungsional yang dibahas pada kasus post operasi sectio caesarea terdiri dari anatomi dinding perut dan otot dasar panggul.
a.   Anatomi dinding perut
Dinding perut dibentuk oleh otot-otot perut dimana disebelah atas dibatasi oleh angulus infrasternalis dan di sebelah bawah dibatasi oleh krista iliaka, sulkus pubikus dan sulkus inguinalis. Otot-otot dinding perut tersebut terdiri dari otot-otot dinding perut bagian depan, bagian lateral dan bagian belakang.
1)   Otot rectus abdominis
Terletak pada permukaan abdomen menutupi linea alba, bagian depan tertutup vagina dan bagian belakang terletak di atas kartilago kostalis 6-8. origo pada permukaan anterior kartilago kostalis 5-7, prosesus xyphoideus dan ligamen xyphoideum. Serabut menuju tuberkulum pubikum dan simpisis ossis pubis. Insertio pada ramus inferior ossis pubis. Fungsi dari otot ini untuk flexi trunk, mengangkat pelvis.
2)      Otot piramidalis
Terletak di bagian tengah di atas simpisis ossis pubis, di depan otot rectus abdominis. Origo pada bagian anterior ramus superior ossis pubis dan simpisis ossis pubis. Insertio terletak pada linea alba. Fungsinya untuk meregangkan linea alba.
3)      Otot transversus abdominis
Otot ini berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina musculi recti abdominis. Origo pada permukaan kartilago kostalis 7-12. insertio pada fascia lumbo dorsalis, labium internum Krista iliaka, 2/3 lateral ligamen inguinale. Berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina muskuli recti abdominis. Fungsi dari otot ini menekan perut, menegangkan dan menarik dinding perut.
4)      Otot obligus eksternus abdominis
Letaknya yaitu pada bagian lateral abdomen tepatnya di sebelah inferior thoraks. Origonya yaitu pada permukaan luas kosta 5-12 dan insertionya pada vagina musculi recti abdominis. Fungsi dari otot ini adalah rotasi thoraks ke sisi yang berlawanan.


5)      Otot obligus internus abdominis
Otot ini terletak pada anterior dan lateral abdomen, dan tertutup oleh otot obligus eksternus abdominis. Origo terletak pada permukaan posterior fascia lumbodorsalis, linea intermedia krista iliaka, 2/3 ligamen inguinale insertio pada kartilago kostalis 8-10 untuk serabut ke arah supero medial. Fungsi dari otot ini untuk rotasi thoraks ke sisi yang sama.
b.      Otot dasar panggul
Otot dasar panggul terdiri dari diagfragma pelvis dan diagfragma urogenital. Diagfragma pelvis adalah otot dasar panggul bagian dalam yang terdiri dari otot levator ani, otot pubokoksigeus, iliokoksigeus, dan ischiokoksigeus. Sedangkan diafragma urogenetik dibentuk oleh aponeurosis otot transverses perinea profunda dan mabdor spincter ani eksternus. Fungsi dari otot-otot tersebut adalah levator ani untuk menahan rectum dan vagina turun ke bawah, otot spincter ani eksternus diperkuat oleh otot mabdor ani untuk menutup anus dan otot pubokavernosus untuk mengecilkan introitus vagina.
(Rustam, 1998 )

pathways


G. PENATALAKSANAAN
1.      Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2.      Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3.      Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a.         Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b.        Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
c.         Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d.        Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
e.         Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4.      Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

5.      Pemberian obat-obatan
a.       Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b.      Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1)   Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2)   Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3)   Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c.       Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
6.      Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti
7.      Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
     (Manuaba, 2000)

A.    FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.      Identitas klien : nama, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan nama penanggung jawab/suami, umur, suku bangsa dll.
2.      Riwayat kesehatan
a.         Keluhan utama : nyeri karena trauma karena pembedahan section caesaria
b.        Riwayat kesehatan sekarang
1)      Provocative : adanya indikasi section caesaria , menyebabkan klien dilkukan operasi SC à trauma pembedahan à discontinuiras jaringan menimbulkan nyeri.
2)      Qualitas / Quantitas : nyeri dirasakan klien setelah efek anestesi secara perlahan hilang, nyeri akan timbul jika efek pemberian analgetika berakhir ( 4 jam setelah pemberian) dan akan hilang saat analgetika di berikan. Qualitas nyeri bersifat subyektif tergantung bagaimana klien mempersepsikan nyeri tersebut.
3)      Region : daerah yang mengalami nyeri adalah luka insisi yang terdapat pada abdomen. Insisi pada SC klasik di Midline Abdomen antara pusat dan simpisis pubis, pada SC Transprovunda di daerah supra simpisis pubis dengan luka insisi melintang. Area penyebaran nyeri dirasakan sampai bokong dan terkadang adanya after pain ( nyeri alihan) yang dirasakan klien sampai ke pinggang.
4)      Skala nyeri berkisar dari nyeri sedang sampai nyeri berat, dengan skala numeric 1-10, berada pada rentang 5-10.
5)      Timing : nyeri dirasakan setelah 6 – 12 jam post section caesaria, dan 1-3 hari pertama SC.
c.         Riwayat kesehatan Dahulu
1)      Riwayat Ante Natal Care (ANC)
a)       Kehamilan sekarang G…P…..A…..H…..mg
b)      HPHT : tgl….bln….th…..HPL : tgl….bln…..th……
c)      Keluhan saat hamil ;\:……………………..
d)     Penyakit Yang di derita ibu saat hamil , penanganan penyakit
e)      Riwayat imunisasi TT ( sudah/ belum )
f)       Status imunisasi TT ( TT1,TT2,TT3,TT4.TT5)
g)      ANC berapa kali.......tempat pemeriksaan bidan/perawat/DSOG
                                                                                 i.          Trimester I ……..X
                                                                               ii.          Trimester II …….X
                                                                             iii.          Trimester II……...X
2)      Riwayat Intra natal
a)      Riwayat Persalinan terdahulu : cara persalinan ( spontan, buatan (SC, induksi)), penolong persalinan, tempat kelahiran, umur kehamilan ( aterm/preterm)
b)      Plasenta  ( spontan/ dibantu)
c)      Jumlah darah yang keluar
d)     Riwayat pemberian obat ( suntikan sebelum dan sesudah lahir)
e)      Riwayat Intranatal saat ini, kaji etiologi/ indikasi SC antara lain : partus lama, partus tak maju dan rupture uteri mengancam serta adanya gawat janin, gagal induksi, KPD, CPD, atau adanya tumor pelvic yang menghambat persalinan   .
3)      Riwayat post natal
a)     Pengkajian pada nifas yang lalu:
Tanyakan apakah adanya gangguan / komplikasi pada nifas yang lalu
b)    Pengkajian pada post Sectio Caesaria
Pada 4 jam sampai dengan 5 hari post partum kaji :
1)      Sirkulasi darah : periksa kadar Hb dan Ht
2)      Eliminasi : urin : pemasangan kateter indwelling; kaji warna, bau, jumlah. Bila kateter sudah di lepas observasi vesika urinaria
3)      Eliminasi : Faeces : pengosongan sistem pencernaan pada saat pra operasi dan saat operasi menyebabkan tidak adanya bising usus menyebabkan penumpukan gas à  resiko infeksi
4)      Pencernaan : kaji bising usus, adanya flatus
5)      Neurosensori : kaji sensasi dan gerakan klien setelah efek anestesi menghilang
6)      Nyeri : rasa nyeri yang di nyatakan klien karena insisi Sectio caesaria
7)      Pernafasan : kaji jumlah nafas dalam 1 menit, irama pernafasan, kemampuan klien dalam bernafas ( pernafasan dada/ abdomen), serta bunyi paru.
8)      Balutan insisi : kaji kebersihan luka, proses penyembuhan luka, serta tanda- tanda infeksi.
9)      Cairan dan elektrolit : kaji jumlah / intake cairan (oral dan parenteral) , kaji output cairan, kaji adanya perdarahan.
10)  Abdomen : letak fundus uteri, kontraksi uterus, serta tinggi fundus uteri.
11)  Psikis ibu : kecemasan, kemampuan adaptasi,support system yang mendukung ibu.
4)      Riwayat pemakaian kontrasepsi
Kapan , jenis / metode kontrasepsi, lama penggunaan, keluhan, cara penanggulangan, kapan berhenti serta alasannya.
5)      Riwayat pemakaian obat-obatan
a)    Pemakaian obat-obat tertentu yang sering di gunakan klien
b)   Pemakaian obat sebelum dan selama hamil.
6)      Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit herediter, ada tdaknya keluarga yang menderita tumor atau kanker     
3.      Pemeriksaan Fisik
a.         Sistem Reproduksi
1)   Abdomen : luka insisi, proses penyembuhan luka
2)   Uterus       : TFU, kontraksi, letak fundus uter.
3)   Lokhea     : jumlah, warna, bau, serta kaji adanya bekuan/ tidak
4)   Vulva &Vagina : kebersihan, ada tidaknya tanda-tanda radang
5)   Payudara : laktasi, pengeluaran ASI, kesulitan dalam pemberian ASI / menyusui,  kemampuan bayi menghisap
b.        Sistem Gastrointestinal
Bising usus di observasi setiap 1-2 jam post SC
c.         Sistem Kardiovaskuler
Ukur Tekana Darah, Denyut nadi, HB,Ht. Leucosit
d.        Sistem Genitourinaria
Vesicaurinaria, urine, warna, bau
e.         Sistem Muskuloskeletal
Kemampuan bergerak dan respon terhadap rangsangan, ambulasi dini, kaji Howman sign.
f.         Sistem Respirasi
Kaji respirasi rate, pola serta jenis pernafasan.
g.        Sistem Panca Indra
Penglihatan, pendengaran, perasa, peraba serta penciuman.
h.        Psikologis
Penerimaan ibu terhadap bayi, pelaksanan Inisiasi Menyusu Dini ( IMD).
i.          Pemeriksaan terhadap bayi baru lahir
Penilaiian APGAR SCORE
(Doenges, 2002)

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.         Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (Nanda, 2012)
2.         Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahan primer (Nanda, 2012)
3.         Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan, mual dan muntah (Doenges, 2002)
4.         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum primer (Nanda, 2012)
5.         Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan primer (Nanda, 2012)

C.    RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1.         Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, nyeri klien dapat berkrang, 
NOC:
a.    Pain Level
b.    Pain control
c.    Comfort Level
Kriteria Hasil :
a.    Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi ntuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b.    Skala nyeri 0 – 3
c.    Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC :
Pian Management :
a.    Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk  lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
b.    Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c.    Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
d.   Ajarkan teknik nonfarmakologi(nafas dalam)
e.    Tingkatkan istirahat
Analgesik Administration :
a.    Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
b.    Cek instruksi dokter tentang jenis, dosis, danfrekuensi
c.    Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
d.   Evaluasi efektifitas analgesic, tanda dan gejala
2.      Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahan primer
Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 3x24 jam diharapkan mampu mengontrol resiko infeksi dengan KH:
a.    Klien bebas dari tanda gejala infeksi
b.    mendiskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengarhui penularannya serta penatalaksanaannya
c.    Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d.    Menunujkan perilaku hidup sehat.
Intervensi:
Infection control:
a.    Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
b.    bersihkan lingkungan setelah Dipakai pasien lain
c.    Pertahankan teknik isolasi
d.   Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
e.    Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
f.     Ajarkan cara menghindari infeksi
g.    Ganti letak iv dan line central dressing sesuai dengan petunjuk
h.    Berkolaborasi dengan dokter dalam pembarian terapih antibotik
3.      Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan, mual dan muntah (Doenges, 2002)
Tujuan : 
Tidak terjadi devisit volume cairan, meminimalkan devisit  volume cairan
Kriteria hasil :
Membran mukosa lembab, kulit tak kering Hb 12gr %
Intervensi :
a.         Ukur dan catat pemasukan pengeluaran
      Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam       mengidentifikasikan  pengeluaran cairan atau kebutuhan pengganti dan menunjang intervensi
b.        Catat munculnya mual /muntah
Rasional : Masa post operasi semakin lama durasi anestesi semakin         besar beresiko untuk mual
c.         Periksa pembalut , banyaknya pendaraan
Rasional : Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hemoragi
d.        Beri cairan infus sesuai program
Rasional : Mengganti cairan yang telah hilang
4.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi :
a.    Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
b.    Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum
c.    Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
d.   Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi klien
e.    Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
5.    Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien diharapkan menunjukkan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu ditandai dengan:
a.         Napas pendek tidak ada
b.        Tidak ada penggunaan otot bantu
c.         Bunyi napastambahan tidak ada
d.        Ekspansi dada simetris
Intervensi:
a.         Pantau adanya pucat atau sianosis
b.        Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi
c.         Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk meningkatkan pola napas. Spesifikan teknik yang digunakan, misal: napas dalam
d.        Berikan obat nyeri untuk pengoptimalan pola pernapasan, spesifikkan jadwal

No comments:

Post a Comment

Makalah Asfiksia

LANDASAN TEORI A.     Pengertian Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terl...