Friday, 20 December 2019

Makalah Demam Typoid


TINJAUAN TEORI
A.   Pengertian
Demam Typoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri salmonella typhii dan bersifat endemic yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010)
Demam Typoid atau sering di sebut tifus abdominalis adalah penyakit akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multi sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhii (Muttaqin,A&Kumala,S. 2011)
Demam Typoid atau sering di sebut typoid fever adalah suatu sindrom sistemik terutama disebabkan oleh salmonella typhii. Demam typhoid merupakan jenis terbanyak dari salmonellosis. Jenis lain demam enteric adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh S. paratyphi A,S scottmulleri dan S. hirscheldii, demam typhoid memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enteric yang lain. (Widagdo, 2011).
B.    Etiologi
Demam Typhoid merupakan penyakit yang ditularkan melaluimakanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa.Seseorang yang sering menderita penyakit demam typhoid menandakanbahwa ia mengonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasibakteri ini
C.   Patofisiologi Pathways
Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadimelalui makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut.Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapatmelewati lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembang.
Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) ususkurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M)dan selanjutnya ke lamina propia. Didalam lamina propia bakteriberkembang biak dan ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian dibawa keplaques payeri di ilium distal. Selanjutnya Kelenjar getah beningmesenterika melalui duktus torsikus, bakteri yang terdapat di dalammakrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah mengakibatkan bacteremia pertama yang asimtomatik atau tidak menimbulkan gejala. Selanjutnyamenyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati danlimpa diorgan-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit danberkembang biakdi luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagikedalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia kedua yangsimtomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi sistemik.
Pathways

Perdarahan

Perforasi

Kekurangan volume cairan
D.   Gambaran Klinis
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhandan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu :demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis.Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifatdemam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hinggamalam hari. ( Widodo Djoko, 2009 )

E.    Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
1.    Pemeriksaan leukosit
Pda kebanyakan kaus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi dalam batas normal, malahan trkadang terdapat leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi atau infekksi sekunder.
2.    Pemeriksaan , SGOT, SGPT.
Pemeriksaan SGOT, SGPT akan meningkat, tetapi akan normal kembali setelah sembuh dari demam typhoid
3.    Tes widal
Maksud dari tes widal adalah untuk menetukan adanya agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam typhoid.
4.    Biakan darah
Biakan darah positif memastikan demam typhoid, tetapi biakan darah negative tidak menyingkirkan demam typhoid, karena pada pemeriksaan minggu pertama penyakit berkurang dan pada minggu-minggu berikutnya pada waktu kambuh biakan akan positif lagi.
F.    Penatalaksanaan
1.    Penatalaksanaan Medik
a.    Kloramfenikol.
Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
b.    Tiamfenikol.
Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
c.    Kortimoksazol.
Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
d.    Ampisilin dan amoksilin.
Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
e.    Sefalosporin Generasi Ketiga.
Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
f.     Golongan Fluorokuinolon
1)    Norfloksasin                 : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
2)    Siprofloksasin             : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
3)    Ofloksasin                  : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
4)    Pefloksasin               : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
5)    Fleroksasin               : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
6)    Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001).
G.   Asuhan Keperawatan
a.       Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, TB, BB, dan tanggal masuk RS.
b.      Riwayat Keperawatan
1)    Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran : apati sampai somnolen, dan gangguan saluran cerna seperti perut kembung atau tegang dan nyeri pada perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
2)    Riwayat penyakit sekarang.
Ingesti makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur, atau terkontaminasi dengan minuman.
3)      Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
4)      Riwayat kesehatan keluarga.
Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita demam tifoid dan menularkan kepada  janin melalui darah. Umumnya bersifat fatal.
5)      Riwayat kesehatan lingkungan.
6)      Demam tifoid saat ini terutama ditemukan di negara sedang berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Pengaruh cuaca terutama pada musim hujan sedangkan dari kepustakaan barat dilaporkan terutama pada musim panas.
c.       Pola-pola Fungsi Keperawatan
1.    Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
2.    Pola nutrisi dan metabolism
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
3.    Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
4.    Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
5.    Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.
6.    Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
7.    Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
d.      Pemeriksaan Fisik
1.    Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.
2.    Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
3.     Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
4.     Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
5.     Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
6.     Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
7.     Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
8.     Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
9.     Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
10.  Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.
e.  Diagnosa Dan Rencana Keperawatan
1.      Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh   pirogen endogen..
2.      Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, kehilangan cairan berlebih akibat muntah dan diare
3.      Cemas berhubungan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
4.      Nyeri abdomen berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5.      Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive
6.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
7.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, factor resiko dan perawatan lanjut berhubungan dengan keterbatasan koginitf.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL

Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen endogen.

Suhu tubuh akan kembali normal, keamanan dan kenyaman pasien dipertahankan selama pengalaman demam dengan kriteria suhu antara 366-373 0C, RR dan Nadi dalam batas normal, pakaian dan tempat tidru pasien kering, tidak ada reye syndrom, kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebihan
1.    Monitor tanda-tanda infeksi



2.    Monitor tanda vital tiap 2 jam







3.    Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya

4.    Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis pada pasien.
5.    Monitor komplikasi neurologis akibat demam



6.    Atur cairan parenteral sesuai order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.
7.    Kelola pemberian antipiretik, jangan berikan aspirin
1.     Infeksi pada umumnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh
2.     Deteksi resiko peningkatan suhu tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan patogen tertentu, menurun idhubungkan denga resolusi infeksi
3.     Memfasilitasi kehilangan panas lewat konveksi dan konduksi
4.     Kehilangan panas tubuh melalui konveksi dan evaporasi
5.     Febril dan enselopati bisa terjadi bila suhu tubuh yang meningkat.
6.     Menggantikan cairan yang hilang lewat keringat

7.     Aspirin beresiko terjadi perdarahan GI yang menetap.

2.   Resiko tinggi kekurangan cairan  tubuh berhubungan muntah dan  diare.
Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan dengan kriteria turgor kulit normal, membran mukosa lembab, urine output normal, kadar darah sodium, kalium, magnesium dna kalsium dalam batas normal.
1.     Kaji tanda-tanda dehidrasi

2.     Berikan minuman per oral sesuai toleransi

3.     Atur pemberian cairan per infus sesuai order.

4.     Ukur semua cairan output (muntah, diare, urine. Ukur  semua intake cairan.
1.      Intervensi lebih dini
2.      Mempertahankan intake yang adekuat
3.      Melakukan rehidrasi

4.      Meyakinkan keseimbangan antara intake dan ouput

3.   Cemas berhubungan berhubungan Dengan perubahan status kesehatan
setelah diberi tindakan selama 2 jam, klien bebas dari kecemasan
Kriteria hasil:
-         mampu mengungkapkan  perasaan .
-          Menunjukan rileks.

1.     1.Awasi respon fisiologis: takipnea, palipitasi, pusing.
2.     Catat perubahan perilaku: gelisah, menolak, depresi.

3.     Dorong untuk mengungkapkan tentang kecemasan dan ketakutan.

4.     Jelaskan tentang proses penyakitnya, program pengobatan dan rencana tindakan.
5.     Libatkan keluarga dalam membantu perawatan.


6.     Motivasi melakukan relaksasi dengan nafas dalam.
1.     Mengidentifikasi tingakat kecemasan.
2.     Mengidentifikasi penyimpangan perilaku.
3.     Memudahkan dalam membantu memecahklan masalah.
4.     Meningkatkan pemahaman
    klien.

5.     Dapat memberikan dorongan moril terhadap klien.
6.     Mengurangi ketegangan dan  membantu koping klien.

4.   Nyeri abdomen berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri pasien berkurang dengan indikator :
-      Klien menyatakan nyeri berkurang/hilang
-      Menggunakan teknik non farmakologi
-      Menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri
1.Monitor vital sign


2.Lakukan observasi terhadap nyeri meliputi skala, karakteristik, durasi, intensitas serta faktor pencetus nyeri.

3.Observasi respon non verbal   klien


4.Berikan lingkungan yang
     nyaman
1.     Mengetahui perubahan sistemik tubuh
2.     Menentukan intervensi yang sesuai dan kefektifan terapi yang diberikan.

3.     Mengidentifikasikan perasaan ketidaknyamanan kien
4.     Meningkatkan kenyamanan

5.   Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam resiko infeksi dapat diminimalkan dengan kriteria hasil :
Bebas dari tanda-tanda infeksi
- AL dan differensial normal
- Vital sign normal
- Mampu mendemostrasikan
   cara pencegahan infeksi
1.     Observasi vital sign dan adanya tanda-tanda infeksi pada daerah dilakukan tindakan invasif
2.     Monitor hasil laboratorium

3.     Lakukan perawatan dengan teknik septik dan aseptik
4.     Kolaborasi pemberian antibiotik
5.     Anjurkan klien dan keluarga untuk menjaga kebersihan lingkungan
1.     Mengetahui sedini mungkin adanya tanda-tanda infeksi


2.     Mencegah serta mengurangi terjadi infeksi silang
3.     Memabantu mencegah infeksi

6.   Intoleransi aktivitas berhubungan   dengan kelemahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam  klien mampu mentoleransi aktivitas dengan kriteria hasil :
- peningkatan kemampuan dan
   kekuatan otot dalam bergerak
- peningkatan aktivitas fisik
1.     Observasi KU kien
2.     Tentukan keterbatasan gerak Klien
3.     Lakukan ROM sesuai Kemampuan
4.     Kolaborasi dengan terapis untuk melaksanakan latihan
5.     Evaluasi fugsi sensorik
6.     Gunakan sentuhan untuk  meminimalkan spasme otot
7.     Tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan klien
1.     Dengan latihan pergerakan akan mencegah terjadinya kontraktur

2.     Meminimalkan pada kien untuk tidak terjadi kerusakan mobilitas fisik

7.   Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, factor resiko dan perawatan lanjut berhubungan dengan keterbatasan koginitf.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pengetahuan klien tentang penyakit bertambah dengan kriteria hasil :
1.     Kaji kesiapan klien untuk menerima informasi
2.     Kaji pengetahuan klien tentang penyakit hipertensi, penanganan  dan pencegahannya
3.     Bangun rasa saling percaya
4.     Jalaskan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, penanganan dan pencegahan sesuai dengan kemampuan klien
5.     Evaluasi tingkat pemahaman dan kemampuan  dalam menerima penjelasan
1.     Mengetahui tingkat pengetahuan untuk kesiapan dalam penyuluhan lebih lanjut



2.     Klien dapat belajar tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, penanganan dan pencegahan hipertensi
3.     Pemahaman klien dapat membenatu menentukan intervesi lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA
Prince and Willson.2005.Patofisiologi Vol. 2.Penerbit Buku Kedokteran ECG:Jakarta
Muhammad Ardiansyah.2012.Medikal Bedah.Penerbit Diva Press:Jogjakarta
Arif Muttaqin dan Kumala Sari.2011.Gangguan Gastrointestinal.Penerbit Salemba Medika:Jakarta
Suddarth & Brunner.2002. Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8 Vol. 2.Suzanne C.
Sodikin.2011.Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Gastrointestinal & Hepatobilier.Penerbit Salemba Medika.Jakarta
Doenges Marylin E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Penerbit Buku Kedokteran        EGC:Jakarta.
DEMAM TIFOID http://easthomas.blogspot.com/2010/05/demam-tifoid.html#ixzz2DmHaeKW8
Judith M. Wilkinson .2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi Nic dan Kriteria Hasil Noc. EGC : Jakarta.
Sylvia & Lorraine. 2005. Patofisiologi . EGC. Jakarta
Suratun.2010. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal.CV. Trans Info Media.Jakarta


No comments:

Post a Comment

Makalah Asfiksia

LANDASAN TEORI A.     Pengertian Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terl...