Monday 23 December 2019

Makalah halusinasi


LAPORAN PENDAHULUAN
 HALUSINASI
A.    DEFINISI
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
B.     MACAM-MACAM HALUSINASI
1.      Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2.      Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.



3.      Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4.      Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5.      Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6.      Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine
7.      Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C.     FAKTOR PREDIPOSISI
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1.      Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a.       Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b.      Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c.       Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2.      Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.



3.      Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
D.    FAKTOR PRESIPITASI
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1.      Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2.      Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3.      Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
E.     MANIFESTASI KLINIK
1.      Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2.      Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3.      Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4.      Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya ( apa yangdilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :
1.      Tahap I : halusinasi bersifat  menyenangkan
Gejala klinis :
a.       Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
b.      Menggerakkan bibir tanpa bicara
c.       Gerakan mata cepat
d.      Bicara lambat
e.       Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2.      Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
a.       Cemas
b.      Konsentrasi menurun
c.       Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3.      Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
a.       Cenderung mengikuti halusinasi
b.      Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c.       Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
d.      Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)
4.      Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
a.       Pasien mengikuti halusinasi
b.      Tidak mampu mengendalikan diri
c.       Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d.      Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
F.      AKIBAT YANG DITIMBULKAN
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1.      Memperlihatkan permusuhan
2.      Mendekati orang lain dengan ancaman
3.      Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4.      Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5.      Mempunyai rencana untuk melukai
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, dimana klien mengalami panic dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan. Tanda dan gejalanya adalah muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang
G.    PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1.      Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2.      Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan
3.      Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4.      Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5.      Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
Farmako:
1.      Anti psikotik:
a.       Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
b.      Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
c.       Stelazine
d.      Clozapine (Clozaril)
e.       Risperidone (Risperdal)
2.      Anti parkinson:
a.       Trihexyphenidile
b.      Arthan
H.    PATOFISIOLOGI HALUSINASI
Patofiologi  halusinasi   yaitu  menurut  Maramis  (2004),  halusinasi  dapat didefinisikan  sebagai  terganggunya  persepsi  sensori  seseorang,  dimana  tidak terdapat stimulus, individu merasa ada stimulus yang sebetulnya tidak ada, pasien merasa  ada  suara  padahal  tidak  ada  stimulus  suara,  bisa  juga  berupa  suara-suara bising  dan  mendengung,  tetapi  paling  sering  berupa  kata-  kata  yang  tersusun dalam  bentuk  kalimat  yang  mempengaruhi  tingkah  laku  klien,  sehingga  klien menghasilkan respon tertentu seperti bicara sendiri. Suara bisa berasal dari dalam diri individu atau dari luar dirinya. Isi suara tersebut dapat memerintahkan sesuatu pada klien atau seringnya tentang perilaku klien sendiri, klien merasa yakin bahwa suara itu dari Tuhan, sahabat dan musuh (Rahmawati, 2014)
Terjadinya   Halusinasi   dipengaruhi   oleh   faktor   predisposisi   dan   faktor presipitasi. Menurut   Dermawan   dan   Rusdi   (2013),   faktor   predisposisi   yang mempengaruhi masalah  halusinasi  yaitu; faktor biologis, faktor psikologis, faktor sosial   budaya.Menurut   Stuart   (2007),   faktor   presipitasi   terjadinya   gangguan halusinasi  adalah  faktor  biologis,  stress  lingkungan,  pemicu  gejala  dan  sumber koping (Rahmawati, 2014).
Menurut      Stuart   &   Laraia   (2005)   dalam   Suwardiman   (2011),   proses halusinasi terjadi melalui empat tahapan, antara lain :
1.      Tahap   dirasakan   oleh   klien   sebagai   pengalaman   yang   memberi   rasa nyaman, dengan perilaku yang sering ditampilkan pada tahapan ini adalah tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi.
2.      Tahap  menyalahkan,  pada  tahap  ini  dikarakteristikan  sebagai  pengalaman sensori dan isolasi diri.
3.      Tahap  mengontrol,  perilaku   yang  ditampilkan  pada  tahap  ini  adalah perintah  halusinasi  dituruti,  sulit  berhubungan  dengan  orang  lain,  dan rentang perhatian hanya beberapa detik.
4.      Tahap menguasai, perilaku yang sering dimunculkan pada tahap ini adalah perilaku  panik,  perilaku  mencederai  diri  sendiri  atau  orang  lain,  dan potensial bunuh diri.





ASUHAN KEPERAWATAN
1.     Data yang Perlu Dikaji
a.       Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
b.      Faktor prediposisi
1)      Faktor perkembangan terlambat
·         Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
·         Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
·         Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2)      Faktor komunikasi dalam keluarga
·         Komunikasi peran ganda
·         Tidak ada komunikasi
·         Tidak ada kehangatan
·         Komunikasi dengan emosi berlebihan
·         Komunikasi tertutup
·         Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang otoritas dan konflik dalam keluarga
3)      Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.



4)      Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5)      Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
6)      Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
c.       Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1)      Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2)      Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).
3)      Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku.
1)      Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2)      Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dala, berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan kerja, dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.


3)      Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala.
4)      Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara sendiri. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang iperlukan meliputi :
·         Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.
·         Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.
·         Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Perawat bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pertanyaan klien.
·         Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
d.      Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
1)      Status mental
·         Penampilan  :  tidak rapi, tidak serasi
·         Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
·         Aktivitas motorik : meningkat/menurun
·         Afek : sesuai/maladaprif
·         Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan nformasi
·         Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir
·         Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
·         Tingkat kesadaran
·         Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2)      Mekanisme koping
·         Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
·         Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggungjawab kepada oranglain.
·         Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan stimulus internal
3)      Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
2.     Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu:
a.       Resiko Perilaku kekerasan
b.      Gangguan persepsi sensori: halusinasi
c.       Isolasi sosial
d.      Harga diri rendah
3.     Rencana Keperawatan
Dx
Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Resiko perilaku kekerasan
Selama perawatan diruangan, pasien tidak memperlihatkan perilaku kekerasan, dengan criteria hasil
·         Dapat membina hubungan saling percaya
·         Dapat mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan akibat PK yang sering dilakukan
·         Dapat mendemonstrasikan cara mengontrol PK dengan cara :
v  Fisik
v  Social dan verbal
v  Spiritual
v  Minum obat teratur
·         Dapat menyebutkan dan mendemonstrasikan cara mencegah PK yang sesuai
·         Dapat memelih cara mengontrol PK yang efektif dan sesuai
·         Dapat melakukan cara yang sudah dipilih untuk mengontrl PK
·         Memasukan cara yang sudah dipilih dalam kegitan harian
·         Mendapat dukungan dari keluarga untuk mengontrol PK
·         Dapat terlibat dalam kegiatan diruangan
Tindakan Psikoterapi
a.       Pasien
1.    BHSP
·      Ajarakan SP I:
v  Diskusikan penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan akibat PK yang dilakukan pasien serta akibat PK
v  Latih pasien mencegah PK dengan cara: fisik (tarik nafas dalam & memeukul bantal)
v  Masukkan dalam jadwal harian
·      Ajarkan SP II:
v  Diskusikan jadwal harian
v  Latih pasien mengntrol PK dengan cara sosial
v  Latih pasien cara menolak dan meminta yang asertif
v  Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
·      Ajarkan SP III:
v  Diskusikan jadwal harian
v  Latih cara spiritual untuk mencegah PK
v  Masukkan dalam jadawal kegiatan harian
·      Ajarkan SP IV
v  Diskusikan jadwal harian
v  Diskusikan tentang manfaat obat dan kerugian jika tidak minum obat secara teratur
v  Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
·      Bantu pasien mempraktekan cara yang telah diajarkan
·      Anjurkan pasien untuk memilih cara mengontrol PK yang sesuai
·      Masukkan cara mengontrol PK yang telah dipilih dalam kegiatan harian
·      Validasi pelaksanaan jadwal kegiatan pasien dirumah sakit
b.      Keluarga
·      Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien PK
·      Jelaskan pengertian tanda dan gejala PK yang dialami pasien serta proses terjadinya
·      Jelaskan dan latih cara-cara merawat pasien PK
·      Latih keluarga melakukan cara merawat pasien PK secara langsung
·      Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum obat
Tindakan psikofarmako
·      Berikan obat-obatan sesuai program pasien
·      Memantau kefektifan dan efek samping obat yang diminum
·      Mengukur vital sign secara periodic
Tindakan manipulasi lingkungan
·      Singkirkan semua benda yang berbahaya dari pasien
·      Temani pasien selama dalam kondisi kegelisahan dan ketegangan mulai meningkat
·      Lakaukan pemebtasan mekanik/fisik dengan melakukan pengikatan/restrain atau masukkan ruang isolasi bila perlu
·      Libatkan pasien dalam TAK konservasi energi, stimulasi persepsi dan realita
Gangguan persepsi sensori: halusinasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu mengontrol halusinasi dengan kriteria hasil:
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya
2.      Klien dapat mengenal halusinasinya; jenis, isi, waktu, dan frekuensi halusinasi, respon terhadap halusinasi, dan tindakan yg sudah dilakukan
3.      Klien dapat menyebutkan dan mempraktekan cara mengntrol halusinasi yaitu dengan menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, terlibat/ melakukan kegiatan, dan minum obat
4.      Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya
5.      Klien dapat minum obat dengan bantuan minimal
6.      Mengungkapkan halusinasi sudah hilang atau terkontrol
TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
a.     Klien
·         Bina hubungan saling percaya
·         Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
·         Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya
·         Tanyakan keluhan yang dirasakan klien
·         Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien tentang halusinasinya meliputi :
SP I
·         Identifikasi  jenis halusinasi Klien
·         Identifikasi isi halusinasi Klien
·         Identifikasi waktu halusinasi Klien
·         Identifikasi frekuensi halusinasi Klien
·         Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
·         Identifikasi  respons Klien terhadap halusinasi
·         Ajarkan Klien menghardik halusinasi
·         Anjurkan Klien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
SP II
·         Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
·         Latih Klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
·         Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III
·         Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
·         Latih Klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan Klien di rumah)
·         Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IV
·         Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
·         Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
·         Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
·         Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
·         Menganjurkan Klien mendemonstrasikan cara control yang sudah diajarkan
·         Menganjurkan Klien memilih salah satu cara control halusinasi yang sesuai
b.     Keluarga
·         Diskusikan masalah yang dirasakn keluarga dalam merawat Klien
·         Jelaskan pengertian tanda dan gejala, dan jenis halusinasi yang dialami Klien serta proses terjadinya
·         Jelaskan dan latih cara-cara merawat Klien halusinasi
·         Latih keluarga melakukan cara merawat Klien halusinasi secara langsung
·         Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum obat

TINDAKAN PSIKOFARMAKO
·         Berikan obat-obatan sesuai program Klien
·         Memantau kefektifan dan efek samping obat yang diminum
·         Mengukur vital sign secara periodic

TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN
·         Libatkan Klien dalam kegiatan di ruangan
·         Libatkan Klien dalam TAK halusinasi
Isolasi Sosia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Klien dapat berinteraksi dengan orang lain baik secara individu maupun secara berkelompok dengan kriteria hasil :
·         Klien dapat membina hubungan saling percaya.
·         Dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
·         Dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
·         Dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
·         Dapat berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain secara bertahap.
·         Terlibat dalam aktivitas sehari-har
TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
a.    Klien
SP 1                                            
·         Bina hubungan saling percaya
·         Identifikasi penyebab isolasi sosial
SP 2           
·         Diskusikan bersama Klien keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
·         Ajarkan kepada Klien cara berkenalan dengan satu orang
·         Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan berkenalan dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian dirumah
SP 3
·         Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
·         Beri kesempatan pada Klien mempraktekan cara berkenalan dengan dua orang
·         Ajarkan Klien berbincang-bincang dengan dua orang tetang topik tertentu
·         Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian dirumah
SP 4
·         Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
·         Jelaskan tentang obat yang diberikan (Jenis, dosis, waktu, manfaat dan efek samping obat)
·         Anjurkan Klien memasukan kegiatan bersosialisasi dalam jadwal kegiatan harian dirumah
·         Anjurkan Klien untuk bersosialisasi dengan orang lain
b.    Keluraga
·         Diskusikan masalah yang dirasakan kelura dalam merawat Klien
·         Jelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami Klien dan proses terjadinya
·         Jelaskan dan latih keluarga cara-cara merawat Klien

TINDAKAN PSIKOFARMAKA
·         Beri obat-obatan  sesuai program
·         Pantau keefektifan dan efek sampig obat yang diminum
·         Ukur vital sign secara periodik

TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN
·         Libatkan dalam makan bersama
·         Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak singkat tapi sering
·         Berikan reinforcement positif  setiap Klien berhasil melakukan suatu tindakan
·         Orientasikan Klien pada waktu, tempat, dan orang sesuai kebutuhannya


DAFTAR PUSTAKA

Antonim. 2008. Askep Halusinasi. Dimuat dalam http://augusfarly.wordpress.com/2008/08/21/askep-halusinasi/. (Diakses : 8 Agustus 2012)
Anonim. 2009. Askep dengan Halusinasi. Dimuat dalam http://aggregator.perawat.web.id [Diakses : 15 Oktober 2011]
Anonim. 2008. Halusinasi . Dimuat dalam. http://harnawatiaj.wordpress.com/ [Diakses : 15 Oktober 2011]
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Keliat Budi Ana. 1999. Proses  Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama. 








Makalah Asfiksia

LANDASAN TEORI A.     Pengertian Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terl...