Hipertensi
A. Pengertian
Hipertensi atau tekanan darah tinggi berarti ada tekanan
yang tinggi di dalam pembuluh darah arteri. Arteri merupakan pembuluh darah
yang membawa darah dari jantung menuju ke seluruh jaringan organ tubuh.
Sehingga apabila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg dapat dikatakan
hipertensi (Sutono 2008).Seorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan
sistoliknya mencapai diatas 140 mmHg, dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg,
Tekanan sistolik adalah tekanan maksimum di mana jantung berkontraksi dan
memompa darah keluar sedangkan tekanan diastolic adalah tekanan dimana jantung
sedang mengalami relaksasi menerima curahan darah dari pembuluh darah perifer
(Wirawan, 2013).
Hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan
diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).
Hipertensi adalah
tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan hipertensi adalah
suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan darah
(Mansjoer,2000 : 144)
Hipertensi adalah
keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau tekanan diastolic
lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostic ini dapat dipastikan dengan mengukur
rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001 : 453)
Jadi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana
terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan darah sehingga dapat mengganggu kesehatan yang ditandai adanya tekanan sistolik
>140 mmHg dan tekanan diastolik >90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001).
Tabel 2.1. Klasifikasi Pengukuran
Tekanan Darah
European Society of Hypertension
(ESH)/European Society of Cardiology (ESG) (2013)
Kategori
|
Sistolik (mmHg)
|
Diastolik (mmHg)
|
Optimal
Normal
Normal Tinggi / Pra Hipertensi
Hipertensi Derajat I
Hipertensi Derajat II
Hipertensi Derajat III
|
< 120
120 – 129
130 – 139
140 – 159
160 – 179
≥ 180
|
< 80
80 – 84
85 – 89
90 – 99
100 – 109
≥ 110
|
B. Etiologi
Faktor resiko
adalah faktor atau keadaan yang mempengaruhi perkembangan suatu penyakit atau
status kesehatan (Bustan 2007). Ada
banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi, diantaranya
yaitu ;
1.
Faktor
usia, Seiring bertambahnya usia fungsi kardiovaskuler berubah, Peningkatan
tahanan pembuluh darah dan kekuatan arteri juga merupakan efek dari menua.
2.
Jenis
kelamin, Pria lebih banyak menderita hipertensi dari pada perempuan Pada usia
muda dan paruh baya. Namun insiden pada perempuan akan meningkat pada usia
>60 tahun karena menopouse, Menopouse mengakibatkantekanan darah cenderung
meningkat karena kadar estrogen pada perempuan yang memasuki menopause akan
menurun.
3.
Obesitas
juga merupakan faktor yang menentukan untuk terjadinya hipertensi.
4.
Riwayat
keluarga, Pengaruh genetic atau keturunan pada hipertensi telah di buktikab
dalam penelitian.
5.
Olah
raga dan stress juga sangat berpengaruh pada peningkatan tekanan darah(Nisa,
2013).
C.
Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor di hantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf paska
ganglion ke pembuluh darah dimana dengan dilepaskanya noreepinerin
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
noreepinefrin, meskipun tidak di ketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.
Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebankan
vasokontriksi. Korteks adenal mensekresi kortisol dan steroid lainya yang dapat
memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, mengakibatkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian di ubah menjadi angiotensin
II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada giliranya merangsang sekresi
aldosterone oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan
air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua
faktor ini cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi untuk petimbangan gerontology. Perubahan struktur dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan pada relaksasi otot polos
pembuluh darah yang pada giliranya menurunkan kemampuan ditensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuanya
dalam mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh jantung(volum sekuncup),
mengakibatkan penrunancurah jantung dan
peningkatan tahanan perifer(Aoronson, 2008)
Pathway
D. Gambaran
Klinis
Menurut Price
& Wilson (2005) gejala hipertensi sebagai berikut:
1.Sakit kepala bagian gelakang dan kaku kuduk
2.Sulit tidur dan gelisah atau cemas dan kepala pusing
3.Dada berdebar-debar
4.Lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing
Gejala hipertensi yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis,
marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata
berkunang-kunang, dan pusing (Mansjoer, 2001).
E. Pemeriksaan
Penunjang dan Diagnostik
1.
Elektro
Kardio Grafi (EKG )
a.
Kemungkinan ada pembesatan ventrikal kiri, pembesaran
arteri kiri, adanya penyakit jantung koroner atau aritmia.
b.
Dapat menunjukan pembesaran jantung, pola regangan dan
gangguan konduksi
Catatan : luas, peninggian gelombang adalah salah satu tanda dari penyakit
penyakit jantung hipertensi.
2.
Ekokardiogram
tampak penebalan dinding ventrikel
kiri, mungkin juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistolik dan
diastolik
3.
Foto
rontgen
Kemungkinan ditemuka pembesaran
jantung, vaskularisasi tau aorta yang lebar.Dapat menunjukkan obstruksi
klasifikasi pada area katup deposit pada dada atau takik aorta, pembesaran
jantung.
4.
Laboratorium
Asam urat : hiperuriemia
telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi.
5.
Kalsium
serum : peningkatan
kadar kalsium serum cepat meningkatkan hipertensi hipertensi
BUN /
Kreatin : memberika
informasi tentang perfusi atau fungsi ginjal
F. Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan
Medik
Farmakologi
Guideline tata laksana hipertensi di antaranya adalah dari
JNC 7 (2003) dan dari ESC/ESH (2007). Keduanya merupakan rujukan utama
tatalaksana hipertensi. Selain itu, para ahli juga menganjurkan jangan hanya
memusatkan perhatian pada angka tekanan darah, namun juga harus ditelusuri
faktor-faktor risiko kadiovaskular lainnya, adanya kerusakan target organ serta
adanya penyakit penyerta (komorbiditas). Dengan perkataan lain para ahli
menyarankan pendekatan holistik dalam tata laksana hipertensi.
Golongan obat
antihipertensi yang banyak digunakan adalah diuretik tiazid (misalnya
bendroflumetiazid), beta‐bloker,
(misalnya propanolol,
atenolol,) penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya
captopril, enalapril), antagonis angiotensin
II (misalnya candesartan, losartan), calcium channel blocker (misalnya
amlodipin, nifedipin) dan alphablocker (misalnya doksasozin).
a.
Diuretik
tiazid
Diuretik tiazid
adalah diuretik dengan potensi menengah yang menurunkan tekanan darah dengan
cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal,
meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga mempunyai efek
vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek
antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral,
terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati.
Efek diuretik tiazid
terjadi dalam waktu 1‐2 jam setelah
pemberian dan bertahan sampai 12‐24 jam, sehingga obat
ini cukup diberikan sekali sehari. Efek antihipertensi terjadi pada dosis
rendah dan peningkatan dosis tidak memberikan manfaat pada tekanan darah,
walaupun diuresis meningkat pada dosis tinggi. Efek tiazid pada tubulus ginjal
tergantung pada tingkat ekskresinya, oleh karena itu tiazid kurang bermanfaat
untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
b.
Beta-blocker
Stimulasi reseptor
beta pada otak dan perifer akan memacu pelepasan neurotransmitter yang meningkatkan
aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta‐1 pada nodus sino‐atrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi.
Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan pelepasan rennin,
meningkatkan aktivitas system renninangiotensin‐aldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac
output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang
diperantarai aldosteron dan retensi air. Terapi menggunakan beta‐blocker akan mengantagonis semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan
darah.
c.
ACE inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari precursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada darah,
pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor
kuat yang memacu pelepasan aldosteron
dan aktivitas simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin II ini akan menurunkan
tekanan darah. Jika sistem angiotensin-renin-aldosteron
teraktivasi (misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik)
efek antihipertensi ACEi akan lebih besar. ACEi juga bertanggungjawab terhadap
degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi.
Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih
kuat. Beberapa perbedaan pada parameter farmakokinetik obat ACEi. Captopril
cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga bermanfaat
untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik pada pemberian ACEi.
Dosis pertama ACEi harus diberikan pada malam hari karena
penurunan tekanan darah mendadak
mungkin terjadi, efek ini akan meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium
rendah.
d.
AntagonisAngiotensin II
Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh
darah dan target lainnya. Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2.
Reseptor AT1 memperantarai respon farmakologis angiotensin II, seperti
vasokonstriksi dan penglepasan aldosteron. Dan oleh karenanya menjadi target
untuk terapi obat. Fungsi reseptor AT2 masih belum begitu jelas. Banyak
jaringan mampu mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II tanpa melalui ACE. Oleh karena itu memblok system
renin-angitensin melalui jalur antagonis reseptor AT1 dengan pemberianantagonis
reseptor angiotensin II mungkin
bermanfaat.
e.
Calcium channel blocker
Calcium channelblockers (CCB) menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel
miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel-sel otot polos pembuluh
darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan
propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi,
interferensi dengan konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas
adalah proses yang bergantung pada ion kalsium. Terdapat tiga kelas CCB:
dihidropiridin (misalnya nifedipin dan amlodipin); fenilalkalamin (verapamil)
dan benzotiazipin (diltiazem). Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator
perifer yang merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil dan
diltiazem mempunyai efek kardiak dan dugunakan untuk menurunkan heart rate dan
mencegah angina.
f. Alpha-blocker
Alpha‐blocker(penghambat adreno-septor alfa-1) memblok
adrenoseptor alfa-1 perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi karena
merelaksaasi otot polos pembuluh darah. Diindikasikan untuk hipertensi yang
resisten.
g.
Golongan lain
Antihipertensi
vasodilator (misalnya hidralazin, minoksidil) menurunkan tekanan darah dengan
cara merelaksasi otot polos pembuluh darah. Antihipertensi kerja sentral
(misalnya klonidin, metildopa, monoksidin) bekerja pada adrenoseptor alpha-2
atau reseptor lain pada batang otak, menurunkan aliran simpatetik ke jantung,
pembuluh darah dan ginjal, sehingga efek ahirnya menurunkan tekanan darah.
2.
Asuhan
Keperawatan
1.
Pengkajian
Primer
a.
Airway
1)
Kaji
dan pertahankan jalan nafas
2)
Lakukan
head tilt chin lift jika perlu
3)
Gunakan
alat bantu untuk jalan napas jika perlu
4)
Pertimbangkan
untuk merujuk ke ahli anastesi untuk dilakukan intubasi jika tidak dapat
mempertahankan jalan nafas.
b.
Breathing
1)
Kaji
saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter untuk mempertahankan
saturasi <92%
2)
Berikan
O2 dengan aliran tinggi melalui non rebreathing mask
3)
Pertimbangkan
untuk mendapatkan pernafasan dengan menggunakan back valve mask ventilation
4)
Lakukan
pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
5)
Kaji
jumlah pernafasan
6)
Lakukan
pemeriksaan system pernafasan
7)
Lakukan
pemeriksaan foto thorak
c.
Circulation
1)
Kaji
HR dan ritme kemungkinan terdengar suara gallof
2)
Kaji
peningkatan JVP
3)
Monitoring
tekanan darah
4)
Pemeriksaan
EKG mungkin menunjukkan sinus takhikardi, adanya suara
terdengar jelas pada S4 dan S3, right bundle branch block (RBBB), righ axist
deviation (RAD)
5)
Lakukan
pemeriksaan darah lengkap
6)
jJika ada kemungkinan KP berikan Nifedipin sublingual
7)
Jika pasien syok berikan berikan bolus
Diazoxid,Nitropusid
d.
Disability
1)
Kaji
tingkat kesadaran menggunakan AVPU
2)
Penurunan
kesadarn menunjukkan tanda awal pasien masuk kondisi extrim dan membutuhkan
pertolongn medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU
e.
Exprosure
1)
Jika
pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
lainnya
2)
Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik
2.
Pengkajian
Sekunder
a.
Riwayat
kesehatan masa lalu :Riwayat keturunan, riwayat penyakit jantung koroner,
merokok, penylahgunaan obat,tingkat stress yang tinggi, dan gaya hidup kurang
beraktivitas
b.
Riwayat
kesehatan sekarang : Sakit kepala hebat, nyeri dada, pingsan, tachikardia,
tachipnoe, muka pucat
c.
Status
mental : Tingkat stres yang tinggi, emosi labil
d.
Pernapasan
:Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan, nafas cepat,
tachipnea, sesak saat aktivitas
e.
Gastro
intestinal :Adanya mual, muntah
f.
Pola
aktivitas :Kelemahan tubuh, cepat lelah, sesak saat aktivitas, frekuensi jantung
meningkat, perubahan irama jantung.
3.
Pemeriksaan
Fisik
1)
Inspeksi : Pasien
tampak lemah, pucat, adanya sianosis, pasien tamopak tampak sesak( adanya
peranafasan cuping hidung, RR> 16-20 x/mnt), tampak oedema pada kaki.
2)
Palpasi
: tekanan darah > 160/90 mmHg, turgor kulit > 2 detik, CTR >2
detik, nadi teraba kuat, jelas dan cepat, pembesaran ginjal
3)
Perkusi : suara
dullnes pada paru
4)
Auskultasi : terdengar
suara jantung S3,S4, terdengar suara crackles pada paru, terdengar suara bruit
pada abdomen
2. Pemeriksaan
Penunjang
1)
Darah : rutin, BUN, Creatinine, AGD
2)
EKG : 12 lead, untuk melihat iskemi
3)
Pemeriksaan
radiologi, foto dada untuk mengetahui edemaparu
4)
Urine : Urinalisa dan kultur urine
3. Diagnosa
keperawatan
a. Nyeriakutberhubungan dengan agen injuri peningkatan tekananvaskuler
serebral, iskemia miokard
b.
Perfusi
jaringankardiopulmonal tidakefektif b/d gangguan afinitasHb oksigen,
penurunankonsentrasi Hb, Hipervolemia,Hipoventilasi, gangguantransport O2,
gangguan aliranarteri dan vena
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
d.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
RENCANA KEPERAWATAN
|
|||
NO. DX
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
TUJUAN (NOC)
|
INTERVENSI (NIC)
|
1.
|
Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri
(biologi,kimia,fisik, psikologis), kerusakan jaringan
DS:
– Laporan
secara verbal
DO:
– Posisi
untuk menahan nyeri
– Tingkah
laku berhati-hati
– Gangguan
tidur (mata sayu,tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
– Terfokus
pada diri sendiri
– Fokus
menyempit (penurunan persepsi waktu,
kerusakan
proses berpikir, penurunan interaksi dengan
orang dan
lingkungan)
– Tingkah
laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
– Respon
autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah,perubahan nafas, nadi
dan dilatasi pupil)
– Perubahan
autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
– Tingkah
laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh kesah)
– Perubahan
dalam nafsu makan dan minum
|
NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria
Hasil :
1. Mampu
mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
2. Melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
3. Mampu
mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).
4. Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
5. Tanda vital
dalam rentang normal
|
NIC :
Pain Management
1. Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
a. EBN: EB: peringkatnyeridimensi
tunggaldianggap valid dan reliabelsebagai ukurantingkatintensitas nyeri(Breivik
Ctal,
2008).
EBN:
Penyelidikansikap
dankeyakinan keperawatan tentangpenilaian nyerimengungkapkan bahwapenggunaan
yang efektifdariskala penilaiannyerisering ditentukanolehsikap
pribadiperawattentangefektivitasnya(Awam-Young, Horton,
&Davidhizar,
2006).
2. Observasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3. Gunakan
teknik komunikasi sterapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
4. Evaluasi
pengalaman nyeri masa lampau.
EBN: Mengetahui pengalaman nyeri masa lampau
pasien membantu mengidentifikasi faktor-faktor potensial yang berpengaruh
terhadap kesediaannya pasien dalam laporan nyeri, seperti, faktor-faktor yang
mempengaruhi intensitas nyeri, respon
klien terhadap nyeri, kecemasannya, dan efek farmakologi dari analgetik
(Kalkman et al, 2003, Deane & Smith, 2008).
5. Kontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan.
6. Kurangi
faktor presipitasi nyeri.
7. Pilih dan
lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal).
8. Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
EBN: Nyeri
akut dapat dicapai dengan istirahat (hal ini penting untuk kenyamanan) dan
menjaga pergerakkan (hal ini penting
untuk
fungsi vital
dan
menurunakan
risiko dari cardiopulmonari dan kejadian
tromboembolik)
(Breivik et al, 2008)
9. Ajarkan
tentang teknik non farmakologi.
10. Evaluasi
keefektifan kontrol nyeri.
11. Tingkatkan
istirahat
EBN: Nyeri akut dapat dicapai
dengan istirahat (hal ini penting untuk kenyamanan) dan menjaga pergerakkan
(hal ini penting untuk fungsi vital dan menurunakan risiko dari
cardiopulmonari dan kejadian tromboembolik) (Breivik et al, 2008).
12. Kolaborasikan
dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.
13. Monitor
penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Adminsistration
1. Tentukan
lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi
dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi.
3. Cek riwayat
alergi.
4. Pilih
analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu.
5. Tentukan
pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri.
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal.
7. Pilih rute
pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur.
EBN:
Memberikan analgetik dengan IV lebih cepat mengontrol nyeri berat. Lebih
efektif mengontrol nyeri daripada permintaan injeksi IM (Chang, Ip, &
Cheung, 2004, Bainbridge, Martin, & Cheng, 2006).
8. Monitor vital
sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali.
9. Berikan
analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
10. Evaluasi
efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
|
2.
|
Perfusi jaringankardiopulmonal tidakefektif b/d gangguan
afinitas Hb oksigen, penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi,
gangguan transport O2, gangguan aliran arteri dan vena
DS:
– Nyeri
dada
– Sesak
nafas
DO
– AGD
abnormal
– Aritmia
– Bronko
spasme
– Kapilare
refill > 3 dtk
– Retraksi
dada
– Penggunaan
otot-otot tambahan
|
NOC :
1. Cardiac
pump
Effectiveness
2. Circulation
status
3. Tissue
Prefusion :
cardiac,
periferal
4. Vital
Sign Status
Setelah
dilakukan asuhan
selama………
ketidakefektifan
perfusi
jaringan
kardiopulmonal
teratasi
dengan kriteria
hasil:
1. Tekanan
systole dan diastole
dalam rentang
yang diharapkan
2. CVP
dalam batas normal
3. Nadi
perifer kuat dan simetris
4. Tidak
ada oedem perifer dan
asites
5. Denyut
jantung, AGD, ejeksi
fraksi dalam
batas normal
6. Bunyi
jantung abnormal
tidak ada
7. Nyeri
dada tidak ada
8. Kelelahan
yang ekstrim tidak
ada
9.Tidak ada
ortostatikhipertensi
|
NIC :
1.Monitor
nyeri dada (durasi,
intensitas
dan faktor-faktor presipitasi)
2.Observasi
perubahan ECG
3. Auskultasi
suara jantung dan paru
4. Monitor
irama dan jumlah denyut
jantung
5. Monitor
angka PT, PTT dan AT
6. Monitor
elektrolit (potassium dan magnesium)
7. Monitor
status cairan
8. Evaluasi
oedem perifer dan denyut nadi
9. Monitor
peningkatan kelelahan dan kecemasan
10. Instruksikan
pada pasien untuk tidak mengejan selama BAB
11. Jelaskan
pembatasan intake kafein, sodium, kolesterol dan lemak
12. Kelola
pemberian obat-obat:
analgesik,
anti koagulan, nitrogliserin, vasodilator dan diuretik.
13. Tingkatkan
istirahat (batasi
pengunjung,
kontrol stimulasi
lingkungan)
|
3
|
Penurunan
curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load dan afterload,
kontraktilitas jantung.
DO/DS:
-
Aritmia, takikardia, bradikardia
-
Palpitasi, oedem
-
Kelelahan
-
Peningkatan/penurunan JVP
-
Distensi vena jugularis
-
Kulit dingin dan lembab
-
Penurunan denyut nadi perifer
-
Oliguria, kaplari refill lambat
-
Nafas pendek/ sesak nafas
-
Perubahan warna kulit
-
Batuk, bunyi jantung S3/S4
-
Kecemasan
|
NOC :
Cardiac Pump effectiveness,
circulation Status
Vivittal Sign
Status
Kriteria Hasil:
1. Tanda Vital
dalam rentangnormal (Tekanan darah, Nadi,
respirasi).
2. Dapat
mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan.
3. Tidak ada
edema paru, perifer, dan tidak ada asites.
4. Tidak ada
penurunan kesadaran
|
NIC :
Cardiac Care
1. Pantau vital sign
EBN: membandingkan dari
tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan bidang
masalah vaskuler.
2. Amati warna kulit
kelembaban suhu
EBN: adanya pucat,
dingin, kulit lembab atau masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan
dengan vasokonfriksi atau mencerminkan dekompersasi atau penurunan curah
jantung.
3. Catat edema umum atau
tertentu.
EBN: dapat mengindikasi gagal
jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler
4. Berikan lingkungan yang
nyaman, kurangi aktivitas atau keributan lingkungan
EBN: membantu untuk
menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan relaksasi.
5. Pertahankan pembatasan
aktivitas seperti istirahat ditempat tidur atau kursi
EBN: menurunkan stress dan
ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit
hipertensi.
6. Lakukan
tindakan-tindakan yang nyaman, seperti pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala
tempat tidur.
EBN: mengurangi
ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang simpatis.
7. Anjurkan teknik
relaksasi(nafas dalam) dan teknik distraksi(mengobrol)
EBN: dapat menurunkan
rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga akan
menurunkan TD.
8. Kolaborasi dalam
pemberian obat-obat anti hipertensi
EBN: reaksi dari obat-obat
anti hipertensi menurunkan TD
9.Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian
oksigen
10.Kelola pemberian obat
anti aritmia, inotropik, nitrogliserin dan vasodilator untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung
11.Kelola pemberian
antikoagulan untuk mencegah trombus perifer
Vital Sign Monitoring
1.
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR.
2.
Catat adanya fluktuasi tekanan
darah.
3.
Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri.
4.
Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan.
5.
Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas.
6.
Monitor kualitas dari nadi.
7.
Monitor adanya pulsus
paradoksus.
8.
Monitor adanya pulsus alterans.
9.
Monitor jumlah dan irama
jantung.
10. Monitor bunyi
jantung.
11. Monitor
frekuensi dan irama pernapasan.
12. Monitor suara
paru.
13. Monitor pola
pernapasan abnormal.
14. Monitor suhu,
warna, dan kelembaban kulit.
15. Monitor
sianosis perifer.
16. Monitor
adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik.
17. Identifikasi
penyebab dari perubahan vital sign.
|
4
|
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
|
NOC :
Energy conservation
Self
Care : ADLs
Kriteria Hasil :
1. Berpartisipasi
dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR.
2. Mampu
melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
|
NIC :
Energy Management
1. Observasi
adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas.
EBN: menyebutkan parameter
membantu dalam mengkaji respons fisiologi terhadap stress aktivitas dan bila
ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat
aktifitas.
2. Monitor
nutrisi dan sumber energi yangadekuat.
EBN: Ketersediaan nutrisi
awal membantu menjaga otot dan fungsi sistem kekebalan tubuh, dan mengurangi
lamanya rawat inap di rumah sakit (McClave et al, 2009; Racco, 2009).
3. Monitor
pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan.
EBN: teknik menghemat energi
mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplay dan
kebutuhan oksigen.
4. Monitor
respon kardiovaskuler terhadap aktivitas.
EBN:
Mengkondisikan dari system kardio vaskuler dalam sehari dan melibatkan
pengaturan cairan, kehilangan cairan, menurunkan cardiac output, mengurangi
pengeluaran oksigen, dan menstabilkan denyut jantung (Fauci et al, 2008).
5. Monitor pola
tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien.
Activity Therapy
1. Kolaborasikan
dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
2. Bantu klien
untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
3. Bantu untuk
memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
social.
4. Bantu untuk
mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan.
5. Bantu untuk
mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek.
EBN: Alat-alat bantu
(misalnya alat bantu jalan kaki, tongkat, kruk, oksigen portabel)dapat
membantu bergerak(Yeam, Keller, & Fleury, 2009).
6. Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas yang disukai.
7. Bantu klien
untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang.
8. Bantu
pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas.
9. Sediakan
penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas.
10. Bantu pasien
untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan.
11. Monitor
respon fisik, emosi, social dan spiritual
|
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi 3, Jakata : EGC.
Smeltzer, Suzanne C.(2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Volume I, Jakarta : EGC
Zul Dahlan.(2000). Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal
Bedah, Jakarta : Salemba Medica.
Lackman’s (1996). Care Principle and Practise Of Medical
Surgical Nursing, Philadelpia : WB Saunders Company.
Nettina, Sandra M.(2001).Pedoman Praktik Keperawatan.
Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology
: Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4.
Jakarta : EGC; 1994
Pasiyan Rahmatullah.(1999), Geriatri
: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Editor : R. Boedhi Darmoso dan Hadi Martono,
Jakarta, Balai Penerbit FKUI
No comments:
Post a Comment