Friday, 17 April 2020

Makalah Hipertensi

Hipertensi
A.   Pengertian

Hipertensi atau tekanan darah tinggi berarti ada tekanan yang tinggi di dalam pembuluh darah arteri. Arteri merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari jantung menuju ke seluruh jaringan organ tubuh. Sehingga apabila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg dapat dikatakan hipertensi (Sutono 2008).Seorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan sistoliknya mencapai diatas 140 mmHg, dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg, Tekanan sistolik adalah tekanan maksimum di mana jantung berkontraksi dan memompa darah keluar sedangkan tekanan diastolic adalah tekanan dimana jantung sedang mengalami relaksasi menerima curahan darah dari pembuluh darah perifer (Wirawan, 2013).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan darah (Mansjoer,2000 : 144)
Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau tekanan diastolic lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostic ini dapat dipastikan dengan mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001 : 453)
Jadi Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan darah sehingga dapat mengganggu kesehatan yang ditandai adanya tekanan sistolik >140 mmHg dan tekanan diastolik >90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001).

Tabel 2.1. Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah
European Society of Hypertension (ESH)/European Society of Cardiology (ESG) (2013)
Kategori
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Optimal
Normal
Normal Tinggi / Pra Hipertensi
Hipertensi Derajat I
Hipertensi Derajat II
Hipertensi Derajat III
< 120
120 – 129

130 – 139
140 – 159
160 – 179
180
< 80
80 – 84

85 – 89
90 – 99
100 – 109
110


B.   Etiologi
Faktor resiko adalah faktor atau keadaan yang mempengaruhi perkembangan suatu penyakit atau status kesehatan (Bustan 2007). Ada  banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi, diantaranya yaitu ;
1.      Faktor usia, Seiring bertambahnya usia fungsi kardiovaskuler berubah, Peningkatan tahanan pembuluh darah dan kekuatan arteri juga merupakan efek dari menua.
2.      Jenis kelamin, Pria lebih banyak menderita hipertensi dari pada perempuan Pada usia muda dan paruh baya. Namun insiden pada perempuan akan meningkat pada usia >60 tahun karena menopouse, Menopouse mengakibatkantekanan darah cenderung meningkat karena kadar estrogen pada perempuan yang memasuki menopause akan menurun.
3.      Obesitas juga merupakan faktor yang menentukan untuk terjadinya hipertensi.
4.      Riwayat keluarga, Pengaruh genetic atau keturunan pada hipertensi telah di buktikab dalam penelitian.
5.      Olah raga dan stress juga sangat berpengaruh pada peningkatan tekanan darah(Nisa, 2013).
C.   Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor di hantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah dimana dengan dilepaskanya noreepinerin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap noreepinefrin, meskipun tidak di ketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.
Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebankan vasokontriksi. Korteks adenal mensekresi kortisol dan steroid lainya yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, mengakibatkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian di ubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada giliranya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini  cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk petimbangan gerontology. Perubahan struktur dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan pada relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada giliranya menurunkan kemampuan ditensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuanya dalam mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh jantung(volum sekuncup), mengakibatkan  penrunancurah jantung dan peningkatan tahanan perifer(Aoronson, 2008)
Pathway


D.   Gambaran Klinis
Menurut Price & Wilson (2005) gejala hipertensi sebagai berikut:
1.Sakit kepala bagian gelakang dan kaku kuduk
2.Sulit tidur dan gelisah atau cemas dan kepala pusing
3.Dada berdebar-debar
4.Lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing
Gejala hipertensi yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing (Mansjoer, 2001).

E.    Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
1.   Elektro Kardio Grafi (EKG )
a.      Kemungkinan ada pembesatan ventrikal kiri, pembesaran arteri kiri, adanya penyakit jantung koroner atau aritmia.
b.      Dapat menunjukan pembesaran jantung, pola regangan dan gangguan konduksi
Catatan : luas, peninggian gelombang adalah salah satu tanda dari penyakit penyakit jantung hipertensi.
2.   Ekokardiogram
tampak penebalan dinding ventrikel kiri, mungkin juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistolik dan diastolik
3.   Foto rontgen
Kemungkinan ditemuka pembesaran jantung, vaskularisasi tau aorta yang lebar.Dapat menunjukkan obstruksi klasifikasi pada area katup deposit pada dada atau takik aorta, pembesaran jantung.
4.   Laboratorium
Asam urat         :           hiperuriemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi.
5.   Kalsium serum :           peningkatan kadar kalsium serum cepat meningkatkan hipertensi hipertensi
BUN / Kreatin  :           memberika informasi tentang perfusi atau fungsi ginjal
F.    Penatalaksanaan
1.    Penatalaksanaan Medik
Farmakologi
Guideline tata laksana hipertensi di antaranya adalah dari JNC 7 (2003) dan dari ESC/ESH (2007). Keduanya merupakan rujukan utama tatalaksana hipertensi. Selain itu, para ahli juga menganjurkan jangan hanya memusatkan perhatian pada angka tekanan darah, namun juga harus ditelusuri faktor-faktor risiko kadiovaskular lainnya, adanya kerusakan target organ serta adanya penyakit penyerta (komorbiditas). Dengan perkataan lain para ahli menyarankan pendekatan holistik dalam tata laksana hipertensi.
Golongan obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah diuretik tiazid (misalnya bendroflumetiazid), betabloker, (misalnya propanolol, atenolol,) penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya captopril, enalapril), antagonis angiotensin II (misalnya candesartan, losartan), calcium channel blocker (misalnya amlodipin, nifedipin) dan alphablocker (misalnya doksasozin).
a.    Diuretik tiazid
Diuretik tiazid adalah diuretik dengan potensi menengah yang menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati.
Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 12 jam setelah pemberian dan bertahan sampai 1224 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari. Efek antihipertensi terjadi pada dosis rendah dan peningkatan dosis tidak memberikan manfaat pada tekanan darah, walaupun diuresis meningkat pada dosis tinggi. Efek tiazid pada tubulus ginjal tergantung pada tingkat ekskresinya, oleh karena itu tiazid kurang bermanfaat untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
b.    Beta-blocker
Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu pelepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta1 pada nodus sinoatrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan pelepasan rennin, meningkatkan aktivitas system renninangiotensinaldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air. Terapi menggunakan betablocker akan mengantagonis semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
c.    ACE inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari precursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat yang memacu pelepasan aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin II ini akan menurunkan tekanan darah. Jika sistem angiotensin-renin-aldosteron teraktivasi (misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek antihipertensi ACEi akan lebih besar. ACEi juga bertanggungjawab terhadap degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat. Beberapa perbedaan pada parameter farmakokinetik obat ACEi. Captopril cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga bermanfaat untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik pada pemberian ACEi. Dosis pertama ACEi harus diberikan pada malam hari karena
penurunan tekanan darah mendadak mungkin terjadi, efek ini akan meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium rendah.
d.    AntagonisAngiotensin II
Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan target lainnya. Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 memperantarai respon farmakologis angiotensin II, seperti vasokonstriksi dan penglepasan aldosteron. Dan oleh karenanya menjadi target untuk terapi obat. Fungsi reseptor AT2 masih belum begitu jelas. Banyak jaringan mampu mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II tanpa melalui ACE. Oleh karena itu memblok system renin-angitensin melalui jalur antagonis reseptor AT1 dengan pemberianantagonis reseptor angiotensin II mungkin bermanfaat.
e.    Calcium channel blocker
Calcium channelblockers (CCB) menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel-sel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah proses yang bergantung pada ion kalsium. Terdapat tiga kelas CCB: dihidropiridin (misalnya nifedipin dan amlodipin); fenilalkalamin (verapamil) dan benzotiazipin (diltiazem). Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator perifer yang merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil dan diltiazem mempunyai efek kardiak dan dugunakan untuk menurunkan heart rate dan mencegah angina.

f.      Alpha-blocker
Alphablocker(penghambat adreno-septor alfa-1) memblok adrenoseptor alfa-1 perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi karena merelaksaasi otot polos pembuluh darah. Diindikasikan untuk hipertensi yang resisten.
g.    Golongan lain
Antihipertensi vasodilator (misalnya hidralazin, minoksidil) menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot polos pembuluh darah. Antihipertensi kerja sentral (misalnya klonidin, metildopa, monoksidin) bekerja pada adrenoseptor alpha-2 atau reseptor lain pada batang otak, menurunkan aliran simpatetik ke jantung, pembuluh darah dan ginjal, sehingga efek ahirnya menurunkan tekanan darah.
2.    Asuhan Keperawatan
1.    Pengkajian Primer
a.    Airway
1)    Kaji dan pertahankan jalan nafas
2)    Lakukan head tilt chin lift jika perlu
3)    Gunakan alat bantu untuk jalan napas jika perlu
4)    Pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anastesi untuk dilakukan intubasi jika tidak dapat mempertahankan jalan nafas.

b.    Breathing
1)    Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter untuk mempertahankan saturasi <92%
2)    Berikan O2 dengan aliran tinggi melalui non rebreathing mask
3)    Pertimbangkan untuk mendapatkan pernafasan dengan menggunakan back valve mask ventilation
4)    Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
5)    Kaji jumlah pernafasan
6)    Lakukan pemeriksaan system pernafasan
7)    Lakukan pemeriksaan foto thorak
c.    Circulation
1)    Kaji HR dan ritme kemungkinan terdengar suara gallof
2)    Kaji peningkatan JVP
3)    Monitoring tekanan darah
4)    Pemeriksaan EKG mungkin menunjukkan sinus takhikardi, adanya suara terdengar jelas pada S4 dan S3, right bundle branch block (RBBB), righ axist deviation (RAD)
5)    Lakukan pemeriksaan darah lengkap
6)    jJika ada kemungkinan KP berikan Nifedipin sublingual
7)    Jika pasien syok berikan berikan bolus Diazoxid,Nitropusid
d.    Disability
1)    Kaji tingkat kesadaran menggunakan AVPU
2)    Penurunan kesadarn menunjukkan tanda awal pasien masuk kondisi extrim dan membutuhkan pertolongn medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU
e.    Exprosure
1)    Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya
2)    Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik

2.    Pengkajian Sekunder
a.    Riwayat kesehatan masa lalu :Riwayat keturunan, riwayat penyakit jantung koroner, merokok, penylahgunaan obat,tingkat stress yang tinggi, dan gaya hidup kurang beraktivitas
b.    Riwayat kesehatan sekarang : Sakit kepala hebat, nyeri dada, pingsan, tachikardia, tachipnoe, muka pucat
c.    Status mental : Tingkat stres yang tinggi, emosi labil
d.    Pernapasan :Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan, nafas cepat, tachipnea, sesak saat aktivitas
e.    Gastro intestinal :Adanya mual, muntah
f.     Pola aktivitas :Kelemahan tubuh, cepat lelah, sesak saat aktivitas, frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung.
3.    Pemeriksaan Fisik
1)    Inspeksi : Pasien tampak lemah, pucat, adanya sianosis, pasien tamopak tampak sesak( adanya peranafasan cuping hidung, RR> 16-20 x/mnt), tampak oedema pada kaki.
2)    Palpasi : tekanan darah > 160/90 mmHg, turgor kulit > 2 detik, CTR >2 detik, nadi teraba kuat, jelas dan cepat, pembesaran ginjal
3)    Perkusi : suara dullnes pada paru
4)    Auskultasi : terdengar suara jantung S3,S4, terdengar suara crackles pada paru, terdengar suara bruit pada abdomen
2.    Pemeriksaan Penunjang
1)    Darah : rutin, BUN, Creatinine, AGD
2)    EKG : 12 lead, untuk melihat iskemi
3)    Pemeriksaan radiologi, foto dada untuk mengetahui edemaparu
4)    Urine : Urinalisa dan kultur urine
3.    Diagnosa keperawatan
a.    Nyeriakutberhubungan dengan agen injuri peningkatan tekananvaskuler serebral, iskemia miokard
b.    Perfusi jaringankardiopulmonal tidakefektif b/d gangguan afinitasHb oksigen, penurunankonsentrasi Hb, Hipervolemia,Hipoventilasi, gangguantransport O2, gangguan aliranarteri dan vena
c.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
d.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
RENCANA KEPERAWATAN
NO. DX
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
1.
Nyeri akut  berhubungan dengan: Agen injuri (biologi,kimia,fisik, psikologis), kerusakan jaringan
DS:
– Laporan secara verbal
DO:
– Posisi untuk menahan nyeri
– Tingkah laku berhati-hati
– Gangguan tidur (mata sayu,tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
– Terfokus pada diri sendiri
– Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
– Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
– Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah,perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
– Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
– Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
– Perubahan dalam nafsu makan dan minum
NOC :
   Pain Level,
   Pain control,
   Comfort level
Kriteria Hasil :
1.    Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
2.    Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
3.    Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).
4.    Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
5.    Tanda vital dalam rentang normal


NIC :
Pain Management
1.  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
a.    EBN: EB: peringkatnyeridimensi tunggaldianggap valid dan reliabelsebagai ukurantingkatintensitas nyeri(Breivik Ctal, 2008). EBN: Penyelidikansikap dankeyakinan keperawatan tentangpenilaian nyerimengungkapkan bahwapenggunaan yang efektifdariskala penilaiannyerisering ditentukanolehsikap pribadiperawattentangefektivitasnya(Awam-Young, Horton, &Davidhizar, 2006).
2.  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3.  Gunakan teknik komunikasi sterapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.
4.  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
EBN: Mengetahui pengalaman nyeri masa lampau pasien membantu mengidentifikasi faktor-faktor potensial yang berpengaruh terhadap kesediaannya pasien dalam laporan nyeri, seperti, faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas  nyeri, respon klien terhadap nyeri, kecemasannya, dan efek farmakologi dari analgetik (Kalkman et al, 2003, Deane & Smith, 2008).
5.  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
6.  Kurangi faktor presipitasi nyeri.
7.  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal).
8.  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
EBN: Nyeri akut dapat dicapai dengan istirahat (hal ini penting untuk kenyamanan) dan menjaga pergerakkan   (hal ini penting untuk
fungsi vital dan
menurunakan risiko dari cardiopulmonari dan kejadian

tromboembolik) (Breivik et al, 2008)
9.  Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
10.  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
11.  Tingkatkan istirahat
EBN: Nyeri akut dapat dicapai dengan istirahat (hal ini penting untuk kenyamanan) dan menjaga pergerakkan (hal ini penting untuk fungsi vital dan menurunakan risiko dari cardiopulmonari dan kejadian tromboembolik) (Breivik et al, 2008).
12.  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.
13.  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Adminsistration
1.    Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
2.    Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi.
3.    Cek riwayat alergi.
4.    Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu.
5.    Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri.
6.    Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal.
7.    Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur.
EBN: Memberikan analgetik dengan IV lebih cepat mengontrol nyeri berat. Lebih efektif mengontrol nyeri daripada permintaan injeksi IM (Chang, Ip, & Cheung, 2004, Bainbridge, Martin, & Cheng, 2006).
8.    Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali.
9.    Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
2.
Perfusi jaringankardiopulmonal tidakefektif b/d gangguan afinitas Hb oksigen, penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport O2, gangguan aliran arteri dan vena
DS:
– Nyeri dada
– Sesak nafas
DO
– AGD abnormal
– Aritmia
– Bronko spasme
– Kapilare refill > 3 dtk
– Retraksi dada
– Penggunaan otot-otot tambahan
NOC :
1. Cardiac pump
Effectiveness
2. Circulation status
3. Tissue Prefusion :
cardiac, periferal
4. Vital Sign Status
Setelah dilakukan asuhan
selama………
ketidakefektifan perfusi
jaringan kardiopulmonal
teratasi dengan kriteria
hasil:
1. Tekanan systole dan diastole
dalam rentang yang diharapkan
2. CVP dalam batas normal
3. Nadi perifer kuat dan simetris
4. Tidak ada oedem perifer dan
asites
5. Denyut jantung, AGD, ejeksi
fraksi dalam batas normal
6. Bunyi jantung abnormal
tidak ada
7. Nyeri dada tidak ada
8. Kelelahan yang ekstrim tidak
ada
9.Tidak ada ortostatikhipertensi
NIC :
1.Monitor nyeri dada (durasi,
intensitas dan faktor-faktor presipitasi)
2.Observasi perubahan ECG
3. Auskultasi suara jantung dan paru
4. Monitor irama dan jumlah denyut
jantung
5. Monitor angka PT, PTT dan AT
6. Monitor elektrolit (potassium dan magnesium)
7. Monitor status cairan
8. Evaluasi oedem perifer dan denyut nadi
9. Monitor peningkatan kelelahan dan kecemasan
10. Instruksikan pada pasien untuk tidak mengejan selama BAB
11. Jelaskan pembatasan intake kafein, sodium, kolesterol dan lemak
12. Kelola pemberian obat-obat:
analgesik, anti koagulan, nitrogliserin, vasodilator dan diuretik.
13. Tingkatkan istirahat (batasi
pengunjung, kontrol stimulasi
lingkungan)
3

Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load dan afterload, kontraktilitas jantung.

DO/DS:
-     Aritmia, takikardia, bradikardia
-     Palpitasi, oedem
-     Kelelahan
-     Peningkatan/penurunan JVP
-     Distensi vena jugularis
-     Kulit dingin dan lembab
-     Penurunan denyut nadi perifer
-     Oliguria, kaplari refill lambat
-     Nafas pendek/ sesak nafas
-     Perubahan warna kulit
-     Batuk, bunyi jantung S3/S4
-     Kecemasan

NOC :
   Cardiac Pump effectiveness,
circulation Status
Vivittal Sign Status


Kriteria Hasil:
1.    Tanda Vital dalam rentangnormal (Tekanan darah, Nadi, respirasi).
2.    Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan.
3.    Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites.
4.    Tidak ada penurunan kesadaran
NIC :
Cardiac Care
1.   Pantau vital sign
EBN: membandingkan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan bidang masalah vaskuler.
2.   Amati warna kulit kelembaban suhu
EBN: adanya pucat, dingin, kulit lembab atau masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokonfriksi atau mencerminkan dekompersasi atau penurunan curah jantung.
3.   Catat edema umum atau tertentu.
EBN: dapat mengindikasi gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler
4.   Berikan lingkungan yang nyaman, kurangi aktivitas atau keributan lingkungan
EBN: membantu untuk menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan relaksasi.
5.   Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur atau kursi
EBN: menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi.
6.   Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman, seperti pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.
EBN: mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang simpatis.
7.   Anjurkan teknik relaksasi(nafas dalam) dan teknik distraksi(mengobrol)
EBN: dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan TD.
8.   Kolaborasi dalam pemberian obat-obat anti hipertensi
EBN: reaksi dari obat-obat anti hipertensi menurunkan TD
9.Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen
10.Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik, nitrogliserin dan vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas jantung
11.Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus perifer

Vital Sign Monitoring
1.     Monitor TD, nadi, suhu, dan RR.
2.     Catat adanya fluktuasi tekanan darah.
3.     Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri.
4.     Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan.
5.     Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas.
6.     Monitor kualitas dari nadi.
7.     Monitor adanya pulsus paradoksus.
8.     Monitor adanya pulsus alterans.
9.     Monitor jumlah dan irama jantung.
10.  Monitor bunyi jantung.
11.  Monitor frekuensi dan irama pernapasan.
12.  Monitor suara paru.
13.  Monitor pola pernapasan abnormal.
14.  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit.
15.  Monitor sianosis perifer.
16.  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik.
17.  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
4
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
NOC :
  Energy conservation
  Self Care : ADLs

Kriteria Hasil :
1.    Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR.
2.    Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

NIC :
Energy Management
1.   Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas.
EBN: menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologi terhadap stress aktivitas dan bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktifitas.
2.   Monitor nutrisi  dan sumber energi yangadekuat.
EBN: Ketersediaan nutrisi awal membantu menjaga otot dan fungsi sistem kekebalan tubuh, dan mengurangi lamanya rawat inap di rumah sakit (McClave et al, 2009; Racco, 2009).
3.   Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan.
EBN: teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen.
4.   Monitor respon kardiovaskuler  terhadap aktivitas.
EBN: Mengkondisikan dari system kardio vaskuler dalam sehari dan melibatkan pengaturan cairan, kehilangan cairan, menurunkan cardiac output, mengurangi pengeluaran oksigen, dan menstabilkan denyut jantung (Fauci et al, 2008).
5.   Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien.
Activity Therapy
1.   Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
2.   Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
3.   Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social.
4.   Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan.
5.   Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek.
EBN: Alat-alat bantu (misalnya alat bantu jalan kaki, tongkat, kruk, oksigen portabel)dapat membantu bergerak(Yeam, Keller, & Fleury, 2009).
6.   Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai.
7.   Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang.
8.   Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas.
9.   Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas.
10.    Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan.
11.    Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual



















DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC.
Smeltzer, Suzanne C.(2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I, Jakarta : EGC
Zul Dahlan.(2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica.
Lackman’s (1996). Care Principle and Practise Of Medical Surgical Nursing, Philadelpia : WB Saunders Company.
Nettina, Sandra M.(2001).Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994
Pasiyan Rahmatullah.(1999), Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Editor : R. Boedhi Darmoso dan Hadi Martono, Jakarta, Balai Penerbit FKUI 


No comments:

Post a Comment

Makalah Asfiksia

LANDASAN TEORI A.     Pengertian Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terl...