GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI PENDENGARAN
A.
DEFINISI
Halusinasi dapat didefinisikan
sebagai suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar
(Yosep, 2011). Menurut Direja, (2011) halusinasi merupakan hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Sedangkan halusinasi menurut Keliat dan Akemat, (2010) adalah
suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori
persepsi; merasakan sensasi palsu berupa penglihatan, pengecapan, perabaan
penghiduan, atau pendengaran.
Halusinasi
pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara
sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon
terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Halusinasi pendengaran
meliputi mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang, berbicara
kepada klien atau membicarakan klien. Mungkin ada satu atau banyak suara, dapat
berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Berbentuk halusinasi
perintah yaitu suara yang menyuruh klien untuk mengambil tindakan, sering kali
membahayakan diri sendiri atau orang lain dan di anggap berbahaya (Videbeck,
2008).
Berdasarkan
beberapa pengertian dari halusinasi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
halusinasi adalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa adanya
obyek yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah dimana klien
mendengarkan suara, terutama suara-suara orang yang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal yang
kemudian direalisasikan oleh klien dengan tindakan.
B.
RENTANG RESPON HALUSINASI
1.
Respon adaptif
Respon adaptif berdasarkan rentang
respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi :
a.
Pikiran logis berupa pendapat atau
pertimbangan yang dapat diterima akal.
b.
Persepsi akurat berupa pandangan
dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat dan tepat sesuai
perhitungan.
c.
Emosi konsisten dengan pengalaman
berupa kemantapan perasaan jiwa yang timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah
dialami.
d.
Perilaku sesuai dengan kegiatan
individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut diwujudkan dalam
bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.
e.
Hubungan sosial dapat diketahui
melalui hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di tengah
masyarakat.
2.
Respon transisi
Respon transisi berdasarkan rentang
respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi:
a.
Pikiran terkadang menyimpang berupa
kegagalan dalam mengabstrakan dan mengambil kesimpulan.
b.
Ilusi merupakan persepsi atau respon
yang salah terhadap stimulus sensori.
c.
Emosi berlebihan/dengan kurang
pengalaman berupa reaksi emosi yang diekspresikan dengan sikap yang tidak
sesuai.
d.
Perilaku ganjil/tidak biasa adalah
sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
e.
Menarik diri yaitu perilaku
menghindar dari orang lain baik dalam berkomunikasi ataupun berhubungan sosial
dengan orang-orang di sekitarnya.
3.
Respon maladaptif
Respon maladaptif berdasarkan
rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi:
a.
Kelainan pikiran adalah keyakinan
yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
b.
Halusinasi merupakan gangguan yang
timbul berupa persepsi yang salah terhadap rangsangan.
c.
Tidak mampu mengontrol emosi berupa
ketidakmampuan atau menurunya kemampuan untuk mengalami kesenangan,
kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.
d.
Ketidakteraturan Perilaku berupa
ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang ditimbulkan.
e.
Isolasi sosial adalah kondisi
kesendirian yang dialami oleh individu karena orang lain menyatakan sikap yang
negatif dan mengancam.
C.
FASE-FASE HALUSINASI
Terjadinya halusinasi dimulai dari
beberapa fase, hal ini dipengaruhi oleh intensitas keparahan dan respon
individu dalam menanggapi adanya rangsangan dari luar. Menurut Direja, (2011)
Halusinasi berkembang melalui empat fase yaitu fase comforting, fase condemming,
fase controlling, dan fase conquering. Adapun penjelasan yang lebih
detail dari keempat fase tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Fase Pertama
Disebut juga dengan fase
comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan
nonpsikotik.
Karakteristik atau Sifat :
Klien mengalami stres, cemas,
perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak dan tidak dapat
diselesaikan. klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan,
cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku Klien :
Tersenyum atau tertawa yang tidak
sesuai, mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2.
Fase Kedua
Disebut dengan fase condemming
atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan. Termasuk dalam
psikotik ringan.
Karakterisktik atau Sifat :
Pengalaman sensori menjijikan dan
menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu
dan dia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku Klien :
Meningkatnya tanda-tanda sistem
saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik
dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
3.
Fase Ketiga
Adalah fase controlling atau
ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam
gangguan psikotik
Karakterisktik atau Sifat :
Bisikan, suara, isi halusinasi
semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku Klien :
Kemauan dikendalikan halusinasi,
rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, Tanda-tanda fisik berupa
klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4.
Fase Keempat
Adalah fase conquering atau
panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat.
Karakterisktik atau Sifat :
Halusinasinya berubah menjadi
mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan.
Perilaku Klien :
Perilaku teror akibat panik, potensi
bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari
satu orang.
D.
ETIOLOGI
1.
Faktor Predisposisi
Menurut Yosep, (2011) ada beberapa faktor penyebab terjadinya gangguan
halusinasi, yaitu faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis,
genetic dan poala asuh. Adapun penjelasan yang lebih detail dari masing-masing
faktor adalah sebagai berikut :
a.
Faktor Perkembangan
Tugas
perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi,
hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b.
Faktor Sosikultural
Seseorang yang
merasa tidak diterima lingkuanganya sejak bayi (Unwanted child) akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkunagannya.
c.
Faktor Biokimia
Mempunyai
pengaruh terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami
seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
Misalnya terjadi ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.
d.
Faktor
psikologis
Tipe
kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e.
Faktor genetik
dan pola asuh
Penelitian
menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua Skizofrenia cenderung
mengalami Skizofrenia. Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga
menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2.
Faktor
Presipitasi
Menurut Stuart,
(2007) ada beberapa faktor
presipitasi terjadinya gangguan halusinasi, yaitu
faktor biologis, faktor stress lingkungan, dan faktor sumber koping. Adapun
penjelasan yang lebih detail dari masing-masing faktor tersebut adalah sebagai
berikut ini :
a.
Faktor Biologis
Gangguan dalam
komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
b.
Faktor Stress lingkungan
Ambang
toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c.
Faktor Sumber koping
Sumber koping
mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
E.
TANDA DAN GEJALA
Menurut Videbeck, (2008) ada
beberapa tanda dan gejala pada klien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran dilihat dari data subyektif dan data obyektif
klien, yaitu :
1.
Data Subyektif:
a.
Mendengar suara atau bunyi.
b.
Mendengar suara menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
c.
Mendengar suara yang mengajak
bercakap-cakap.
d.
Mendengar seseorang yang sudah
meninggal.
e.
Mendengar suara yang mengancam diri
klien atau orang lain bahkan suara lain yang membahayakan.
2.
Data Obyektif.
a.
Mengarahkan telinga pada sumber
suara.
b.
Bicara sendiri.
c.
Tertawa sendiri.
d.
Marah-marah tanpa sebab.
e.
Menutup telinga.
f.
Mulut komat-kamit.
g.
Ada gerakan tangan.
F.
JENIS-JENIS HALUSINASI
Menurut Stuart, (2007) jenis-jenis
halusinasi dibedakan menjadi 7 yaitu Halusinasi pendengaran, penglihatan,
penciuman, pengecapan, perabaan, senestetik, dan kinestetik. Adapun penjelasan
yang lebih detail adalah sebagai berikut :
1.
Halusinasi pendengaran
Karakteristik : Mendengar suara atau
bunyi, biasanya orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai
suara orang bicara mengenai klien. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat
didengar yaitu pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkan oleh klien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang
kadang-kadang berbahaya.
2.
Halusinasi penglihatan
Karakteristik : Stimulus penglihatan
dalam kilatan cahaya, gambar geometris, gambar karton, atau panorama yang luas
dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang
menakutkan seperti monster.
3.
Halusinasi penciuman
Karakteristik : Mencium bau-bau
seperti darah, urine, feses, umumnya bau-bau yang tidak menyenangkan.
Halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan
dimensia.
4.
Halusinasi pengecapan
Karakteristik : Merasakan sesuatu
yang busuk, amis, dan menjijikan seperti darah, urine, atau feses.
5.
Halusinasi Perabaan
Karakteristik : Mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, rasa tersetrum listrik yang datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.
6.
Halusinasi Senestetik
Karakteristik : Merasakan fungsi
tubuh seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
7.
Halusinasi Kinestetik
Karakteristik : Merasa pergerakan
sementara bergerak tanpa berdiri.
G.
POHON MASALAH
|
|
|
|
|
|
||||
|
(Sumber : Keliat, 2006)
H.
PENATALAKSANAAN
Menurut Townsend, (2003) ada dua jenis penatalaksanaan yaitu sebagai
berikut :
1.
Terapi Farmakologi
a.
Haloperidol (HLP)
1)
Klasifikasi antipsikotik, neuroleptik, butirofenon.
2)
Indikasi
Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian hiperaktivitas dan
masalah prilaku berat pada anak-anak.
3)
Mekanisme kerja
Mekanisme
kerja anti psikotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya, tampak menekan SSP
pada tingkat subkortikal formasi reticular otak, mesenfalon dan batang otak.
4)
Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum
tulang, kerusakan otak subkortikal, penyakit Parkinson dan anak dibawah usia 3
tahun.
5)
Efek samping
Sedasi,
sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan anoreksia.
b.
Chlorpromazin
1)
Klasifikasi sebagai antipsikotik, antiemetik.
2)
Indikasi
Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada
gangguan bipolar, gangguan skizoaktif, ansietas dan agitasi, anak hiperaktif
yang menunjukkan aktivitas motorik berlebihan.
3)
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antipsiotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya, namun
mungkin berhubungan dengan efek antidopaminergik. Antipsikotik dapat menyekat
reseptor dopamine postsinaps pada ganglia basal, hipotalamus, system limbik,
batang otak dan medula.
4)
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas
terhadap obat ini, pasien koma atau depresi sum-sum tulang, penyakit Parkinson,
insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6 bulan dan wanita
selama kehamilan dan laktasi.
5)
Efek Samping
Sedasi,
sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipotensi, ortostatik, hipertensi,
mulut kering, mual dan muntah.
c.
Trihexypenidil (THP)
1)
Klasifikasi antiparkinson
2)
Indikasi
Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan
dengan obat antiparkinson
3)
Mekanisme kerja
Mengoreksi ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan kelebihan
asetilkolin dalam korpus striatum, asetilkolin disekat oleh sinaps untuk
mengurangi efek kolinergik berlebihan.
4)
Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini, glaucoma sudut tertutup, hipertropi
prostat pada anak dibawah usia 3 tahun.
5)
Efek samping
Mengantuk,
pusing, disorientasi, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.
2.
Terapi non Farmakologi
a.
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
b.
Elektro Convulsif Therapy(ECT)
Merupakan pengobatan secara fisik
menggunakan arus listrik dengan kekuatan 75-100 volt, cara kerja belum
diketahui secara jelas namun dapat dikatakan bahwa terapi ini dapat
memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan
orang lain.
c.
Pengekangan atau pengikatan
Pengembangan fisik menggunakan
pengekangannya mekanik seperti manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan
kaki sprei pengekangan dimana klien dapat dimobilisasi dengan membalutnya,cara
ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai menunjukan perilaku kekerasan
diantaranya : marah-marah/mengamuk.
I.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan
dasar utama dari proses keperawatan. Menurut Keliat, (2006) tahap pengkajian
terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data
yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) aspek, yaitu fisik, emosional,
intelektual, sosial dan spiritual. Untuk dapat menjaring data yang diperlukan,
umumnya dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar
memudahkan dalam pengkajian. isi pengkajian meliputi:
a.
Identitas klien.
b.
Keluhan utama/ alasan masuk.
c.
Faktor predisposisi.
d.
Faktor presipitasi.
e.
Aspek fisik/ biologis.
f.
Aspek psikososial.
g.
Status mental.
h.
Kebutuhan persiapan pulang.
i.
Mekanisme koping.
j.
Masalah psikososial dan lingkungan.
k.
Pengetahuan.
l.
Aspek medik.
Menurut Stuart, (2007) data
pengkajian keperawatan jiwa dapat dikelompokkan
menjadi pengkajian perilaku, faktor predisposisi,
faktor presipitasi , penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan
kemampuan koping yang dimiliki klien.
Pengkajian tersebut dapat diuraikan menjadi :
a.
Pengkajian perilaku
Perilaku yang berhubungan dengan
persepsi mengacu pada identifikasi dan interpretasi awal
dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indra perilaku tersebut
digambarkan dalam rentang respon neurobiologis
dari respon adaptif, respon transisi dan respon
maladaptif.
b.
Faktor predisposisi
Faktor predisposisi
yang berpengaruh pada pasien halusinasi dapat
mencakup:
1)
Dimensi biologis
Meliputi abnormalitas
perkembangan sistem syaraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis maladaptif yang ditunjukkan
melalui hasil penelitian pencitraan otak, zat kimia otak dan
penelitian pada keluarga yang melibatkan
anak kembar dan anak yang diadopsi yang
menunjukkan peran genetik pada skizofrenia.
2)
Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya
respons neurobiologis yang maladaptif belum didukung oleh
penelitian.
3)
Sosial budaya
Stres yang
menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan
gangguan psikotik lain, tetapi tidak
diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
c.
Faktor presipitasi
Stressor pencetus terjadinya
gangguan persepsi sensori : halusinasi diantaranya:
1)
Stressor biologis
Stressor biologis
yang berhubungan dengan respon neurobiologis
maladaptif meliputi gangguan dalam komunikasi dan putaran balik
otak yang mengatur proses informasi dan
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus.
2)
Stressor lingkungan
Ambang toleransi
terhadap stres yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3)
Pemicu gejala
Pemicu merupakan
perkusor dan stimuli yang menimbulkan episode
baru suatu penyakit. Pemicu biasanya
terdapat pada respons neurobiologis maladaptif
yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku
individu.
d.
Penilaian stressor
Tidak terdapat
riset ilmiah yang menunjukkan bahwa stres
menyebabkan skizofrenia. Namun, studi mengenai
relaps dan eksaserbasi gejala membuktikan bahwa
stres, penilaian individu terhadap stressor, dan
masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
gejala.
e.
Sumber koping
Sumber koping
individual harus dikaji dengan pemahaman tentang
pengaruh gangguan otak pada perilaku.
Kekuatan dapat meliputi modal, seperti intelegensi atau kreativitas
yang tinggi.
f.
Mekanisme koping
Perilaku yang
mewakili upaya untuk melindungi pasien dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan
respon neurobiologis maladaptif meliputi:
1)
Regresi, berhubungan dengan
masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi
ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk
aktivitas hidup sehari-hari.
2)
Proyeksi, sebagai upaya untuk
menjelaskan kerancuan persepsi.
3)
Menarik diri
2.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Menurut Keliat, (2006) diagnosa keperawatan Halusinasi adalah sebagai
berikut :
a.
Gangguan persepsi sensori :
Halusinasi
b.
Isolasi sosial
: menarik diri.
c.
Resiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan.
d.
Gangguan konsep diri : harga diri
rendah
3.
Rencana Tindakan Keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Kriteria
hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
|
Gangguan
persepsi sensori : halusinasi
pendengaran
|
- Pasien
dapat mengenali dan mengontrol halusinasinya
- Pasien
dapat membina hubungan saling percaya.
|
- Ekspresi
wajah pasien bersahabat
- Ada kontak
mata
- Pasien
menunjukkan rasa senang
- Pasien mau
berjabat tangan
- Pasie mau
menyebut nama
- Pasien mau
menjawab salam
- Pasien mau
duduk berdampingan dengan perawat
|
1.
Bina hubungan saling percaya
- Beri
salam/panggil nama
- Sebutkan
nama perawat dan sambil berjabat tangan
- Jelaskan
maksud dan tujuan interaksi
- Jelaskan
maksud dan tujuan interaksi
- Jelaskan
dengan kontrak yang akan dibuat
- Beri rasa
aman dan sikap empati
- Lakukan
kontak singkat tapi sering
|
- Hubungan
saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan
pasien
|
2.
Dorong pasien dan beri kesempatan
untuk mengungkapkan perasaanya
|
- Ungkapan
perasaan pasien sebagai bukti mempercayai perawat
|
||||
|
|
|
|
3.
Dengarkan ungkapan pasien dengan
rasa empati
|
- Empati
perawat meningkatkan hubungan terapeutik perawat dan pasien
|
|
-
Pasien dapat mengenal
halusinasinya
|
- Pasien
dapat menyebutkan jenis, waktu, isi, situasi frekuensi dan respon
halusinasinya
- Pasien
mampu mengontrol halusinasi
|
1.
Bina hubungan saling percaya, beri
salam, sebut nama sambil jabat tangan, jelaskan maksud interaksi
|
- Hubungan
saling percaya sebagai dasar interaksi terapeutik
|
|
2.
Bantu pasien mengenal
halusinasinya (jenis,isi, waktu situasi, frekuensi saat terjadi halusinasi)
|
- Membantu
pasien dalam memperkenalkan halusinasinya
|
||||
3.
Beri kesempatan pasien untuk
mengungkapkan perasaanya
|
- Menegtahui
koping pasien sebagai data intervensi keperawatan
|
||||
4.
Latih pasien untuk mengontrol
halusinasi dengan dengan cara menghardik, tahapan tindakan meliputi:
- Jelaskan
cara menghardik
- Peragakan
cara menghardik halusinasi
|
- Latihan
dilakukan disaat tanda dan gejala muncul sehingga dengan cara ini pasien
dapat mengontrol halusinasi
|
||||
-
Pasien dapat mengontrol
halusinasinya
|
- Pasien
mampu menyebutkan kegiatan yang telah dilakukan
- Pasien
mampu memperagakan cara bercakap-cakap dengan orang lain
|
1.
Evaluasi kegiatan yang lalu
2.
Latihan bicara/bercakap-cakap
dengan orang lain saat halusinasi muncul
|
- Mengetahui
hasil evaluasi SP 1
|
||
3.
Masukkan dalam kegiatan jadwal
pasien
|
- Mengetahui
kegiatan pasien
|
||||
4.
Dorong pasien untuk memilih cara
yang disukai untuk mengontrol halusinasi
|
- Memberi
kesempatan pasien untuk memilih cara sesuai kehendak dan kemampuan.
|
||||
Pasien dapat memutus halusinasinya
|
- Pasien
mampu menyebutkan kegiatan yang dilakukan
- Pasien
mampu membuat jadwal kegiatan sehari hari dan mampu memperagakan
|
1.
evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1
dan SP 2)
|
- Mengenal
SP 1 dan SP 2 halusinasi
|
||
2.
Latih kegiatan agar halusinasi
tidak muncul
- Jelaskan
pentingnya aktifitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
- Diskusikan
aktifitas yang dilakukan oleh pasien
|
- Membantu
dalam menontrol halusinasi sehari-hari melalui aktifitas rutin
|
||||
3.
Latih pasien melakukan aktifitas
|
|
||||
4.
Susun jadwal aktivitas sehari-hari
sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih (dari bangun tidur sampai tidur
lagi)
|
- Melatih
pasien untuk menyususn jadwal aktivitas
|
||||
5.
Pantau pelaksanaan kegiatan
berikanpenguatan/motivasi terhadap perilaku pasien yang positif
|
- Meningkatkan
rasa percaya diri pasien
|
||||
|
|
Pasien dapat menggunakan obat untuk mengontrol
halusinasinya
|
- Pasien
mampu melakukan kegiatan yang telah dilakukan
- Pasien
mampu menyebutkan manfaat dari program pengobatan
|
1.
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1,
SP 2, SP 3)
|
- Mengetahui
SP 1, SP 2, SP 3 halusinasi
|
2.
Tanyakan pada pasien tentang
pengobatan yang sedang dijalani
|
- Minum obat
secara teratur dengan prinsip 6B akan mempercepat penyembuhan
|
||||
3.
Jelaskan pentingnya penggunaan
obat pada pasien gangguan jiwa
|
|
||||
4.
jelaskan akibat obat bila tidak
digunakan sesuai program
|
|
||||
5.
Jelaskan akibat bila putus obat
|
|
||||
6.
Jelaskan cara mendapatkan obat
|
|
||||
7.
Jelaskan penggunaan obat dengan
tehnik 5B
|
|
||||
8.
Latih pasien minum obat
|
|
||||
9.
Masukkan jadwal kegiatan harian
|
|
||||
|
|
Tindakan
keperawatan untuk keluarga
1.
Diskusikan masalah yang dihadapi
keluarga dalam merawat pasien
2.
Pendidikan kesehatan tentang:
- Pengertian
halusinasi
- Jenis
halusinasi yang dialami pasien
- Tanda dan
gejala halusinasi
- Cara
merawat pasien dengan halusinasi
|
- Keluarga
mampu mengidentifikasi masalah yang dialami untuk merawat pasien dirumah dan
mencari solusinya.
- Keluarga
mengetahui dan paham tentang halusinasi yang dialami pasien
|
1.
Bina hubungan saling percaya
dengan keluarga pasien
2.
Tanyakan masalah yang dihadapi
keluarga dalam merawat pasien
3.
Jelaskan tentang halusinasi
meliputi:
- Penegrtian
- Tanda dan
gejala
- Cara
merawat pasien halusinasi
4.
Jelaskan cara untuk mengontrol
halusinasi
- Jangan
membantah halusinasi yang dilami pasien, tetapi itu tidak nyata bagi keluarga
- Jangan
biarkan pasien melamun dan sendiri
- Bantu
pasien minum obat secara teratur
- Bila
halusinasi muncul, putus halusinasi dengan cara menepuk punggung pasien dan
suruh pasien untuk menghardik suara tersebut.
|
- Mengidentifikasi
faktor-faktor yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
- Keluarga
berambah pengetahuan tentang penyakit yang dialami pasien dan bisa melakukan
perawatan selama di rumah.
|
|
|
3.
Melatih keluarga praktek merawat
pasien langsung dihadapan petugas
|
- Keluarga
mampu memperagakan cara memutus halusinasi yang dialami pasien
|
- Berikan
kesempatan keluarga untuk mempraktekkan langsung cara memutus halusinasi.
|
- Evaluasi
kemampuan keluarga dalam perawatan pasien selama di RS
|
|
|
4.
Membuat perencanaan pulang bersama
keluarga
|
- Keluarga
dapat mengidentifikasi kegiatan yang bisa dilakukan pasien dirumah
- Keluarga
mampu mengidentifikasi hal-hal yang perlu diawasi selama pasien dirumah
|
- Jelaskan
kegiatan pasien selama di RS
- Lakukan
verifikasi apakah jadwal kegiatan di RS bisa dilakukan dirumah
- Jelaskan
jika pasien selama dirumah tidak menunjukkan perbaikan, segera menghubungi
petugas kesehatan. seperti perilaku membahayakan orang lain, terus menerus
mendengar suara-suara bisikan
|
|
2.
|
Isolasi
sosial : menarik diri
|
-
Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
sehingga tidak terjadi halusinasi.
-
Bina hubungan saling percaya
dengan
|
Pasien dapat mengungkapkan perasaanya dan
keberadaaanya saat ini secara verbal.
-
Pasien mau menjawab salam
-
Ada kontak mata
-
Pasien mau berjabat tangan
-
Pasien mau berkenalan
-
Pasien mau menjawab pertanyaan
-
Pasien mau duduk berdampingan
dengan perawat
-
Klien mau mengungkapkan
perasaannya
|
1.
Bina hubungan saling percaya
-
Sapa pasien dengan ramah baik
verbal maupun non verbal
-
Perkenalkan diri dengan sopan
-
Tanyakan nama lengkap pasien dan
nama panggilan yang disukai pasien
-
Jelaskan tujuan pertemuan
-
Buat kontrak interaksi yang jelas
-
Jujur dan tepati janji
-
Tunjukkan sikap empati dan
menerima pasien apa adanya
-
Berikan perhatian pada pasien dan
perhatikan kebutuhan dasar
|
-
Memfasilitasi keterbukaan dalam
mengungkapkan dan penyelesaian masalah
|
|
|
-
Pasien mampu menyebutkan penyebab
menarik diri
|
-
Pasien dapat menyebutkan minimal
satu penyebab menarik diri yang berasal dari
diri sendiri, Orang lain atau
lingkungan
|
1.
tanyakan pada pasien tentang:
-
orang yang tinggal serumah
-
orang yang paling dekat dengan
pasien dirumah/dirumah sakit.
-
Orang yang tidak dekat dengan
pasien
-
Apa yang membuat pasien tidak
dekat dengan orang tersebut
-
Upayakan yang sudah dilakukan agar
dekat dengan orang lain
|
-
Memfasilitasi pasien untuk
mengungkapkan orang terdekat dalam kehidupan pasien
|
2.
Kaji penegtahuan pasien tentang
perilaku mnarik diri dan tanda-tandanya
|
-
Perilaku menarik diri dapat
teridentifikasi lebih awal
|
||||
3.
Diskusikan dengan pasien penyebab
menarik diri/tidak mau bergaul dengan orang lain
|
-
Dapat melakukan penatalaksanaan
sesuai penyebab
|
||||
4.
Beri pujian terhadap kmampuan
pasien mengungkapkan perasaanya
|
-
Meningkatkan rasa percaya diri
pasien
|
||||
|
|
-
Pasien dapat menyebutkan
keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugiannya
|
-
Pasien dapat menyebutkan
keuntungan berhubungan sosial, misal:
·
Banyak teman
·
Tidak kesepian
·
Bisa diskusi
Saling menolong
-
Pasien dapat menyebutkan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain misal:
·
Sendiri
·
Tidak punya teman
·
Kesepian
·
Tidak ada teman ngobrol
|
1.
Kaji pengetahuan pasien tentang
manfaat dan keuntungan bergaul dengan orang lain
|
-
Dengan pengetahuan pasien tentang
berteman pasien dapat berinteraksi dengan teman
|
2.
Beri kesempatan kepada pasien
untuk mengungkapkan perasaanya tentang keuntungan berhubungan dengan orang
lain
|
-
Ungkapan perasaan pasien
diperlukan agar pasien lebih terbuka
|
||||
3.
Diskusikan kepada pasien tentang
manfaat berhubungan dengan orang lain
|
-
Menjadikan pasien memiliki banyak
teman
|
||||
4.
Beri pujian terhadap kemampuan
pasien dalam menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain
|
-
Meningkatkan rasa percaya diri
pasien
|
||||
5.
Kaji pengetahuan pasien tentang
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
|
-
Dengan pengetahuan pasien dapat
berinteraksi dengan orang lain
|
||||
6.
Beri kesempatan kepada pasien
untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan dengan
orang lain
|
-
Ungkapan perasaan pasien
diperlukan agar pasien lebih terbuka
|
||||
7.
Diskusikan dengan pasien tentang
kerugian tidak tidak berhubungan dengan orang lain
|
-
|
||||
8.
Beri pujian terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
|
-
Meningkatkan rasa percaya diri
|
||||
|
|
-
Pasien dapat melaksanakan hubungan
sosial secara bertahap
|
-
Setelah interaksi pasien dapat
melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan :
·
Pasien-perawat
·
Pasien-perawat-perawat lain
·
Pasien-perawat-perawat lain-pasien
lai
·
Pasien-kelompok kecil
·
Pasien-kelompok kesil/keluarga/
masyarakat
|
1.
Observasi perilaku pasien saat
berhubungan dengan orang lain
|
-
Dapat menegtahui kemajuan dari
pasien
|
2.
Beri motivasi dan bantu pasien
untuk berkenalan/berkomunikasi dengan orang lain melalui:
-
Pasien-perawat
-
Pasien-perawat-perawat lain
-
Pasien-perawat-perawat lain-pasien
lain
-
Pasien-kelompok kecil
-
Pasien-kelompok kesil/keluarga/
masyarakat
|
-
Meningkatkan komunikasi dengan
orang lain
|
||||
3.
Beri pujian terhadap keberhasilan
yang telah dicapai
|
-
Dapat meningkatkan percaya diri
pasien
|
||||
4.
Bantu pasien mengevaluasi manfaat
berhubungan dengan orang lain
|
-
Mengetahui manfaat berteman
|
||||
5.
Motivasi dan libatkan pasien untuk
mengikuti kegiatan terapi kelompok sosialisasi
|
-
Solusi agar pasien lebih
interaktif terhadap lingkungan
|
||||
6.
Diskusikan jadwal kegiatan harian
yang telah dilakukan untuk meningkatkan klien
|
-
Solusi agar pasien dapat
bersosialisasi
|
||||
7.
Beri motivasi pasien untuk
melakukan kegiatan sesuai jadwal yang telah dibuat
|
-
Mengajarkan disiplin
|
||||
8.
Berikan pujian terhadap kemampuan
pasien memperluas pergaulannya melalui aktivitas yang dilaksanakan
|
-
Meningkatkan percaya diri pasien
|
||||
|
|
-
Pasien mampu mengungkapkan
perasaanya setelah berhubungan dengan orang lain
|
-
Setelah interaksi pasien dapat
berhubungan dengan orang lain untuk :
·
Diri sendiri
·
Orang lain
·
kelompok
|
1.
dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaanya setelah berhubungan dengan orang lain/kelompok
|
-
meningkatkan respon emosi pasien
|
2.
Diskusikan dengan pasien manfaat
berhubungan dengan orang lain
|
-
Pasien dapat mengetahui manfaat
berteman
|
||||
3.
Beri pujian atas kemampuan pasien
mengungkapkan perasaan, manfaat berhubungan dengan orang lain
|
-
Meningkatkan rasa percaya diri
|
||||
-
Pasien dapat dukungan keluarga
dalam memperluas hubungan sosial
|
-
Setelah pertemuan keluarga dapat
menjelaskan tentang :
·
Pengertian menarik diri
·
Tanda dan gejala
·
Penyebab dan akibat menarik diri
·
Cara merawat pasien menarik diri
|
1.
Diskusikan pentingnya peran serta
keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi perilaku menarik diri
|
-
Dukungan keluarga diperlukan untuk
mengatasi perilaku dari pasien
|
||
2.
Diskusikan dengan anggota keluarga
tentang
-
Perilaku menarik diri
-
Tanda gejala menarik diri
-
Penyebab perilaku menarik diri
-
Cara keluarga menghadapi pasien
yang sedang menarik diri
|
-
Meningkatkan pengetahuan anggota
keluarga tentang penanganan jika terjadi ulangan penyakit dari pasien
|
||||
3.
Diskusikan potensi keluarga untuk
membantu pasien mengatasi perilaku menarik diri
|
-
Keluarga adalah orang terdekat
pasien, sehingga memudahkan interaksi
|
||||
4.
Latih keluarga cara merawat pasien
menarik diri
|
-
Memandirikan keluarga dalam
merawat pasien
|
||||
5.
Tanyakan perasaan keluarga setelah
mencoba cara yang dilatihkan
|
-
Memandirikan keluarga dalam merawat
pasien
|
||||
6.
Dorong anggota keluarga untuk
memeberikan dukungan kepada pasien berkomunikasi dengan orang lain
|
-
Dukungan keluarga sangat berarti
dalam meningkatkan keyakinan pasien
|
||||
7.
Anjurkan anggota keluarga untuk
rutin bergantian mengunjungi pasien
|
-
Kunjungan keluarga dapat menjadi
motivasi pasien
|
||||
8.
Beri pujian atas hal yang telah
dicapai dan keterlibatan keluarga merawat pasien dirumah sakit
|
-
Meningkatkan dukungan keluarga
dalam merawat pasien
|
||||
|
|
-
Pasien dapat memanfaatkan obat
dengan baik
|
-
Setelah interaksi pasien
menyebutkan:
·
Manfaat minum obat
·
Kerugian tidak minum obat
·
Nama, warna ,dosis, efek terapi
dan efek samping obat
Pasien dapat mendemostrasikan penggunaan obat dan
meneyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter
|
1.
Diskusikan dengan pasien tentang
manfaat dan kerugian tidak minum obat
|
-
Meningkatkan kepatuhan pasien
minum obat
|
2.
Pantau pasien saat penggunaan obat
|
-
Mengetahui keinginan dalam proses
|
||||
3.
Anjurkan pasien minta sendiri obat
pada perawat agar dapat merasakan manfaatnya
|
-
Kesadaran penggunaan/manfaat minum
obat
|
||||
4.
Beri pujian bila pasien
menggunakan obat dengan benar
|
-
Meningkatkan percaya diri
|
||||
5.
Diskusikan akibat minum obat tanpa
konsultasi dengan dokter
|
-
Pasien mengetahui akibat tidak
patuh minum obat
|
||||
6.
Anjurkan pasien untuk konsultasi
dengan dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
|
-
Memberikan pengetahuan pasien
tentang hal yang dapat muncul atas efek samping obat
|
||||
3.
|
Resiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan
|
-
Pasien tidak mencederai diri
sendiri dan orang lain dan lingkungannya
|
-
Pasien dapat membina hubungan
saling percaya
·
Wajah cerah
·
Mau berkenalan
·
Ada kontak mata
·
Mau berjabat tangan
·
Mau menjawab salam
·
Mau menyebut nama
·
Bersedian menceritakan perasaan
|
1.
Bina hubungan saling percaya dengan
:
-
Beri salam
-
Perkenalkan nama, panggilan
perawat
-
Tujuan interaksi
-
Tanyakan nama dan nama panggilan
-
Tunjukkan sikap empati jujur dan
menempati janji
-
Tanyakan perasaan
-
Buat kontrak interaksi dengan
jelas
-
Dengarkan dengan penuh perasaan
|
-
Hubungan saling percaya merupakan
dasar untuk kelancaran interaksi
|
2.
Dorong pasien mengungkapkan
perasaannya
|
-
Mengetahui masalah yang dialami
pasien
|
||||
3.
Dengarkan pasien dengan penuh
perhatian dan empati
|
-
Agar pasien merasa diperhatikan
|
||||
|
|
-
Pasien dapat mengenal halusinasinya
|
-
Pasien dapat mengenal
halusinasinya
·
Pasien dapat membedakan antara
nyata dan tidak nyata
|
1.
Adakan kontak sering dan singkat
|
-
Menghindari waktu kunjung yang
dapat menimbulkan halusinasi
|
2.
Observasi segala perilaku pasien
verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasinya.
|
-
Halusinasi harus dikenal terlebih
dahulu agar intervensi efektif
|
||||
3.
Terima halusinasi pasien sebagai
hal yang nyata bagi pasien tetapi tidak nyata bagi perawat
|
-
Meningkatkan realita pasien dan
rasa percaya pasien
|
||||
|
|
-
|
·
Pasien dapat meneyebutkan situasi
yang dapat menimbulkan dan tidak halusinasi
|
1.
Diskusikan dengan pasien hal yang
menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi
|
-
Peran serta pasien membentu dalam
melakukan intervensi keperawatan
|
2.
Diskusikan dengan pasien faktor
predisposisi terjadinya halusinasi
|
-
Dengan diketahuinya faktor
predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi
|
||||
-
Pasien dapat mengontrol
halusinasinya
|
-
Pasien dapat menyebutkan tindakan
yang dapat dilakukan bila muncul halusinasi
-
Pasien dapat meneyebutkan cara
memutus halusinasinya
|
1.
Diskusikan dengan pasien tentang
tindakan yang dilakukan bila halusinasi muncul
|
-
Mengetahui tindakan yang dilakukan
dalam mengontrol halusinasinya
|
||
2.
Diskusikan dengan pasien tentang
memutuskan halusinasinya
|
-
Meningkatkan pengetahuan pasien
tentang cara memutus halusinasi
|
||||
3.
Dorong pasien menyebutkan kembali
cara memutus halusinasi
|
-
Hasil diskusi sebagai bukti dari
bukti dari perhatian pasien atas apa yang dijelaskan
|
||||
4.
Beri pujian atas keberhasilan
pasien
|
-
Meningkatkan harga diri pasien
|
||||
-
Pasien dapat memanfaatkan obat
dalam mengontrol halusinasinya
|
-
Pasien mau minum obat dengan
teratur
|
1.
Diskusikan dengan pasien tentang
obat untuk mengontrol halusinasinya.
|
-
Meningkatkan pengetahuan pasien
tentang fungsi obat yang diminum agar pasien mau minum obat secara teratur
|
||
|
|
-
Pasien mendapat sistem pendukung
keluarga dalam mengontrol halusinasinya
|
-
Pasien mendapat sistem pendukung
keluarga
|
1.
Kaji kemampuan keluarga tentang
tindakan yang dilakukan dalam merawat pasien bila halusinasinya muncul.
|
-
Mengetahui tindakan yang dilakukan
oleh keluarga dalam merawat pasien
|
2.
Diskusikan dengan keluarga tentang
cara merawat pasien yaitu janagan biarkan pasien meneyendiri selalu
berinteraksi dengan pasien, anjurkan pasien untuk minum obat dengan rajin,
setelah pulang kontrol satu kali dalam sebulan.
|
-
Meningkatkan penegatahuan keluarga
tentang cara merawat pasien
|
||||
4.
|
Gangguan
konsep diri : harga diri rendah
|
-
Pasien menunjukkan peningkatan
harga diri
|
-
Pasien dapat meningkatkan
keterbukaan dan hubungan saling percaya
|
1.
Pasien dapat meningkatkan
keterbukaan dan hubungan saling percaya.
-
Bina hubungan perawat pasien yang
terapeutik
-
Salam terapeutik
-
Komunikasi terbuka jujur, dan
empati
-
Sediakan waktu untuk mendengarkan
pasien. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan pasien terhadap perubahan
tubuh
-
Lakukan kontrak untuk program
asuhan keperawatan (pendidikan kesehatan, dukungan , konseling dan rujukan)
|
-
Hubungan saling percaya merupakan
dasar untuk kelancaran interaksi
|
|
|
- Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek
pasitif yang dimiliki
|
-
Pasien dapat mengungkapkan
kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki.
|
1.
Mendiskusikan bahwa sejumlah
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien seperti kegiatan pasien
dirumah sakit, dirumah, dalam keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
2.
Beri pujian yang realistik/nyata
dan hindarka setiap kali bertemu dengan pasien penilaian yang negatif
|
-
Mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang masih dimiliki
|
|
|
- Pasien dapat menilai kemampuan yang digunakan
|
-
Pasien mampu menyebutkan kemampuan
positif yang dapat digunakan
|
1.
Mendiskusikan dengan pasien
kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini.
2.
Bantu pasien menyebutkannya dan
memberi penguatan terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien
3.
Perlihatkan respon yang kondusif
dan menjadi pendengar yang aktif
|
-
Membantu pasien menilai kemampuan
yang dapat digunakan
|
|
|
- Pasien dapat menetapkan/ memilih kegiatan yang
sesuai kemampuan
|
-
Pasien mampu memilih kemampuan
yang akan dilatih
|
1.
Mendiskusikan dengan pasien
beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan
pasien lakukan sehari-hari
2.
Bantu pasien menetapkan kegiatan
mana yang dapat pasien lakukan secara mandiri, mana kegiatan yang memerlukan
bantuan minimal dari keluarga dan kegiatan apa saja yang perlu bantuan penuh
dari keluarga atau lingkungan terdekat pasien.berikan contoh cara pelaksanaan
kegiatan yang dapat dilakukan pasien. Susun bersama pasien
|
-
Membantu pasien memilih/
menetapkan kemampuan yang akan dilatih
|
|
|
- Pasien dapat
melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
|
-
Pasien mampu melakukan kegiatan
yang telah dipilih, sesuai kemampuan
|
1.
Mendiskusikan dengan pasien untuk
melatih kemampuan yang dipilih
2.
Bersama pasien memeperagakan kegiatan
yang ditetapkan
3.
Berikan dukungan dan pujian pada
setiap kegiatan yang dapat dilakukan pasien
|
-
Melatih kemampuan yang dipilih
pasien
|
- Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan
kegiatan yang sudah dilatih
|
-
Pasien dapat menyusun jadwal
kegiatan yang dilatih sesuai kemampuan
|
1.
Memberi kesempatan kepada pasien
untuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan
2.
Beri pujian atas kegiatan yang
dapat dilakukan pasien setiap hari
3.
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
tingkat toleransi dan perubahan setiap kegiatan
4.
Susun jadwal untuk melaksanakan
kegiatan yang telah dilatih
|
-
Membantu menyusun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang dilatih.
|
No comments:
Post a Comment