LANDASAN TEORI
A.
Pengertian
Asfiksia
berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2009).
Asfiksia
neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. (Sarwono, 2007).
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 2008).
Asfiksia
Neonatus adalah suatua keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 2008).
Jadi,
berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa asfiksia
merupa suatu keadaan di mana bayi tidak dapat menangis secara spontan setelah
lahir.
B.
Etiologi
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat
terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi
dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya
aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke
plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada anemia, hipotensi
mendadak pada ibu karena perdarahan,
2. Faktor plasenta
Pertukaran
gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia
janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi
umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah
umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran
darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat yang tertekan, menumbung,dll.
4. Faktor neonates
Depresi
pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu
pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu.
C.
Manifestasi Klinis
Pada
asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang
disebabkan oleh beberapa keadaan diantaraya :
a. Fungsi jantung terganggu akibat
peningkatan beban kerja jantung
b. Pengisian udara alveolus yang kurang
adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru
sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Gejala
klinis :
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan
yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan
pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus
neuromuscular berkurang secara berangsur-agsur berkurang dari bayi memasuki
periode apneu primer.
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara
lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat
Gejala
lanjut pada asfiksia :
a. Pernafasan megap-megap yang dalam.
b. Denyut jantung terus menurun.
c. Tekanan darah mulai menurun.
d. Bayi terlihat lemas (flaccid).
e. Menurunnya tekanan O2 (PaO2).
f. Meningginya tekanan CO2 (PaO2).
g. Terjadinya perubahan sistem
kardiovaskuler.
D.
Patofisiologi
Bila
janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin
lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan
bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin
lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus
menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
pathway
E.
Klasifikasi
Tanda |
0 |
1 |
2 |
Jumlah Nilai |
Frekuensi Jantung |
Tidak Ada |
Kurang
dari 100 X/menit |
Lebih
dari 100 X/menit |
|
Usaha Bernafas |
Tidak Ada |
Lambat,
Tidak Teratur |
Menangis
Kuat |
|
Tonus Otot |
Lumpuh |
Ekstremitas
Fleksi Sedikit |
Gerakan
Aktif |
|
Refleks |
Tidak Ada |
Gerakan
Sedikit |
Menangis |
|
Warna Kulit |
Biru/Pucat |
Tubuh
Kemerahan, Ekstremitas Biru |
Tubuh
dan Ekstremitas Kemerahan |
a. Nilai 0-3
: Asfiksia berat
b. Nilai 4-6
: Asfiksia sedang
c. Nilai 7-10
: Normal
Dilakukan
pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit
masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.
Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan
menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai
30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti
penilaian skor apgar)
Asfiksia neonatorum di
klasifikasikan :
1.
Asfiksia
Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat
dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2.
Asfiksia
sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR
4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas
tidak ada.
3.
Asfiksia
Berat
Skor APGAR
0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x
permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung
fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi
jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.
F.
Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia
neonatus antara lain :
1.
Hipoksia
dan iskemia otak
Pada
penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun,
keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak.
2.
Anuria
atau oliguria
Disfungsi
ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan terganggu sehingga
darah yang seharusnya dialirkan keginjal menurun. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya pengeluaran urine sedikit.
3.
Koma
Apabila
pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena
beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
G.
Pemeriksaan
Diagnostic
Asfiksia
yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia janin.
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya
tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1.
Denyut
jantung janin
Frekuensi
normal ialah antara 120 dan 160 denyutan/menit, selama his frekuensi ini bisa
turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan
kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekuensi turun sampai di bawah 100 kali permenit di luar his, dan lebih-lebih
jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik
elektrokardigraf janin digunakan untuk terus-menerus menghadapi keadaan denyut
jantung dalam persalinan.
2.
Mekonium
dalam air ketuban
Mekonium
pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium
dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3.
Pemeriksaan
pH darah janin
Dengan
menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada
kulit kepala janin, dan diambil contoh (sampel) darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun
sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin
disertai asfiksia.
Beberapa
pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya asfiksia pada
bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
a.
Analisa
gas darah
b.
Elektrolit
darah
c.
Gula
darah
d.
Berat
bayi
e.
USG
( Kepala )
f.
Penilaian
APGAR score
g.
Pemeriksaan
EGC dab CT- Scan
H.
Penatalaksanaan
Tindakan
untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala
sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti
tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1.
Memastikan
saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang
benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung
kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan ET untuk
memastikan pernapasan terbuka
2.
Memulai
pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil. Beri
rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk telapak kaki. Lakukan
penggosokan punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai
dan kepala bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan
positif.
3.
Mempertahankan
sirkulasi darah :
Rangsang
dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan
Cara
resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1.
Tindakan
umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan
pernafasan
2.
Tindakan
khusus
a. Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama
memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan, cara terbaik
dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg.
Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonat
natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB.
Kedua obat ini disuntikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis,
reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah
berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif
diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan
pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan
dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai
kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang
belum dikoreksi.
b. Asphyksia ringan dan sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila
dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus
segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan
aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian
dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu
keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan
dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil
tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif
secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker.
Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan
O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan
gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil
jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau
perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonat
natrium dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.
A. Rumusan Diagnosa
1. Pola nafas tidak efektif b.d
hipoventilasi/ hiperventilasi
2. Bersihan jalan nafas tidak
efektif b.d produksi mukus banyak.
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota
keluarga.
5. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota
keluarga.
6. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius
DAFTAR PUSTAKA
A.
Aziz Alimul Hidayat, Pengantar Ilmu Keperawatan 1, Jakarta, 2009, Salemba Medika
Anik Maryunani, Asuhan Bayi Baru Lahir Normal, Jakarta, 2008, Trans Info Mekiah dan Lia Yulianti,MKM, Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita, Jakarta, 2007, Trans Info Media Jakarta
Doenges E Marilynn. Rencana Asuhan Keperawatan; Jakarta,
1993. Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Wong Donna L, dkk. Buku Ajar Keperawatan
Pediatri, Edisi 6 vol 2; Jakarta, 2009. Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Diposkan 5th March 2014 oleh Riza Munandar